Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Direktur PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. alias BNI Henry Panjaitan menyatakan salah satu langkah yang ditempuh perusahaan untuk menjaga margin bisnis adalah melakukan efisiensi biaya dana. Perseroan membuka opsi efisiensi biaya dana atau cost of fund di antaranya melalui penurunan suku bunga deposito secara bertahap.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Penurunan suku bunga tersebut seiring dengan tren yang dilakukan Bank Indonesia memangkas suku bunga acuannya beberapa waktu belakangan ini. "Untuk jangka pendek opsi tersebut belum menjadi pilihan namun tidak menutup dilakukan review untuk bulan ke depan," kata Henry, Jumat, 18 September 2020.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Henry menjelaskan, likuiditas BNI cukup ample sampai dengan kuartal III tahun 2020. Hal tersebut didorong oleh pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) yang lebih cepat dibandingkan kredit.
Adapun DPK BNI per Juli 2020 tercatat senilai Rp 624 triliun atau tumbuh 13,4 persen secara year on year (yoy). Adapun pertumbuhan tertinggi berasal dari giro yang mencapai Rp 204 triliun.
Lebih jauh, Henry menyebutkan, upaya efisiensi biaya bunga di BNI terlihat dari turunnya cost of fund dari 3,2 persen pada Juni 2019 menjadi 2,9 persen pada Juni 2020. Hal ini berdampak pada net interest margin BNI yang penurunannya relatif moderat dibandingkan industri yang saat ini berada pada kisaran 4,5 persen per Juni 2020.
Sementara per 14 September 2020, suku bunga deposito BNI telah berada di kisaran 3,5 persen. Angka itu lebih rendah dari periode yang sama tahun sebelumnya yang berada pada level maksimal 4,75 persen.
Henry pun meyakini, penurunan suku bunga tersebut tidak akan berdampak pada likuiditas perseroan. "Memperhatikan kondisi pasar saat ini, penurunan suku bunga deposito diyakini tidak berdampak terhadap likuiditas bank," katanya.
Secara keseluruhan Bank Indonesia mencatat pertumbuhan kredit industri perbankan pada Agustus 2020 masih cukup rendah. Kredit industri perbankan tumbuh 1,04 persen (yoy) sedangkan pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) tercatat 11,64 persen (yoy) pada Agustus 2020.
Pertumbuhan DPK tersebut juga diikuti dengan penurunan Giro Wajib Minimum (GWM) sekitar Rp 155 triliun. Walhasil likuditas perbankan semakin berlimpah.'
Longgarnya kondisi likuiditas mendorong tingginya rasio Alat Likuid terhadap Dana Pihak Ketiga (AL/DPK) yakni 29,22 persen pada Agustus 2020 dan rendahnya suku bunga PUAB overnight, sekitar 3,31 persen pada Agustus 2020.
Longgarnya likuiditas serta penurunan suku bunga acuan (BI7DRR) berkontribusi menurunkan suku bunga deposito dan kredit modal kerja pada Agustus 2020 dari 5,63 persen dan 9,47 persen pada Juli 2020 menjadi masing-masing 5,49 persen dan 9,44 persen.
BISNIS