Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Chief Economist Permata Bank Josua Pardede menilai pemangkasan anggaran pemerintahan Presiden Prabowo Subianto bisa menekan konsumsi masyarakat dan belanja di daerah. Selain itu, pemangkasan ini juga akan berdampak terhadap program pembangunan dan penurunan daya beli masyarakat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Multiplier akan melemah, baik program daerah dan infrastruktur. Ini berisiko menurunkan daya beli,” kata Josua dalam paparan Economic Review 2024 secara virtual pada Senin, 10 Februari 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Presiden Prabowo Subianto menerbitkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 tentang Efisiensi Belanja dan Pelaksanaan APBN dan APBD Tahun Anggaran 2025 yang dikeluarkan Prabowo Subianto pada 22 Januari 2025. Ia menargetkan penghematan sebanyak Rp 50,5 triliun dana transfer ke daerah (TKD). Sehingga secara keseluruhan, APBN ditargetkan mengalami efisiensi senilai Rp 306,6 triliun.
Selain menekan konsumsi dan menurunnya daya beli masyarakat, Josua mengatakan pemangkasan ini juga akan berdampak pada proyek yang didanai menggunakan anggaran daerah. Akibatnya, para pekerja konstruksi dan jasa, sektor pariwisata, dan dan pendapatan daerah juga turut terdampak. “Dampaknya juga ke jasa pariwisata,” katanya.
Ekonom dan Pakar Kebijakan Publik UPN Jakarta Achmad Nur Hidayat juga angkat bicara soal Instruksi Presiden Prabowo memangkasan anggaran kementerian dan lembaga hingga pemerintah daerah. Ia menilai kebijakan itu tidak akan efektif karena tak menyentuh masalah mendasar yakni struktur kabinet yang besar dan kompleks.
Padahal, menurut dia, perampingan kementerian dan lembaga negara dapat menjadi solusi efisiensi yang lebih substansial. "Kabinet yang terlalu gemuk akan mengakibatkan pemborosan anggaran dalam bentuk biaya operasional, tunjangan, hingga birokrasi yang semakin berbelit," ujar Achmad seperti dikutip dari Antara, Senin, 10 Februari 2025. "Pemerintahan Prabowo harus berani mengevaluasi kembali efektivitas kementerian dan lembaga yang ada."
Ia menilai kabinet yang terlalu gemuk tersebut karena terlalu dipengaruhi oleh kompromi politik daripada kebutuhan fungsional pemerintahan. Akibatnya koordinasi kebijakan menjadi tidak efisien dan membebani anggaran negara.
Achmad juga menyoroti kebijakan pemangkasan anggaran yang tak disertai dengan strategi agar tak menghambat kinerja kementerian dan program pemerintah yang telah dirancang sebelumnya. Menurut dia, efisiensi anggaran seharusnya tidak hanya berorientasi pada pemotongan belanja negara, tetapi juga pada optimalisasi penggunaan dana yang tersedia.
"Misalnya, anggaran yang dikurangi dari pos kementerian bisa dialokasikan ke program yang lebih prioritas, seperti belanja infrastruktur publik, bantuan sosial yang menyasar kelompok rentan, serta program penciptaan lapangan kerja," tutur dia.
Pilihan Editor: Soal PHK Massal Karyawan RRI dan TVRI, Menteri Yassierli: Belum Melihat secara Spesifik