Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif menyebut implementasi perdagangan karbon memiliki sejumlah tantangan menarik. Namun, pemerintah berkomitmen melakukannya untuk menurunkan emisi gas rumah kaca.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Saya tidak katakan berat, tidak katakana ringan. Tapi menarik,” kata Arifin dalam acara Peluncuran Perdagangan Karbon Subsektor Pembangkit Tenaga Listrik di Indonesia yang disiarkan melalui YouTube Kementerian ESDM, Rabu, 22 Februari 2023.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Arifin berujar, di tengah meningkatnya inflasi dan harga energi, kebijakan ini perlu dipastikan dan dilaksanakan secara adil, efektif, dan terintegrasi antara kebijakan iklim dan kebijakan sosial. Banyak negara masih menerapkan kebijakan sosial.
Dia menjelaskan, penetapan carbon pricing atau harga karbon merupakan salah satu kebijakan yang dapat meningkatkan efisiensi energi. Selain itu, juga mengurangi ketergantungan pada energi karbon dan ketergantungan terhadap energi impor. Carbon pricing, kata dia, juga bisa menjadi sumber pendapatan bagi perusahaan maupun pemerintah.
Merujuk laporan World Bank pada 2022, Arifin melanjutkan, pendapatan global dari carbon pricing meningkat hampir 60 persen dibanding 2021, yakni sekitar US$ 84 miliar.
Adapun dalam sub sektor pembangkit tenaga listrik, nilai ekonomi karbon akan diselenggarakan melalui penetapan perdagangan karbon. Arifin berujar, untuk mendukung kebijakan tersebut, telah diterbitkan Peraturan Menteri ESDM Nomor 16 Tahun 2022 tentang Tata Cara Penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon Subsektor Pembangkit Tenaga Listrik. Mengacu regulasi tersebut, perdagangan karbon di subsektor tenaga listrik akan dilaksanakan dalam tiga fase.
“Fase pertama, pada 2023, pertama kali akan dilaksanakan pada PLTU batu bara yang terhubung jaringan listrik PLN,” ujar Arifin.
Selanjutnya secara bertahap pada fase kedua dan ketiga, pemerintah akan menerapkan kebijakan tersebut pada pembangkit listrik fosil selain PLTU batu bara. Termasuk yang mengaliri listrik di luar wilayah usaha PLN. “Untuk peningkatan pemahaman dan keberlanjutan, Kementerian ESDM akan melakukan sosialisasi, peningkatan kapasitas, evaluasi dan fasilitasi kepada pemangku kepentingan yang terlibat,” beber Arifin.