Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ekonomi

Agar Impor untuk Makan Bergizi Gratis Tak Melonjak

Program makan bergizi gratis berisiko mendongkrak impor pangan. Selain susu, kebutuhan impor beras bisa melonjak.

25 September 2024 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Kementerian Perindustrian mencatat susu segar dari peternakan di dalam negeri cuma bisa menutupi 20 persen kebutuhan bahan baku industri.

  • Upaya lain pemerintah untuk menekan impor bahan baku susu dan produk susu adalah menyiapkan alternatif susu sapi.

  • Kepala Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan Institut Pertanian Bogor Yonvitner pun menyoroti risiko impor untuk program makan bergizi gratis. Menurut dia, sumber utama gizi dari ikan, daging, dan ayam bisa dihasilkan masyarakat tanpa impor.

PEMERINTAH putar otak menambah pasokan susu nasional untuk program makan bergizi gratis tanpa membebani neraca dagang. Presiden terpilih Prabowo Subianto berencana menyediakan pangan buat siswa sekolah senilai Rp 15 ribu. Menunya bakal beragam, tapi salah satu yang pasti ada adalah susu. Masalahnya, produksi nasional saat ini masih bergantung pada impor.

Kementerian Perindustrian mencatat susu segar dari peternakan di dalam negeri cuma bisa menutupi 20 persen kebutuhan bahan baku industri. Kapasitas produksi industri pengolahan susu mencapai 4,64 juta ton. Kebutuhan bahan baku sisanya dipenuhi dari luar negeri.

Dari total kapasitas produksi susu tersebut, Indonesia mampu menghasilkan susu cair dan krim sebanyak 2,27 juta ton per tahun. "Estimasi kapasitas tersebut dapat mengakomodasi jumlah kebutuhan susu cair (UHT) untuk siswa SD-SMA sebanyak 50 juta siswa dengan total kebutuhan mencapai 2,1 juta ton per tahun," kata juru bicara Kementerian Perindustrian, Febri Hendri, kepada Tempo, Senin, 23 September 2024.

Untuk menambah pasokan bahan baku susu, Febri mengatakan pemerintah mendorong program kemitraan antara produsen susu dan peternak sapi perah rakyat. Bentuknya berupa penyerapan susu segar sebagai bahan baku; bantuan sarana dan prasarana, seperti unit pendingin, pakan ternak dan kandang; bantuan ternak sapi perah; hingga permodalan untuk pembesaran sapi. Selain itu, kemitraan ini bisa berbentuk layanan agriservices, termasuk dokter hewan dan obat-obatan, serta edukasi dan pelatihan untuk peternak muda sehingga mendorong regenerasi.

Sementara itu, untuk anak dengan kebutuhan khusus, seperti intoleransi laktosa, Kemenperin berupaya mengembangkan alternatif produk pengganti susu yang diperoleh dari bahan nabati. Febri menyebutkan sumbernya bisa dari kacang-kacangan, serealia, kelapa, dan sumber lain. 

Ketua Dewan Pertimbangan Presiden Wiranto menyadari ihwal minimnya bahan baku susu di dalam negeri. Kondisi ini membuat impor produk susu tak terhindarkan saat program makan bergizi gratis ini berjalan. "Sementara ini masih menambah impor dari luar negeri karena kebutuhan dalam negeri pun tanpa makan bergizi gratis masih kurang," ujarnya setelah meninjau pelaksanaan uji coba makan bergizi gratis di SD Negeri Kleco 1 Solo, Jawa Tengah, Kamis, 19 September 2024. 

Melihat kondisi ini, pemerintah berupaya menambah populasi sapi perah dalam waktu dekat. Sejumlah pengusaha, menurut Wiranto, sudah menyatakan rencana mendatangkan indukan sapi perah dari luar negeri. 

Rencana impor ini pernah diamini Ketua Asosiasi Peternak Sapi Perah Indonesia Agus Warsito. Menurut dia, asosiasi bersama Kementerian Pertanian sudah berembuk mengestimasi jumlahnya. "Kemarin sempat dihitung-hitung, kita butuh sampai 2 juta ekor indukan sapi perah untuk bisa memenuhi program susu gratis plus tidak mengganggu pasar reguler yang sudah ada," ucapnya. Indonesia punya opsi mendatangkan ternak tersebut dari Australia dan Selandia Baru.

Rencana-Makan-Bergizi-Gratis

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini



Angka tersebut muncul dari penghitungan populasi sapi perah di dalam negeri saat ini yang hanya sekitar 500 ribu ekor. Produktivitas ternak tersebut rata-rata hanya 8-12 liter per ekor per hari. Dengan kapasitas tersebut, Agus menyebutkan pasokannya hanya bisa memenuhi kurang dari 20 persen kebutuhan bahan baku susu domestik.

Selain mendatangkan indukan sapi perah, Agus menilai perlu ada dukungan pemerintah untuk para peternak agar produksi susu segar meningkat. Saat ini mayoritas sapi perah merupakan milik peternak rakyat yang masing-masing hanya mengurus 2-3 ekor. Idealnya, satu peternak minimal merawat 8-10 ekor untuk mencapai keekonomian. Pemerintah harus membantu permodalan para peternak agar mereka mampu mengembangkan bisnis. Keuntungan dari bisnis ini juga bisa menjadi daya tarik buat peternak lain untuk mulai merawat sapi perah. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini


Agus juga berharap pemerintah memberikan dukungan lain dalam bentuk pembatasan impor bahan baku susu. Kebijakan ini menjadi jaminan penyerapan susu segar dari peternak.

Dia berkaca pada kebijakan sebelum 1997. Saat itu pemerintah mewajibkan pengusaha menyerap susu segar domestik sebelum impor. "Kalau tidak begitu, izin impor tak keluar," tuturnya. Sebelum kebijakan itu dicabut, Agus mengatakan produksi susu segar nasional mampu menyuplai 45 persen kebutuhan bahan baku industri. 

Upaya lain pemerintah untuk menekan impor bahan baku susu dan produk susu adalah menyiapkan alternatif susu sapi. Belakangan pemerintah gencar mendorong susu ikan. Produk ini merupakan produk turunan dari hidrolisat protein ikan yang diolah dan disajikan menyerupai susu. Sejak 2017, Kementerian Kelautan dan Perikanan melakukan penelitian dan memproduksi susu ini dari beberapa ikan, seperti selar, belok, serta tamban. "Kita berharap masyarakat bisa mendapatkan asupan protein yang lebih tinggi di luar susu sapi atau susu mamalia lainnya," kata Direktur Pengolahan Kementerian Kelautan dan Perikanan Widya Rusyanto. 

Selain mengimpor bahan baku susu, pemerintah berpotensi mengimpor bahan pangan lain untuk memenuhi program makan bergizi gratis. Untuk sumber karbohidrat seperti nasi, misalnya, Indonesia butuh tambahan impor beras karena selama ini produksi nasional tak sebanding dengan konsumsinya. 

Hingga September 2024, Perusahaan Umum Badan Usaha Logistik mencatat realisasi impor sebanyak 2,4 juta ton dari alokasi 3,6 juta ton pada tahun ini. Direktur Utama Perum Bulog Wahyu Suparyono mengatakan bakal mengoptimalkan kuota tersebut demi memenuhi pasokan untuk program makan bergizi gratis. "Saya akan tuntaskan sisa impor itu untuk penguatan stok," katanya ketika ditemui Tempo di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis, 12 September 2024. 

Pekerja memerah susu sapi di peternakan Bintang Tani, Desa Ciherang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, 19 September 2024. ANTARA/Arif Firmansyah



Kepala Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan Institut Pertanian Bogor Yonvitner pun menyoroti risiko impor untuk program makan bergizi gratis. Menurut dia, sumber utama gizi dari ikan, daging, dan ayam bisa dihasilkan masyarakat tanpa impor. Artinya, pemenuhannya dapat dilakukan secara lokal, terutama ikan.

Melihat angka kecukupan gizi yang sekitar 57 gram protein dari 100 gram asupan makanan per hari, Indonesia butuh 4,4 juta ton protein per tahun. Angka ini tentu akan terus meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk Indonesia. 

Merujuk pada data statistik perikanan 2022, Yonvitner menghitung terdapat pasokan protein dari sektor perikanan sebanyak 3,1 juta ton per tahun. Pada tahun yang sama, ia menghitung terdapat pasokan dari sektor peternakan, yakni dari ayam sebanyak 1,07 juta ton dan daging sebanyak 204 ribu ton per tahun. 

Dari hitungan tersebut, berarti Indonesia bisa menghasilkan 4,37 juta ton, hanya selisih sekitar 1 persen dari kebutuhan protein nasional sebanyak 4,4 juta ton. "Namun perlu dicatat, hitung-hitungan itu baru asumsi ketersediaan bahan baku dan kebutuhan per tahun," katanya.

Namun Yonvitner menggarisbawahi bahwa kebutuhan tersebut bisa dipenuhi di dalam negeri tanpa harus impor. Kuncinya adalah mendorong program kemandirian ikan. Caranya antara lain mendorong produktivitas budi daya pada tingkat maju. Artinya, tingkat produksi harus dipacu sampai level usaha maksimum, sekitar 18 juta ton per tahun. Saat ini hasil penangkapan dan budi daya sektor perikanan sebanyak 14,42 juta ton. 

Selain itu, Yonvitner menilai pemerintah baru nanti perlu menyiapkan aneka asupan dari beberapa varian produk olahan ikan. Langkah lain adalah memperkuat sistem gudang dan resi pengolahan ikan sebagai langkah penguatan stok bahan baku. Hal yang tak kalah penting adalah membangun budaya makan ikan sehat dan bergizi. "Dengan empat langkah tersebut, pemenuhan gizi masyarakat dapat dipenuhi tanpa khawatir dibayangi oleh kekurangan bahan baku," ucapnya.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Septhia Ryanthie dari Solo dan M. Raihan Muzzaki berkontribusi dalam penulisan artikel ini.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus