Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Asisten Deputi Prasarana dan Sarana Pangan dan Agribisnis Kemenko Perekonomian Ismarini menyatakan harus ada upaya serius untuk menyelamatkan Indonesia dari krisis pangan. Dia mengatakan hingga saat ini Indonesia masih berada pada posisi rentan di tengah ancaman krisis iklim dan penurunan produksi beras.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ismarini mengatakan indeks ketahanan pangan Indonesia juga masih rendah, berada di posisi 63 dari 113 negara pada 2023. Posisi tersebut berkemungkinan akan merosot pada 2024 ini.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Indonesia selalu disebut-sebut sebagai negara agraris dengan populasi yang bekerja di sektor pertanian yang besar. Tapi ironisnya kita masih impor beras dan petani kita masih berada di bawah garis kemiskinan dengan jumlahnya yang cukup besar,” ujar Ismarini saat berbicara dalam forum diskusi tentang Pangan Berkelanjutan dan Adaptasi Teknologi, di Jakarta, Rabu, 31 Juli 2024.
Ismarini menjelaskan negara seperti Jepang, Korea Selatan, Vietnam dan Thailand, bisa menciptakan ketahanan pangan melalui penerapan bioteknologi. Indonesia harus menjajal langkah tersebut jika ingin lepas dari ketergantungan impor pangan.
Dia berujar saat ini Kemenko Perekonomian mendukung penuh upaya penerapan bioteknologi dalam pertanian “Pada 2019 Kemenko Perekonomian telah menerbitkan peta jalan bagi pangan produk rekayasa genetik (PRG), yang tahun ini kami akan merevisi dengan mengupdate penggunakan teknologi baru, kelembagaan serta regulasi pendukung PRG,” katanya.
Ismarini mengatakan sektor pertanian harus diperbaiki agar bisa membawa Indonesia terbebas dari middle income trap. Salah satu caranya, ujar dia, yakni dengan penerapan bioteknologi dalam industri perbenihan.
Ismarini menambahkan, rapuhnya sistem ketahanan pangan Indonesia tampak dari jumlah impor yang terus meningkat. Pada 2022, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat impor beras sebanyak 429 ribu ton.
Setahun kemudian, jumlah impor beras melonjak tujuh kali lipat menjadi 3 juta ton. Ismarini bilang tahun ini impor beras diperkirakan mencapai 6 juta ton.
“Jadi kalau kita tarik garis besar, maka Indonesia saat ini bisa dibilang dalam kondisi darurat pangan yang kita lihat tadi dari peringkat indeks ketahanan pangan kita, dan juga besarnya impor beras yang kita lakukan, dan juga impor terhadap komoditas lain,” ujarnya.
Saat rapat pengendalian inflasi dengan Kementerian Dalam Negeri pada Senin, 29 Juli, 2024, Perum Bulog menyatakan sudah mengimpor 2,5 juta ton beras sepanjang semester pertama 2024. Adapun rencana impor beras periode Mei hingga Desember ditargetkan sebanyak 3,40 juta ton.
Direktur lembaga kajian Next Policy Yusuf Wibisono mengatakan bila realisasi impor beras itu terwujud, Indonesia akan jadi importir beras terbesar di dunia. Jumlah impor yang mencapai 6 juta ton itu akan melampaui rekor dalam 25 tahun terakhir. Yusuf mengatakan jumlah impor beras pernah menyentuh angka 4,75 juta ton pada 1999.
"Angka ini juga akan menjadikan Indonesia sebagai negara importir beras terbesar di dunia, mengalahkan Filipina yang rata-rata mengimpor beras sekitar 4 juta ton setiap tahunnya,” kata Yusuf.
Annisa Febiola terlibat dalam penulisan artikel ini.