Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Gubernur Kepulauan Bangka Belitung, Erzaldi Rosman Djohan, memastikan perairan Natuna aman bagi nelayan melaut dan lulusan SMKN Pelayaran Pangkalpinang untuk bekerja, karena Indonesia kuat menjaga kedaulatan bangsa ini.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Karena negara kita kuat dan jangan pernah takut sama nelayan dari negara lain," kata Erzaldi Rosman Djohan usai meresmikan kapal latih SMKN 4 Pelayaran Pangkalpinang, Selasa, 14 Januari 2020.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Konflik antara Indonesia dengan Cina yang sempat memanas beberapa waktu lalu, menurut Erzaldi, telah membuat ketakutan nelayan dan para orang siswa SMKN 4 Pelayaran Kota Pangkalpinang yang tidak ingin anaknya ditugaskan di Natuna. "Saya memberikan motivasi ini bahwa Natuna aman, karena ada beberapa nelayan dan orang tua siswa yang takut anaknya ditugaskan di perairan Natuna," ujarnya.
Ia juga memastikan para siswa yang diterima bekerja dan ditugaskan di Natuna dalam kondisi aman, baik dan bisa mengimplementasikan pelajaran yang diperoleh di sekolah ini. "Saat ini ada beberapa orang siswa SMKN 4 Pelayaran Pangkalpinang sedang melakukan tes untuk bekerja di kapal perusahaan Argentina," kata Erzaldi.
Oleh karena itu, Erzaldi memberikan motivasi kepada para siswa yang melakukan tes bekerja di perusahaan kapal asing tersebut, agar jangan takut untuk berlayar di perairan Natuna. "Kami berharap masyarakat khususnya nelayan tidak takut berlayar dan mencari ikan di perairan Natuna, karena perairan tersebut aman," katanya.
Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia, Hikmahanto Juwana sebelumnya mengatakan persoalan beda pandangan tentang perselisihan antara Zona Ekonomi Eksklusif dan sembilan garis putus (9 dash line) di perairan Natuna yang diklaim Cina tak akan menemukan titik terang.
"Isu ini enggak akan selesai sampai akhir zaman. Kalau enggak salah, hari ini kapal Cina sudah masuk lagi. Ini ibaratnya main tarik ulur layangan. Kapan tarik, kapan ulur," kata Hikmahanto dalam diskusi yang digelar Centre for Dialogue and Cooperation among Civilizations (CDCC) bertajuk Kedaulatan RI Atas Natuna di Jakarta Selatan, Senin, 13 Januari 2020.
Hikmahanto menegaskan, persoalan antara Indonesia dan Cina di Natuna merupakan isu tentang hak berdaulat. Ketegasan Indonesia yang menyatakan tak mengakui sembilan garis putus itu dikatakan Hikmahanto mungkin sudah disampaikan kepada Menteri Luar Negeri Cina. "Dan enggak pernah dijawab.”
Kalau dijawab selalu mengatakan bahwa Cina tak pernah punya masalah dengan Indonesia berkaitan dengan kedaulatan. “Ya memang soal kedualatan emang enggak pernah jadi persoalan," ujarnya.
Menurut Hikmahanto, persoalan di Natuna berkaitan dengan hak berdaulat di wilayah Zona Ekonomi Eksklusif. Hak berdaulat itu diartikan bahwa Indonesia hanya memiliki hak atas sumber daya alam. Bukan hak wilayah. "Tidak terkait wilayah. Jadi sumber daya alam yang di dalam air, ikan dan sebagainya dan yang ada di dasar laut sebagai landasan kontinen."