Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah Kabupaten Pandeglang, Banten, membenarkan penurunan jumlah kunjungan wisatawan ke daerah itu usai mencuatnya isu potensi gempa megathrust di selatan selat Sunda. Kepala Dinas Pariwisata Pandeglang, Rahmat Zultika, menyatakan penurunan kunjungan terlihat dalam tiga pekan terakhir.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Kunjungan wisata memang menurun pasca-isu megathrust ini. Ada beberapa kelompok yang membatalkan kunjungan mereka seperti di Tanjung Lesung," kata Rahmat yang hadir secara daring dalam konferensi pers Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Senin, 26 Agustus 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Meski demikian, Rahmat meyakini penurunan jumlah kunjungan wisata tidak sepenuhnya disebabkan oleh isu potensi megathrust. Salah satunya, kata dia, bisa saja disebabkan telah berakhirnya masa liburan sekolah.
Bila dibandingkan dengan periode sebelum isu megathrust mencuat dan ramai diberitakan, Rahmat mengatakan jumlah kunjungan wisatawan di Pandeglang cenderung stabil. Dia tidak bisa memastikan berapa persentase penurunan kunjungan sebelum dan setelah ramainya isu megathrust.
"Harapan kami menjelang akhir tahun ini isu potensi megathrust ini tidak menguat," katanya.
Kabupaten Pandeglang berada di ujung barat bagian selatan Provinsi Banten, berhadapan langsung dengan selat Sunda dan Samudera Hindia, kawasan lempeng yang oleh Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) diidentifikasi berpotensi melepaskan megathrust yang tertahan selama lebih kurang 200 tahun.
Percakapan di media sosial dan pemberitaan media ramai membicarakan potensi megathrust di selatan Pulau Jawa dan lepas pantai barat Sumatera. Potensi megathrust bukan isu baru di Indonesia, namun kembali mencuat pasca BMKG merespon gempa megathrust yang terjadi di Jepang pada Kamis, 8 Agustus 2024.
"Kekhawatiran ilmuwan Jepang terhadap Megathrust Nankai saat ini sama persis yang dirasakan dan dialami oleh ilmuwan Indonesia, khususnya terhadap 'Seismic Gap' Megathrust Selat Sunda (M 8,7) dan Megathrust Mentawai-Siberut (M 8,9). Rilis gempa di kedua segmen megathrust ini boleh dikata 'tinggal menunggu waktu' karena kedua wilayah tersebut sudah ratusan tahun belum terjadi gempa besar," kata Daryono dalam keterangan tertulis, Rabu, 14 Agustus 2024.
Kepala Bidang Mitigasi Tsunami Samudera Hindia dan Pasifik BMKG, Suci Anugrah, mengatakan potensi megathrust di Indonesia didasari atas kajian ilmiah sehingga tidak dapat dihindari. Dia mengatakan yang perlu dilakukan adalah meningkatkan kesiapsiagaan dan mitigasi.
"Bahwa itu faktanya megathrust mencapai magnitudo 8,9 itu adalah berdasarkan kajian. Potensinya memang ada dan tidak bisa diketahui kapan terjadi. Yang perlu dibangun menyiapkan mitigasi agar dampak yang ditimbulkan bisa dikurangi," kata Suci dalam konferensi pers bersama Kemenparekraf, Senin, 26 Agustus 2024.