Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

Ketergantungan Beras Impor Meningkat, Indef: Swasembada Pangan Sulit Tercapai

Ekonom Indef mengatakan Indonesia sulit mencapai swasembada pangan di saat ketergantungan pada beras impor justru meningkat.

15 Agustus 2024 | 08.47 WIB

Image of Tempo
material-symbols:fullscreenPerbesar
Pekerja memikul karung beras di Gudang Bulog, Medan, Sumatera Utara, Selasa, 28 Mei 2024. Perum Bulog Kantor Wilayah Sumatera Utara menerima beras impor dari Thailand sebanyak 10 ribu ton dan dari Pakistan sebanyak 10 ribu ton. ANTARA/Yudi Manar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Ekonom senior dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Tauhid Ahmad, menyatakan keraguannya terkait kemampuan Indonesia untuk mencapai swasembada pangan dalam tiga tahun ke depan. Menurut dia, tantangan besar dalam produksi pangan, khususnya beras, membuat target swasembada pangan sulit terealisasi tanpa adanya upaya ekstensifikasi besar-besaran.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Swasembada pangan itu berarti kita memproduksi barang tersebut untuk menutup kebutuhan kita 100 persen, no impor, tidak ada impor," ujar Tauhid saat ditemui Tempo di Jakarta Pusat, Rabu, 14 Agustus 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Mantan direktur eksekutif Indef ini menyatakan keraguannya pada swasembada pangan bila tak ada ekstensifikasi besar-besaran dalam 3 tahun. "Saya kurang yakin kalau misalnya sampai 3 tahun kita bisa swasembada, kalau tidak ada upaya ekstensifikasi besar-besaran," paparnya.

Tauhid menyoroti kenaikan angka impor beras yang telah dilakukan oleh Indonesia dari tahun ke tahun. "Kenyataannya pada tahun lalu kita masih mengimpor sekitar 2,4 hingga 3 juta ton beras. Tahun ini juga 3 juta ton, atau bahkan lebih," kata dia.

Ia menjelaskan, salah satu faktor utama yang menghambat pencapaian swasembada pangan adalah laju konversi lahan subur di Pulau Jawa yang sangat cepat. Di sisi lain, upaya untuk membuka lahan baru di luar Jawa belum menunjukan hasil yang signifikan.

"Dalam lima tahun terakhir, meskipun sudah ada upaya untuk memperluas lahan di luar Jawa, produksi beras justru cenderung menurun," tambahnya.

Tauhid menambah, akan ada tantangan lain yang muncul dari program-program pemerintah, seperti program makan gratis. Akan ada permintaan kebutuhan domestik yang lebih besar dari sebelumnya. Menurut dia, dengan kebutuhan tambahan program makan gratis ini, upaya mencapai swasembada pangan akan semakin sulit jika tidak ada perluasan lahan yang signifikan.

"Kebutuhan domestik untuk konsumsi makan siang bergizi diperkirakan akan meningkat signifikan, bisa mencapai 4 hingga 6 juta ton per tahun," jelasnya.

Dia menekankan bahwa upaya untuk mengurangi ketergantungan terhadap beras sebagai makanan pokok juga berjalan lambat, dikarenakan adanya ketergantungan masyarakat Indonesia dalam mengkonsumsi beras. "Meskipun ada upaya diversifikasi pangan seperti pengenalan gandum, konsumsi beras masih mendominasi lebih dari 90 persen kebutuhan pangan kita. Ketergantungan ini membuat swasembada pangan semakin sulit tercapai,"

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus