Ada yang bilang, suap itu seperti kentut. Tajam baunya, tapi sulit dicari bukti-buktinya. Dan di Perusahaan Listrik Negara (PLN), makin tajam baunya, makin misterius "kentutnya". Proyek listrik swasta mungkin bisa menjadi contoh yang pas. Sudah menjadi rahasia umum, nilai proyek-proyek swasta itu digelembungkan begitu rupa, sehingga PLN membeli setrum dari pabrik listrik itu dengan harga mahal.
Di kertas, perhitungan mark-up alias manipulasi pembengkakan nilai proyek itu bisa begitu kentara. Lihat saja, misalnya, proyek pembangkit listrik tenaga uap Paiton I di Jawa Timur. Pabrik setrum berkekuatan 1.230 megawatt itu nilainya mencapai US$ 2,500 miliar. Padahal, menurut studi PLN, pembangkit yang sama dengan bahan bakar yang sama rata-rata cuma menghabiskan biaya investasi US$ 1,3 miliar atau hampir separuhnya. Jadi, di kertas, "Nilai proyek Paiton jelas kelewatan mahalnya," kata Hardiv H. Situmeang, Direktur Perencanaan PLN.
Tapi cobalah buktikan di lapangan kalau bisa. Hardiv pun mengaku menyerah. Ia hanya bisa memberikan patokan bahwa sebagian besar nilai proyek listrik swasta tak dihitung dengan standar yang benar, tapi dikalkulasi berdasarkan tarif yang selama ini dibeli PLN.
Begini ceritanya. Ketika proyek-proyek ini diteken, harga jual setrum eks PLN ke masyarakat rata-rata sekitar Rp 240 per kilowatt jam (kWh) atau setara dengan 9,6 sen dolar AS (kala itu). Berpatokan pada angka ini, ketika para pengusaha setrum ramai-ramai mengajukan permohonan listrik swasta, mereka seolah-olah memberikan diskon. Mereka menjual setrum dengan tarif 6 sen sampai 8 sen per kWh ke PLN. Dari tarif "diskon" inilah nilai proyek dihitung. Gampang saja. Tinggal mengalikan tarif dengan kapasitas, maka keluarlah pelbagai nilai proyek yang ajaib itu.
Persoalannya sekarang: ke mana larinya duit mark-up itu? Tak ada jawaban yang meyakinkan. Tapi, menurut sumber TEMPO, rute duit haram itu gampang ditebak. Yang paling sering, katanya, mark-up itu dipakai sebagai kompensasi pembayaran saham gratis yang harus disetor kepada partner lokal. Yang lain biasanya dipakai sebagai ganti setoran untuk para pejabat.
Bukti? Tentu saja sulit didapat. Tapi gosip untuk soal ini tidak kurang-kurang. Terakhir, ada surat yang beredar di kalangan anggota DPR. Isinya menyebut bahwa seorang bekas pejabat tinggi PLN telah menerima uang sogok senilai US$ 250 ribu dari pemilik proyek listrik swasta di Jawa Tengah. Cerita ini sudah pula dibenarkan oleh beberapa pejabat PLN. Sayang, yang dituduh, seperti orang yang membuang kentut di muka umum, belum mau mengaku.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini