Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Sebanyak 28 pilot melaporkan balon udara tradisional liar karena dinilai menganggu keselamatan penerbangan. Direktur Utama AirNav Indonesia, Novie Riyanto, menuturkan, pada hari pertama Idul Fitri atau 5 Juni 2019, ke-28 pilot itu melapor telah melihat balon udara di ketinggan yang bervariasi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Kami imbau masyarakat jangan menerbangkan balon udara liar karena sangat membahayakan keselamatan penerbangan," kata Novie melalui siaran pers, 6 Juni 2019.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sebagaimana diketahui, sejumlah daerah di Jawa Tengah dan Jawa Timur memiliki kebiasaan menerbangkan balon udara saat hari Lebaran. Untuk mengakomodasi hal tersebut, Kementerian Perhubungan telah menerbitkan Peraturan Menteri No 40 tahun 2018 tentang Penggunaan Balon Udara Pada Kegiatan Budaya Masyarakat.
Dalam aturan tersebut, balon udara tradisional boleh diterbangkan dengan ketentuan ditambatkan dengan tali maksimum 125 meter dari tanah, ukuran balon maksimum diameter 4 meter dan tinggi 7 meter. Selain itu, setiap kegiatan penerbangan balon harus meminta izin kepada otoritas bandara dan pemerintah daerah.
Novie mengatakan, mereka telah melakukan sosialisasi ke daerah-daerah yang memiliki kebiasaan menerbangkan balon. “Setiap tahun kami sosialisasi, tahun ini sepanjang bulan Ramadan yang lalu kami sosialisasi ke Wonosobo, Kabupaten Pekalongan, Kota Pekalongan, Kabupaten Batang, hingga ke Ponorogo, Jawa Timur,” ucap Novie.
Lebih lanjut, AirNav juga bekerja sama dengan TNI-Polri untuk menggelar operasi menangkap balon udara liar dan pelakunya. “Bapak-Bapak TNI dan Polri di lapangan terus bekerja dan sudah banyak barang bukti diamankan. Kami himbau sekali lagi masyarakat untuk tidak menerbangkan balon liar, kalau tidak akan berhadapan dengan hukum. Mari lakukan budaya dengan tidak membahayakan keselamatan pihak lain," kata Novie.