PT Regnis Indonesia, perakit mesin jahit Singer yang baru go public akhir 1983, sudah tak membagikan dividen. Perusahaan itu merugi sehingga pabriknya di Sidoarjo, Jawa Timur terpaksa melakukan PHK sebagian dari 530 karyawan dan 60 tenaga ahlinya. Berbagai hai dituturkan direksi Regnis sebagai penyebab perusahaan modal asing (AS) itu merugi. Pasaran Singer kini seret - meleset dari perkiraan akan naik sekitar 10%. Dikatakan bahwa penyebabnya adalah persaingan dengan merk-merk perusahaan lokal yang entah bagaimana bisa menjual lebih murah. Konsumen umumnya masih cenderung mencari barang murah kendati mutu lebih rendah. Tapi, produksi mesin jahit nasional memang turun, dari 600.000 unit (1978/1979) jadi kurang lebih 200.000 (1984/1985). Sedang biaya produksi Singer semakin mahal karena bahan baku pokok, cost iron, masih harus diimpor dari AS, Jerman, dan Taiwan - tentu dalam nilai valuta asing yang semakin tinggi kursnya. Belum lagi beban bunga pinjaman dari berbagai bank. Akibat tingginya biaya itu, serta seretnya pemasaran, terpaksa Regnis menjual produknya dengan kredit, dengan keuntungan hanya sekitar 2%. Namun, sistem perpajakan yang baru, ternyata kini dilihat ikut "merongrong" keuntungan perusahaan. Untuk meningkatkan efisiensi, tahun lalu, perusahaan melakukan perbaikan manajemen dengan biaya Rp 10 milyar. Sebenarnya masih direncanakan untuk itu lima tahun lagi dengan biaya Rp 25 milyar. Ternyata, kini Regnis sudah harus melakukan PHK. Rencana perluasan usaha tahun 1985 ini ke bidang produk elektronik juga terpaksa ditangguhkan. Penciutan juga menimpa perusahaan lokal penopang Singer. Pabrik kaki mesin jahit milik keluarga M. Dardhiri di Klaten, misalnya, dulu biasa mendapat pesanan 4.000 unit, kini tinggal 2.000. Dardhiri sudah sejak 1960 mengadakan perjanjian dengan Singer. Dua pabrik Dardhiri, dengan 19 unit mesin pengecor berkapasitas 25.000 ton, juga melayani pesanan pompa air dan penggiling tebu. Pesanan kini berkurang, sehingga 75 karyawannya hanya menjalankan pabrik itu dua hari sekali. Untung, mereka belum di-PHK.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini