Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Joko Widodo atau Jokowi mengatakan tidak ingin membahas perpanjangan izin ekspor konsentrat tembaga PT Freeport. Jokowi menyebut pemerintah masih dalam proses negosiasi penambahan saham dan perpanjangan kontrak PT Freeport dan regulasinya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Ini negosiasinya dirampungkan dulu baru ngurus yang selanjutnya," kata Jokowi ditemui usai acara di kawasan Ancol, Jakarta Utara, Kamis, 28 Maret 2024. "ya namanya negosiasi kan udah lama ini. alot, alot banget."
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Freeport beberapa kali menyuarakan harapan agar izin ekspor konsentrat tembaga tetap dibuka. Perusahaan itu seharusnya sudah tidak bisa mengekspor konsentrat tembaga sejak tahun lalu karena pemerintah melarang ekspor sejumlah mineral mentah mulai 10 Juni 2023 untuk mendorong peningkatan nilai tambah mineral di dalam negeri.
Tapi peraturan ini dikecualikan untuk empat perusahaan yang sudah menyelesaikan separuh konstruksi smelter. Freeport salah satunya.
Freeport boleh mengekspor konsentrat tembaga sampai 31 Mei 2024 dengan denda sebesar 20 persen dari nilai total penjualan mineral mentah ke luar negeri setiap periode. Perusahaan itu juga harus membayar bea keluar sebesar 7,5 persen.
Para petinggi freeport menemui Jokowi di Istana pada Kamis, 28 Maret 2024. Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Tony Wenas, Chairman & CEO Freeport McMoran Richard C Adkerson dan CFO Freeport-McMoran Kathleen L. Quirk menyambangi Istana Kepresidenan Jakarta pada Kamis, 28 Maret 2024, untuk bertemu Presiden Joko Widodo.
Mereka enggan membahas soal negosiasi terbaru freeport bersama Indonesia. Tony bilang itu sudah dibahas di Washington DC pada November 2024.
Tony menyoroti urgensi perpanjangan izin ekspor konsentrat tembaga dari pemerintah. Ditanya soal pembahasan perpanjangan izin ekspor konsentrat saat bertemu Jokowi, Tony tak menjawab lebih jauh. "Itu kan pembicaraan lewat level menteri. Masa sama presiden. Nanti aja, nanti tanya menteri," kata Tony.
Ia hanya menjelaskan relaksasi izin ekspor konsentrat penting agar penerimaan negara tak berkurang. “Kalau kita gak bisa ekspor, penerimaan negara juga akan berkurang kira-kira US$ 2,2 miliar atau sekitar Rp 30 triliun dengan harga sekarang,” kata Tony. Dalam hitungannya, kerugian itu bisa terjadi dalam kurun waktu Juni hingga Desember 2024.
Sebelumnya, dalam wawancara dengan Tempo, Tony menjelaskan kalau tidak ada relaksasi izin ekspor konsentrat, Freeport bakal menurunkan angka produksi. Misalnya produksi tembaga yang awalnya bisa 1,7 miliar pound akan berkurang menjadi 1,4 miliar pound. Produksi emas yang bisa mencapai 2 juta ons akan berkurang menjadi 1,6 juta ons.
Pilihan Editor: Jokowi Terbitkan Aturan Pencairan THR dan Gaji Ke-13 untuk PNS, Berikut Regulasi dan Besaran Tiap Golongan