Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ringkasan Berita
Petani kesulitan menggunakan Kartu Tani untuk membeli pupuk bersubsidi.
Penyaluran Kartu Tani di Jawa dan Madura hanya mencapai 12 persen.
Ganjalan penyaluran pupuk bersubsidi juga berasal dari tata kelola distribusi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JAKARTA — Kartu Tani ditengarai menjadi salah satu penyebab seretnya penyaluran pupuk bersubsidi. Wakil Ketua Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat, Dedi Mulyadi, menyarankan agar pemerintah menghentikan sementara program Kartu Tani hingga siap digunakan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kartu Tani merupakan terobosan pemerintah untuk penyaluran subsidi tepat sasaran. Petani diberikan kartu yang berfungsi seperti kartu anjungan tunai mandiri (ATM) untuk membeli pupuk dengan harga subsidi. Kartu tersebut digesek di mesin pembaca data elektronik (electronic data capture/EDC) yang tersedia di kios agen penjualan pupuk bersubsidi.
Namun, kata Dedi, urusan menggesek kartu ini tak semudah yang dibayangkan. Pemiliknya harus lebih dulu mengisi dana ke dalam kartu. "Artinya, petani harus pergi ke bank dulu karena mereka tidak punya mobile banking dan tidak semua punya dana cukup untuk mengisi saldonya," kata dia kepada Tempo, kemarin.
Pupuk produksi PT Petrokimia Gresik (PG) di Jakarta. TEMPO/Tony Hartawan
Menurut Dedi, selama ini petani banyak yang berutang lebih dulu untuk mendapatkan pupuk. Selain itu, Kartu Tani ditujukan bagi petani yang tergabung dalam kelompok tani serta memiliki lahan dengan luas di bawah 2 hektare. Dedi mempertanyakan hak para petani yang tak tergabung dalam kelompok serta para petani penggarap yang menyewa sewa lahan.
Dari seluruh petani yang telah terdaftar sebagai penerima subsidi, belum semua mendapatkan Kartu Tani. Ketua Komisi IV DPR, Sudin, memberi contoh terdapat 687 ribu petani di Lampung tapi baru 55 ribu orang yang menerima kartu itu.
Berdasarkan data Kementerian Koordinator Perekonomian, realisasi implementasi Kartu Tani di Jawa dan Madura yang ditargetkan bisa 65 persen, pada 2020 nyatanya hanya mencapai 12 persen. Berdasarkan data Himpunan Bank Milik Negara, hingga 31 Desember, terdapat 7,28 juta Kartu Tani yang dibagikan kepada petani. Dari jumlah itu, baru 1,84 juta kartu yang digunakan oleh petani.
Asisten Deputi Prasarana dan Sarana Pangan dan Agribisnis Kemenko Perekonomian, Ismarini Syamsir, menyatakan terdapat sejumlah kendala dalam implementasi Kartu Tani. Salah satunya adalah jaringan Internet untuk mengakses mesin EDC. Bahkan di Pulau Jawa masih terdapat beberapa wilayah yang tidak mendapat akses Internet. "Kami sudah berkoordinasi dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika untuk masalah ini," ujarnya.
Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) telah diminta menginventarisasi wilayah blank spot. Pada 1 September lalu, Bank Rakyat Indonesia (BRI) mencatat 2.819 desa di 15 provinsi belum terjangkau Internet.
Petani menebar pupuk di lahan sawah, kawasan Jelekong, Kecamatan Baleendah, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. TEMPO/Prima Mulia
Kendala penyaluran subsidi pupuk juga berasal dari tata kelola distribusi. Direktur Utama PT Pupuk Indonesia (Persero), Ahmad Bakir Pasaman, mengaku tidak bisa menyalurkan pupuk sebelum menerima surat keputusan (SK) alokasi pupuk bersubsidi dari pemerintah daerah.
Dia memberi contoh, untuk program penyaluran pupuk pada 2021, terdapat 483 kabupaten dan kota penerima subsidi. Namun 217 kabupaten dan kota di antaranya belum menyerahkan SK hingga 15 Januari lalu. "Ini yang menyebabkan penyalurannya terhambat," tuturnya.
Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Kementerian Pertanian, Sarwo Edhy, menyatakan telah meminta pemerintah daerah segera memproses penerbitan surat keputusan.
Head of Corporate Communication Pupuk Indonesia, Wijaya Laksana, menyatakan telah memperbaiki aspek produksi untuk membantu memperlancar penyaluran subsidi pupuk. Salah satunya dengan melakukan efisiensi terhadap harga pokok produksi (HPP) sebesar 5 persen, sehingga menghasilkan efisiensi Rp 2,45 triliun. "Kami juga membangun pabrik baru hemat energi untuk menekan biaya produksi," kata dia.
VINDRY FLORENTIN
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo