Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Peneliti atau Data Analyst Continuum dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Maisie Sagita mengungkap hasil analisisnya berjudul Taat Bayar Pajak di Era Fenomena Pejabat Pamer Harga. Analisisnya menjelaskan kasus seperti pejabat pamer harta (Rafael Alun Trisambodo), hingga dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU), membuat warganet mengeluh soal pajak di media sosial Twitter.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Pamer harta yang dilakukan oleh pejabat dan keluarga menjadi isu paling disorot publik,” ujar dia dalam diskusi virtual pada Selasa, 28 Maret 2023.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Maisie melakukan analisis pengguna Twitter berbasis big data yang dapat merepresentasikan opini publik secara real-time. Sedangkan alasan menggunakan media Twitter, karena merupakan salah satu sosial media populer di Indonesia dan banyak digunakan oleh orang-orang untuk menyampaikan berita, opini, komentar, kritik, maupun saran.
Unggahan atau tweet itu dikumpulkan, ke disaring dari media dan buzzer. Tujuannya agar menunjukkan opini masyarakat sepenuhnya, bukan opini dari media atau buzzer. Tweet yang sudah disaring itu kemudian dianalisa, ada analisa exposure-nya, analisa sentimennya, maupun analisasi topik perbincangannya.
“Dari data tersebut kami mencoba menganalisa bagaimana respons masyarakat terhadap kondisi perpajakan Indonesia. Yang kami dapatkan, hampir semua masyarakat di internet mengutarakan keluhan terkait pajak dan perilaku pegawai pajak,” kata dia.
Selanjutnya: Karena keluhan, menurut Maisie....
Karena keluhan, menurut Maisie, maka konteks sentimennya berarti menunjukkan persepsi yang negatif. Keluhan terbesar yang diutarakan itu adalah sebesar 62,7 persen masyarakat merasa lelah, karena sudah susah kerja, tapi kalau beli barang kena pajak. “Lalu, sebesar 21,6 persen yang merasa resah dengan kelakuan pegawai dan pejabat pemerintahan yang pamer harta,” kata dia.
Untuk data yang digunakan adalah data unggahan warganet Twitter dari 17 Februari-23 Maret 2023 atau sekitar 5 minggu. Indef mendapatkan sekitar 680 ribu perbincangan atau tweet dari sekitar 460 ribu user, di mana hampir 80 persen user tersebut berlokasi di Pulau Jawa.
Maisie juga melihat ada tiga spike atau puncak perbincangan yang terjadi. Pertama itu terjadi karena adanya kasus penganiayaan yang dilakukan anak pegawai pajak. Kedua, masyarakat mulai menyoroti kinerja dari Kementerian Keuangan mengingat Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak atau DJP) berada di bawahnya.
“Lama-kelamaan narasi mulai berkembang sehingga memunculkan adanya indikasi transaksi mencurigakan (lebih dari) Rp 300 triliun. Masyarakat mulai speak-up atau mulai menceritakan pengalaman terkait dengan penarikan pajak untuk berbagai macam barang. Hal ini menyebabkan spike yang ketiga,” tutur Maisie.
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini