Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia atau YLKI ikut mendorong pemerintah untuk menerapkan cukai pada produk minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK). Pengurus Harian YLKI, Sudaryatmo, mengatakan pemerintah perlu memiliki regulasi untuk mencegah obesitas dan penyakit tak menular lainnya yang disebabkan oleh konsumsi gula yang tinggi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Kita dorong regulasinya demi kepentingan publik. Jangan sampai lobi-lobi industri terhadap regulasi membuat aturan menjadi tak berpihak pada masyarakat," ujarnya dalam diskusi di Twitter Space yang diadakan oleh Change.org pada Kamis, 29 September 2022.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sebab, untuk mengendalikan efek buruk dari MBDK, ia mengatakan upaya ini bukan hanya berasal kesadaran konsumen terhadap bahaya gula yang dibutuhkan. Namun juga regulasi yang komperhensif dari pemerintah, seperti penerapan cukai.
Kendati demikian, Sudaryatmo mengatakan edukasi juga penting agar masyarakat mengetahui berapa kadar gula yang aman untuk orang dewasa dan anak-anak. Ia berujar masyarakat sebagai konsumen berhak mendapat informasi yang transparan mengenai kandungan gula yang ada dalam produk makanan atau minuman yang dibeli.
Sudaryatmo kemudian membandingkan regulasi konsumsi gula di negara-negara lain. Misalnya di Korea Selatan. Di hotel-hotel Korea Selatan, saat coffe break, manajemen sudah tidak lagi menyediakan gula. Jika seseorang menginginkan gula, dia harus meminta ke petugas. Itu pun diberi gula yang rendah kalori.
Selain itu di Singapura, ia berujar faktor obesitas telah diterapkan sebagai indikator kelulusan di sekolah. Jadi selama siswa obesitas, dia tidak akan bisa lulus. Dengan demikian, obesitas tidak hanya diobati, tapi diatur ke sebuah sistem.
Kemudian di Inggris, Sudaryatmo menuturkan konsumen di sana bisa mendapatkan informasi soal kandungan gula lebih mudah karena ada food labelling. Sehingga, setiap produk makanan dan minuman terdapat label yang menampilkan tiga lingkaran, yaitu gula, garam, dan lemak. Misalnya, jika label gulanya berwarna merah, artinya kandungan gula dalam produk tersebut tinggi.
"Jadi, YLKI mendorong agar konsumen mendapat informasi dan pemerintah meregulasi sehingga industri itu transparan terhadap produk yang dipasarkan kepada konsumen," tuturnya.
Adapun Center for Indonesia's Strategic Development Initiatives (CISDI) bersama FYIndonesians telah membuat petisi melalui platform Change.org untuk mendorong pengenaan cukai terhadap MBDK. Petisi tersebut telah didukung oleh lebih dari 8.500 warganet.
Direktur Kebijakan CISDI Olivia Herlinda mengungkapkan petisi ini dibuat atas kesadaran bahwa tiga penyebab kematian terbesar di Indonesia adalah penyakit tidak menular, yang kaitannya sangat erat dengan obesitas dan komplikasi diabetes. Sedangkan di Indonesia, prioritas kebijakan dan pengendalian terhadap isu ini masih sangat terbatas.
"Jadi kami membuat petisi untuk mendorong pemerintah, BPOM, Kementerian Kesehatan untuk meningkatkan awareness publik dan memobilisasi dukungan," ujarnya dalam diskusi yang sama.
Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis, Yustinus Prastowo, mengatakan Ditjen Bea Cukai dan Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan telah mengkaji soal ekstensifikasi cukai terhadap MBDK. Namun, ia mengakui masih ada sejumlah tantangan yang menjadi pertimbangan, terutama soal situasi pemulihan ekonomi yang kini sedang dihadapi.
Kendati begitu, Prastowo menegaskan pemerintah telah sepakat bahwa cukai menjadi instrumen yang penting dalam mengendalikan konsumsi gula di masyarakat. Karena bagaimanapun dampak dari minuman manis itu sangat besar terhadap kesehatan masyarakat. Salah satu pertimbangan yang tengah digodok adalah perihal bisnis administrasi dalam penerapan kebijakan tersebut. Di antaranya penentuan di mana cukai akan dikenakan dan bagaimana cara mengevaluasinya.
"Nah sekarang kita berproses di level itu, sambil mempertimbangkan pemulihan ekonomi, kita pertajam formulasinya supaya tepat sasaran," ujarnya.
Sebab, pemerintah tak ingin nantinya malah membuat produk MBDK yang tadinya terdaftar dan terevaluasi, keluar dari formal menjadi informal. Imbasnya, produk itu akan sulit diawasi. Kementerian Keuangan juga tengah memikirkan bagaimana cara mengintegrasikan produk minuman manis yang tak bermerek atau informal agar bisa diawasi dan dikenakan cukai.
RIANI SANUSI PUTRI
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini