Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Utama PT Krakatau Steel (Persero) Tbk. Silmy Karim terlibat debat dengan Wakil Ketua Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat, Bambang Haryadi. Perdebatan sengit yang terjadi dalam rapat dengar pendapat (RDP) di DPR hari ini, Senin, 14 Februari 2022, berujung pada pengusiran bos BUMN tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
RDP dengan Komisi DPR yang membidangi Energi hari ini di antaranya membahas soal progress pembangunan smelter di Kalimantan Selatan, proyek blast furnace yang mangkrak, dan penjelasan terkait impor baja.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dalam rapat itu, pemerintah diwakili oleh Direktur Jenderal Industri Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi dan Elektronika Kementerian Perindustrian, Taufiek Bawazier.
Lalu apa sebab perdebatan tersebut dan kenapa sampai Silmy Karim diusir dari ruang rapat?
Perdebatan bermula usai Silmy memaparkan sejumlah isu di atas. Bambang yang merupakan politikus Partai Gerindra itu memberi tanggapan soal penghentian fasilitas blast furnace Krakatau Steel setelah mulai beroperasi pada 2019. Ia menilai hal tersebut bertentangan dengan pernyataan Silmy tentang penguatan industri baja dalam negeri.
Adapun blast furnace merupakan proses metalurgi untuk mereduksi bijih besi atau iron ore dan mengubahnya menjadi logam besi cair bersuhu tinggi dengan sarana tungku pelebur. Dalam hal ini, Bambang menuding Krakatau Steel terlibat kongkalikong terkait impor baja dan mengambil keuntungan sebagai trader.
"Bagaimana pabrik untuk blast furnace ini dihentikan, tapi di satu sisi ingin memperkuat industri dalam negeri. Jangan maling teriak maling, jangan kita ikut bermain, pura-pura tidak ikut bermain," kata Bambang.
Silmy pun balik bertanya, "Maksudnya maling bagaimana, pak?"
Bambang pun kembali mempertanyakan upaya memperkuat industri baja yang sebelumnya dijelaskan oleh Silmy. "Anda ingin memperkuat (industri baja), tapi di satu sisi Anda ingin hentikan, jadi mana semangat untuk memperkuatnya," tuturnya. "Kalau dengan cara-cara begini, kasus baja yang ada di Polda Metro, sampai sekarang kami minta kejelasannya, itu salah satu anggota Anda."
Soal ini Silmy langsung menyela dengan menyatakan, "Di sini saya sebagai Dirut Krakatau Steel, bukan Ketua IISIA )Indonesia Iron and Steel Industry Association)."
Tak terima dua kali ucapannya disela begitu saja, Bambang menilai Silmy tidak menghormati forum dengan tidak mengikuti teknis persidangan. "Kalau sekiranya Anda tidak bisa ngomong di sini, Anda keluar!" kata Bambang.
Menanggapi hal itu, Silmy menyatakan pihaknya akan mengikuti permintaan tersebut. "Kalau memang harus keluar, kami keluar," kata Silmy.
Proyek Blast Furnace KRAS pertama kali digodok sejak 2008 silam, lalu mulai dibangun pada 2012, dan beroperasi per 5 Desember 2019. Ketika diangkat sebagai Dirut KRAS pada akhir 2018, progress pembangunan sudah mencapai 98 persen.
Namun operasional fasilitas tersebut akhirnya dihentikan dan mangkrak sampai saat ini karena inefisiensi yang dialami perseroan. Soal ini, Menteri BUMN Erick Thohir sempat murka karena proyek tersebut mangkrak.
Padahal nilai investasi yang dikeluarkan untuk proyek itu tidak sedikit, tapi mencapai US$ 850 juta atau sekitar Rp 12 triliun. "Salah satu penyebab ketidakefisienan ini adalah tidak adanya fasilitas basic oxygen furnace (BOF)," kata Silmy Karim dalam paparannya.
BISNIS
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu