POSTER dan corat-coret muncul di kampus Universitas 17 Agustus
(Untag), Jalan Cik di Tiro Jakarta. Isinya: kecaman pada
pimpinan Yayasan dan Untag. Poster-poster itu muncul 13 Juli
lalu setelah sehari sebelumnya berlangsung timbang terima antara
Rektorium yang beranggotakan Wirjono Koesoemo SH, Prof. Dr.
Prajudi dan Karna Radjasa MA kepada Rektor sementara drs.
Suryadi.
Akibatnya, Dies Natalis Untag yang ke 26 tanggal 14 Juli malam
lalu terasa sepi. Kurang dari separoh kursi yang tersedia di
Gedung Joang, Jakarta, terisi. Penjagaan juga cukup ketat.
Soalnya: Senin pagi pekan lalu serombongan pemuda juga
menghentikan kuliah dan menyuruh para mahasiswa dan pegawai
pulang.
Palsu
Semuanya ini adalah buntut pertentangan antara kelompok Prof.
Dr. Prajudi Atmosudirdjo yang sekarang menjabat Dekan FKK
(Fakultas Ketatanegaraan dan Ketataniagaan) dengan pihak Yayasan
Untag. Bulan Oktober 1977, Prajudi yang menjabat Rektor Untag
dan juga Dekan FKK sejak 1963 diberhentikan. Alasannya antara
lain: tidak pernah memenuhi permintaan Yayasan untuk memberi
laporan keuangan, administrasi maupun ilmiah, dan juga tidak
pernah bersedia memenuhi undangan rapat Yayasan.
FKK Untag memang ada disebut-sebut sebagai sumber "ijazah yang
bisa dibeli". Pernah juga terungkap pegawai negeri dengan ijazah
palsu Untag, yang diakuinya didapat dari Sekretariat FKK Untag
Jalan Tegalan. Akhir tahun lalu Ketua Yayasan Untag Prof.
Rooseno bertekad membersihkan Untag dari permainan jual beli
ijazah (TEMPO, 4 Maret 1978).
Merasa dituding, Prajudi membantah keras. Diakuinya ada beberapa
alumni FKK yang ditarik "sumbangan ijazah" guna membantu menutup
defisit dan membiayai pembangunan. Besarnya sumbangan rata-rata
Rp 300 ribu. Dikatakannya juga Pertanggungan Jawab Keuangan
selama masa jabatannya sudah lama diserahkan pada Yayasan
(TEMPO, 25 Maret 1978).
Tapi pihak lawannya membantah: "Tidak benar itu. Jangankan
pertanggungan jawab keuangan, Buku Induk FKK pun tidak bersedia
diserahkannya," kata Karna Radjasa, Bendahara Yayasan.
Akibatnya, berapa jumlah mahasiswa FKK tidak pernah diketahui
Rektor maupun Yayasan. Begitu juga berapa yang lulus. Antara
lain sebabnya karena sekretariat FKK selama ini menempati
pavilyun rumah Prajudi.
Dody Sumadi berpendapat penghentian Prajudi sebagai Rektor
dilakukan dengan tidak adil, "sehingga Bapak keberatan."
Alasannya menurut dia, prosedur pemilihan Rektor seperti disebut
dalam Statuta, belum dijabarkan. Ia juga menuduh Karna Radjasa
berusaha menjadikan Untag sebagai basis kegiatan politik akan
melakukan kaderisasi di sana dengan bebasnya.
Jumlah mahasiswa Untag sekaran "ditaksir" sekitar 1500 orang.
Karna Radjasa menduga dari jumlah itu mahasiswa FKK ada sekitar
500 orang. "Jumlah mahasiswa FKK tingkat I dan II kami ketahui
karena mereka kami minta mendaftarkan ulang ke Sekretariat
Universitas," katanya.
Sekretariat FKK sendiri yang antara lain ikut ditangani salah
satu puteri Prajudi ternyata tidak begitu pasti. Mereka menaksir
jumlah mahasiswa FKK antara 2500 orang. "Sebab banyak di antara
mahasiswa yang kebanyakan sudah bekerja itu mempunyai ijazah
sarjana muda yang dikeluarkan tahun enampuluhan. Mereka sering
pindah tugas dan menghentikan kuliah untuk sementara," kata
seorang pegawai.
Mahasiswa FKK sendiri tampaknya tidak seluruhnya tahu tentang
aksi-aksi yang terjadi. "Aksi poster itu untuk menuntut agar
ujian sarjana muda dan sarana penuh yang mestinya sudah
dilaksanakan pertengahan tahun supaya dilaksanakan. Juga agar
ijazah bagi mereka yang sudah lulus agar cepat turun," kata
seorang mahasiswa.
Pejabat rektor drs. Suryadi belum bisa menjelaskan apa yang akan
dilakukannya untuk membereskan kemelut di Untag. "Saya baru
beberapa hari di sini, jadi semua masalah sedang diolah." Ia
menyatakan sudah menerima surat permintaan Prajudi untuk
mengundurkan diri mulai 1 Agustus mendatang. "Tapi tidak saya
perbolehkan. Ini untuk kepentingan mahasiswa, jangan sampai
mahasiswa dirugikan karena kuliah yang terbengkalai dan ujian
yang tertunda-tunda."
"Yang dikehendaki Yayasan ialah adanya open management di FKK
seperti yang diajarkan Prajudi. Ujian jelas, kuliah dan uang
kuliah jelas," kata Karna Radjasa. Kericuhan Untag ini selalu
dilaporkan ke Kopertis II (Koordinator Perguruan Tinggi Swasta).
Pekan lalu Yayasan malahan juga sudah menemui Kadapol Kodak
Metro Jaya dan menyerahkan berkas-berkas dokumen tentang
bagaimana cara keluarnya ijazah-ijazah yang tidak wajar
dilakukan.
"Pangkal kericuhan di Untag hanya pada masalah komunikasi yang
tidak lancar, dan yang paling parah adalah kecurigaan," kata
Girindro Pringgodigdo SH, Ketua Kopertis II. Ia cenderung untuk
menganjurkan kedua belah pihak yang bersengketa untuk
menyelesaikannya dengan baik-baik. "Kami mau menyelesaikannya
dengan baik. Tapi bagaimana kalau tiap kali kita undang Prajudi
untuk rapat dia tidak pernah datang?", tanya Karna.
Sayangnya, sampai akhir pekan lalu Prajudi tidak bersedia untuk
dihubungi TEMPO.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini