Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Kembalinya Pekerjaan yang Hilang

Pekerjaan pemeriksaan barang ekspor kembali jatuh ke tangan Bea Cukai. Negara bisa berhemat Rp 260 miliar setahun.

5 Agustus 2001 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KEPERCAYAAN yang hilang itu akhirnya kembali diraih. Setelah 15 tahun tidak dipercaya menangani pemeriksaan barang ekspor, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai akhirnya mendapatkan kembali pekerjaan itu. Kepastian itu tertuang dalam surat tertanggal 27 Juli 2001 yang ditandatangani Sekjen Departemen Keuangan, Widjanarko, atas nama Menteri Keuangan. Isi surat menyatakan bahwa Departemen Keuangan tidak memperpanjang kerja sama dengan PT Sucofindo, terhitung mulai 1 Agustus 2001. Pekerjaan yang selama ini dikerjakan Sucofindo pun beralih tangan ke Bea Cukai. Berdasarkan kesepakatan dengan DPR, Menteri Keuangan diminta mencabut kontrak jasa verifikasi pemeriksaan barang ekspor dengan Sucofindo. Merujuk pada Undang-Undang Kepabeanan, wewenang pemeriksaan barang ekspor dan impor memang ada di Direktorat Bea dan Cukai. "Di mana pun di seluruh dunia, pemeriksaan fisik barang ekspor dilakukan oleh bea cukai," kata Dirjen Bea dan Cukai, Permana Agung. Nah, dengan kembalinya Bea Cukai menangani pemeriksaan barang ekspor, negara pun bisa menghemat Rp 260 miliar setahun—ongkos jasa yang selama ini dibayarkan kepada Sucofindo. Betul, negara bisa menghemat anggaran. Sebaliknya, kalangan pengusaha tampaknya khawatir anggaran perusahaannya bisa membengkak. Ketua Umum Gabungan Pengusaha Eksportir Indonesia, Amiruddin Saud, tidak yakin Bea Cukai mampu mengambil alih tugas Sucofindo. Amirudin, becermin pada masa lalu, melihat pemeriksaan barang impor yang dilakukan Bea Cukai banyak menimbulkan masalah. Laporan yang ditulis tidak sesuai dengan barangnya. Misalnya, barang yang di-kirim ke luar negeri seharga US$ 100 tapi di-tulis hanya US$ 40. "Urusan impor saja belum bisa dikuasai, kok mengambil ekspor," gerutu Amiruddin. Sementara itu, selama15 tahun ini kalangan eksportir merasa tidak punya masalah dengan Sucofindo. "Tidak ada pungli, tidak ada hambatan apa-apa. Dan hubungan antara Sucofindo dan para pengusaha sudah terjalin dengan baik," ujar Amiruddin. Bayangan era tahun 1980-an ketika pemeriksaan barang ekspor ditangani Bea Cukai, sewaktu birokrasi ekspor harus melalui banyak meja dan pungli merajalela, membuat para eksportir seperti Amiruddin Saud pesimistis Bea Cukai bisa memberikan pelayanan yang baik. Saking pesimistisnya, Amiruddin sampai meminta agar Presiden Megawati Sukarnoputri membatalkan surat Departemen Keuangan mengenai pengalihan tugas itu. Permana sendiri memaklumi bahwa masih ada pandangan negatif terhadap Bea Cukai. Masyarakat memang melihat sosok Bea Cukai pada era tahun 1980-an. "Padahal sekarang Bea Cukai sudah berubah," katanya. Menurut dia, prestasi instansi yang dipimpinnya itu be-lakangan ini cukup baik. Bea Cukai Indonesia menempati peringkat pertama di Asia Tenggara dalam menggagalkan penyelundupan narkoba. Sedangkan pada tingkat dunia, Indonesia menduduki peringkat kelima. Bea cukai juga memiliki post audit yang terbaik di Asia Tenggara. Karena itu, di kawasan Asia Tenggara, menurut Permana, post audit Bea Cukai selalu menjadi bahan rujukan. Karena itu, Permana yakin Bea Cukai—memiliki 125 cabang dan 11.600 karyawan—siap mengerjakan kembali tugas yang dulu pernah dikerjakannya. Setidaknya sudah enam bulan Bea Cukai mempersiapkan diri. Sekitar Rp 23 miliar telah dibelanjakan untuk menyusun sistem, prosedur aplikasi komputer, sumber daya manusia, serta sarana dan prasarana. Menurut Permana, pihaknya juga telah mengubah cara pandang terhadap eksportir. Dulu eksportir memang dilihat sebagai pihak yang dicurigai berbuat jahat sehingga disiapkan banyak meja untuk memperketat pemeriksaan. Kini, ia berjanji, hanya 30 persen dari total barang ekspor yang akan diperiksa. Barang yang diperiksa pun hanya barang-barang yang dicurigai. "Kalau kita periksa semua, barang jadi terlambat dikirim," kata Permana, yang menjanjikan pelayanan minimal sama seperti yang diberikan Sucofindo. Nah, para eksportir tinggal melihat saja apakah semua janji itu akan terbukti di lapangan. Hartono, Agus S. Riyanto

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus