Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kejatuhan harga minyak dunia hingga level US$ 36 per barel memukul kinerja perusahaan energi. Banyak perusahaan yang menempuh jalan efisiensi untuk bertahan hidup. Ada yang mengurangi jumlah karyawannya, menghentikan kegiatan eksplorasi, atau menekan biaya investasi.
PT Pertamina Hulu Energi ikut merasakan dampak negatif turunnya harga minyak. Anak usaha PT Pertamina (Persero) ini menargetkan penghematan biaya operasi minimal 30 persen. Investasi tahun ini juga bakal disunat hingga 40 persen supaya perusahaan bisa bertahan.
Gunung bercerita kepada wartawan Tempo, Robby Irfany Maqoma, di kantor dia, Kamis pekan lalu, seputar imbas penurunan harga minyak dan strategi baru perusahaan.
Bagaimana perusahaan meminimalisasi dampak penurunan harga minyak?
Saya mengumpulkan direksi, general manager, dan semua pekerja Pertamina Hulu untuk menghemat paling tidak 30 persen. Saya kasih gambaran situasi sekaligus penjelasan hasil kinerja 2015.
Kami patuh terhadap arahan Pertamina untuk tidak melakukan pemutusan hubungan kerja, meskipun kontraktor kontrak kerja sama lain melakukan hal tersebut. Yang kedua, kami diminta menghindari penurunan gaji. Dua hal itu kami pegang.
Penghematan apa yang telah dilakukan?
Kami memberikan pengertian kepada pekerja untuk prihatin. Dari hal-hal kecil, misalnya pengurangan fasilitas mobil dan bantuan BBM. Waktu menyala listrik kantor, yang selama ini dari pukul 06.00 sampai 16.00, kami kurangi dua jam. Fasilitas lain yang bersifat eksklusif, seperti olahraga, dihapus. Sekarang kami berfokus pada senam pagi saja.
Belanja operasional kami dalam RKAP (Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan) 2015 sekitar US$ 1,034 miliar.
Kami coba turunkan 30-40 persen. Mungkin sekitar US$ 600-700 juta. RKAP awal itu asumsi harga minyak US$ 50 per barel, sekarang kan sekitar US$ 30 per barel. Kami mencoba merenegosiasi kontrak semaksimal mungkin. Bahkan, kalau kontrak tersebut tidak bisa dinego, ya diputus. Kalaupun putus kontrak ada penalti yang lebih murah dibanding sewa, ya kami lakukan itu.
Lalu pengadaan kami (lakukan) eskalasi ke korporasi. Dulu, anak perusahaan PHE yang melakukan negosiasi, sekarang kami tarik semua. Penurunannya variatif, bisa 30 atau 20 persen per kontrak.
Bagaimana dengan belanja modal?
Pada 2015, kami bisa menghemat investasi sekitar 15 persen. Nah, pada 2016, untuk investasi bukan berdasarkan persentase, melainkan keekonomian dari rencana investasi. Kalau ada proyek yang tidak bisa ekonomis, angka pengembalian investasinya negatif, ya kami drop. Investasi kami bisa saja dipangkas hingga 40 persen (dari rencana belanja modal PHE sebesar US$ 686 juta).
Kami juga mengevaluasi rencana kerja, seperti eksplorasi. Bukan ditiadakan, kami tetap lakukan, tapi sebatas studi. Kegiatan di wilayah non-konvensional juga kami evaluasi semua. Ongkos produksi dipangkas, tapi produksi tidak turun. Itu tidak mudah.
Bagaimana cara menjaga profil produksi di semua anak usaha?
Caranya shifting. Misalnya, pengeboran pengembangan (development drilling) yang mahal, kami pindahkan ke kerja ulang (work over), sehingga biayanya lebih murah, tapi berkontribusi pada produksi. Shifting juga dilakukan dari minyak ke gas. Pada 2015, jumlah OE (oil equivalent) kami naik. Minyaknya memang turun, tapi gasnya naik, sehingga secara ekuivalen naik.
Bukankah menjual gas butuh waktu?
Shifting untuk lapangan gas yang ada. Kalau lapangan baru, kami tunda. Misalnya lapangan GG (Blok Offshore North West Java), potensi gasnya 37 BBTUD (billion British thermal unit per day), sekarang masih terjual di Balongan 25-30 BBTUD. Di situ ada 10 BBTUD yang bisa kami jual. Kami mencari pasar baru untuk monetisasi. Lalu Blok Jambi Merang, kemudian Blok B dan Blok NSO, gas siap jual, tinggal menunggu pembeli.
Berarti RKAP akan direvisi?
Ada kemungkinan. Indikator kinerja kami bukan hanya produksi, tapi juga laba. Kalau dapat berproduksi, tapi tidak meraih laba positif, untuk apa? Minyaknya bisa disimpan, tidak harus berproduksi sekarang.
Berapa target produksi pada tahun ini?
Produksi gas kami rencananya 652 MMSCFD (million metric standard cubic feet per day). Produksi minyak yang turun, dari 66,3 ribu bph (barel per hari) pada 2015 menjadi 63,9 ribu bph pada 2016.
Biodata:
Lahir: Semarang, 23 Januari 1963
Pendidikan terakhir: Pascasarjana Manajemen Industri, Universitas Indonesia, 2000
Karier:
Organisasi:
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo