Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Harga Naik Ini Baru Pemanasan Harga

Harga barang kebutuhan pokok melonjak gara-gara berbagai sebab. Seberapa besarkah ancaman inflasi?

11 Maret 2001 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BERSIAP-SIAPLAH melakukan akrobatik menyiasati cekaknya kantong. Dompet rakyat kebanyakan yang sudah begitu tipis, tampaknya, bakal makin dikuras habis. Pada April nanti, pemerintah akan menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) 20 persen. Dan Perusahaan Listrik Negara (PLN) sudah berancang-ancang akan menaikkan tarifnya Juni nanti. Tapi, sebelum semua itu terjadi, harga barang kebutuhan rumah tangga sudah lebih dulu naik didorong oleh pengenaan pajak penjualan barang mewah (PPn-BM) terhadap sejumlah barang kebutuhan rumah tangga dan karena melemahnya rupiah. Di luar itu, harga sejumlah komoditi naik drastis lantaran pasokan yang langka. Dan ibu-ibu rumah tangga pun menjerit, apalagi yang gaji suaminya tak bergerak naik mengikuti harga barang yang meroket. Harga barang-barang kali ini agaknya naik bukan karena tingginya permintaan menjelang Idul Adha. Air mineral merek Aqua, misalnya. Kenaikan dari Rp 6.000-an menjadi Rp 7.000-an per galon, tampaknya, lebih dipicu oleh pengenaan PPn-BM. Begitu pula produk seperti sampo, sabun, atau minuman jus dan sirop yang kini dianggap sebagai barang mewah. Sementara itu, meningkatnya harga susu impor lebih disebabkan oleh dolar yang saat ini sedang perkasa. Susu Master Pura, yang diimpor dari Selandia Baru, di Hero Manggarai, Jakarta, kini berlabel harga Rp 9.195 per liter. Sebelumnya cuma Rp 7.495. Sedangkan barang kebutuhan sehari-hari seperti bawang merah, gula, dan cabai merah tergolong barang yang naik lantaran pasokannya menipis. Sementara itu, permintaan menjelang hari raya mungkin sedang meningkat. Alhasil, bawang merah di supermarket Tip Top, misalnya, naik dari Rp 6.000-7.000 per kilogram menjadi Rp 10.000, sedangkan harga gula naik dari Rp 3.600 per kilo menjadi Rp 4.150. Harga barang-barang itu masih mungkin naik jika pemerintah jadi mengenakan pajak pertambahan nilai (PPN) untuk produk pertanian (fresh food). Menurut Putu Gede, Manajer Hero Manggarai, harga barang di tokonya memang tidak naik seragam karena masih menunggu keputusan pemerintah mengenai pengenaan PPN untuk produk pertanian. "Kalau peraturan itu jadi diterapkan, kami baru akan menaikkan harganya," kata Putu. Seberapa tinggi harga barang akan meroket? Masyarakat waswas menunggu dan, tentu saja, khawatir. Ibaratnya, sekarang, para pedagang sudah melakukan pemanasan meskipun angka kenaikannya tidak terlalu tinggi. Jika pemerintah benar-benar menaikkan harga BBM bulan depan, mudah dibayangkan betapa akan berkibarnya harga barang-barang. Bagi masyarakat, ini adalah tambahan beban baru. Apalagi, gaji pegawai negeri tidak naik pada tahun ini?setelah tahun lalu naik 20 persen. Sementara itu, upah minimum regional (UMR) juga tidak naik terlalu tinggi, hanya 10-15 persen. Dampaknya mudah ditebak: mereka yang berpenghasilan tetap akan menghadapi kesulitan yang tak gampang diatasi. Bagi pemerintah, kenaikan harga barang juga bisa berarti ancaman inflasi, yang ujung-ujungnya bisa menghambat perekonomian. Tahun lalu, pemerintah menargetkan inflasi 5-7 persen. Namun, ternyata inflasi melonjak sampai 9,35 persen. Dari angka inflasi itu, 3,42 persen disumbangkan oleh kebijakan pemerintah di bidang harga dan pendapatan. Angka ini melampaui sasaran pemerintah sebesar 2 persen. Bukan tidak mungkin, kenaikan harga akibat kebijakan pemerintah pada tahun ini akan melewati target yang ditetapkan Bank Indonesia sebesar 2-2,5 persen. Sedangkan sasaran inflasi tanpa memperhitungkan kebijakan pemerintah adalah 4-6 persen. Sekarang, dengan harga-harga yang sedang merayap ke atas saja inflasi pada Februari 2001 telah mencapai 0,87 persen. Angka itu naik lumayan tinggi dibandingkan dengan bulan sebelumnya, yang hanya 0,3 persen. Seperti sudah diperkirakan sebelumnya, penyebab terbesar inflasi pada bulan lalu adalah bahan makanan dan minuman. Komponen lain yang naik adalah biaya kesehatan akibat harga obat-obatan yang naik. "Komponen bahan makanan dalam penghitungan inflasi memang besar, yakni 17-36 persen. Begitu pula makanan olahan dan produk minuman, yang mencapai 11-21 persen," kata pengamat ekonomi dari Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Anton Hermanto Gunawan. Namun, Direktur Jenderal Pajak Hadi Purnomo menampik kemungkinan inflasi akan naik gara-gara pajak. Menurut Hadi, secara umum, barang mewah tidak termasuk dalam komponen yang diukur dalam memperhitungkan inflasi. "Barang mewah itu risiko inflasinya sangat kecil," kata Hadi. Deputi Gubernur BI, Miranda Goeltom, melihat hal yang sama. "Kami masih belum melihat kenaikan harga barang ini akan mengancam inflasi," kata Miranda kepada Levi Silalahi dari TEMPO. Miranda menambahkan bahwa angka inflasi Februari memang banyak disumbang oleh kenaikan harga, tapi melemahnya rupiah juga menjadi penyebabnya. M. Taufiqurohman, Endah W.S., Wenseslaus Manggut

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus