Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintahan Presiden Jokowi sudah memutuskan pekerja baik PNS, TNI, Polri, pekerja swasta dan profesional mandiri, wajib ikut program Tapera atau Tabungan Perumahan Rakyat mulai Mei 2027.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Semula, tabungan ini hanya diwajibkan pad PNS dan TNI/Polri melalui Taperum. Namun sejak disyahkannya Undang-Undang Nomor 4 tahun 2016 tentang Tabungan Perumahan Rakyat, kepesertaan menjadi wajib bagi semua pekerja.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pemerintah ingin pekerja berpenghasilan rendah bisa mempunyai rumah sendiri, sedangkan bagi pegawai berpenghasilan menengah dan tinggi, uang mereka menjadi tabungan dan bisa menyubsidi pekerja kelas bawah.
Namun kebijakan pemerintah ini mendapat penolakan dari kalangan pengusaha dan pekerja swasta. Pengusaha keberatan karena harus menanggung setengah persen iuran pekerjanya. Sedangkan para buruh menolak karena potngan 2,5 persen akan mengurangi penghasilan mereka.
Padahal pemerintah menjanjikan lokasi pembangunan rumah program Tapera berada dekat pusat-pusat perkantoran dan pabrik.
“Tentunya kita ingin masyarakat tadi bisa bertempat tinggal dalam waktu tempuh yang terjangkau (dari lokasi kerja), sekitar satu jam,” ucap Direktur Jenderal Pembiayaan Infrastruktur Pekerjaan Umum dan Perumahan Kementerian PUPR Herry Trisaputra Zuna di Jakarta, Rabu, 5 Juni 2024.
Ia menuturkan bahwa pertimbangan tersebut didasarkan tingkat urbanisasi yang sangat tinggi sekarang ini. Meskipun begitu, ia belum dapat menyampaikan lokasi pembangunan tersebut dengan pasti karena sangat tergantung kebutuhan.
Mengingat lahan yang terbatas, pihaknya pun berupaya untuk mendorong masyarakat agar tertarik memanfaatkan fasilitas KPR tidak hanya untuk rumah tapak, tapi juga rumah vertikal.
Herry menyatakan bahwa subsidi untuk pembelian rumah vertikal pun akan dipertimbangkan kembali nanti, karena harganya yang mencapai dua kali lipat dari rumah tapak.
Senada dengan Herry, Komisioner BP Tapera Heru Pudyo Nugroho mengatakan ketersediaan lokasi yang strategis merupakan tantangan bagi pihaknya dalam membangun rumah tapak saat ini.
“Apalagi kalau lihat strukturnya dari backlog (kekurangan rumah) 9,9 juta itu sebagian besar adalah masyarakat di perkotaan yang (harga) tanahnya sudah tidak terjangkau,” ujar Heru Pudyo Nugroho.
Ia pun membandingkan harga rumah subsidi di daerah yang jauh dari daerah metropolitan. Untuk di wilayah non-Papua, harganya mencapai Rp166 juta-Rp176 juta, sementara di wilayah Papua harganya sekitar Rp222 juta.
“Makanya, mindset untuk membiasakan masyarakat hidup di rumah vertikal itu juga menjadi tantangan. Karena kredit yang dari FLPP maupun yang dana Tapera itu juga kita gunakan biayai untuk rumah vertikal atau susun, bukan hanya rumah tapak,” katanya.
Kementerian Keuangan menyebutkan dana iuran Tapera yang dipotong sebesar 3 persen dari pendapatan masyarakat akan diinvestasikan ke surat berharga negara (SBN).
“Iuran Tapera bisa investasi di mana saja, karena Badan Pengelola (BP) Tapera adalah operator investasi Pemerintah. Bisa berupa deposito, SBN, termasuk sukuk. Bisa juga dalam bentuk investasi lain,” kata Direktur Jenderal Perbendaharaan Kementerian Keuangan Astera Primanto Bhakti dalam konferensi pers di Kantor BP Tapera Jakarta, Rabu.
Astera memastikan dana iuran Tapera oleh masyarakat akan dikelola dengan baik. Kementerian Keuangan bersama otoritas terkait, termasuk Otoritas Jasa Keuangan (OJK), akan terus mengawasi pengelolaan dana Tapera. Dengan begitu, masyarakat bisa mendapatkan return yang menguntungkan dari hasil setoran mereka ke Tapera.
Buruh Turun ke Jalan
Partai Buruh dan Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) turun ke jalan hari ini di sekitar Patung Kuda, kawasan Monas, Jakarta.
Presiden Partai Buruh Said Iqbal mengatakan kebijakan potong gaji sebesar 3 persen mustahil bisa membantu pekerja memiliki rumah. Selain itu, menurut Said Iqbal, iuran Tapera akan menekan daya beli buruh karena saat ini buruh terjebak dalam upah murah. Karena itu, alih-alih mewajibkan Tapera, Said Iqbal menyebut pemerintah harus lebih dulu menaikkan upah buruh dengan mencabut Undang-Undang Cipta Kerja.
Kemudian untuk masalah perumahan, Said Iqbal mengatakan negara yang seharusnya hadir dan menyediakannya untuk rakyat. Pemerintah, kata dia, bisa menyediakan rumah murah, sebagaimana jaminan kesehatan dan ketersediaan pangan murah. Hal ini berbeda dengan program Tapera karena pemerintah tidak membayar iuran sama sekali.
"Pemerintah hanya jadi pengumpul iuran rakyat dan buruh. Ini tidak adil karena ketersediaan rumah adalah tanggung jawab negara dan menjadi hak rakyat," ujar Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) tersebut.
Selain menolak PP Tapera, dalam demo hari ini Partai Buruh juga menolak kebijakan uang kuliah tunggal (UKT) mahal, Kelas Rawat Inap Standar (KRIS) BPJS Kesehatan, UU Cipta Kerja, dan menuntut upah murah serta penghapusan outsourcing.
Berikutnya: Apindo dan KSBSI Minta Pemerintah Pertimbangkan Ulang Tapera
Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) dan Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI) sepakat agar pemerintah mempertimbangkan kembali dan mengkaji ulang implementasi iuran Tapera.
Ketua Umum Apindo Shinta W. Kamdani mengungkapkan, dunia usaha pada dasarnya menghargai tujuan pemerintah untuk menjamin kesejahteraan pekerja. Pihaknya sebagai representasi dunia usaha juga secara konsisten mendukung kesejahteraan pekerja dengan mendukung kebijakan bagi ketersediaan perumahan .
“Peraturan Pemerintah (PP) No.21/2024 yang ditandatangani Presiden Jokowi tanggal 20 Mei 2024 lalu, kami nilai sebagai duplikasi program existing, yaitu Manfaat Layanan Tambahan (MLT) perumahan pekerja yang berlaku bagi peserta program Jaminan Hari Tua (JHT) BP Jamsostek. Sehingga kami berpandangan Tapera dapat diberlakukan secara sukarela. Pekerja swasta tidak wajib ikut serta, karena pekerja swasta dapat memanfaatkan program MLT BP Jamsostek,” ujar Shinta kepada wartawan di Jakarta, Jumat.
Apindo dan KSBSI dalam konferensi pers di Kantor Apindo tersebut sepakat meminta pemerintah mempertimbangkan kembali dan mengkaji ulang implementasi iuran Tapera.
Apindo dan KSBSI berharap pemerintah dapat lebih mengoptimalkan dana BPJS Ketenagakerjaan, dimana sesuai PP adalah sebesar maksimal 30 persen (Rp138 triliun). Karena Aset JHT sebesar Rp460 triliun dianggap bisa digunakan untuk program MLT perumahan bagi pekerja, mengingat ketersediaan dana MLT yang sangat besar dan dinilai belum maksimal pemanfaatannya.
Presiden KSBSI Elly Rosita Silaban menganggap, pemerintah sebenarnya bisa memaksimalkan pemanfaatan dana MLT BPJS Ketenagakerjaan yang diperuntukkan bagi program kepemilikan rumah untuk pekerja yang belum memiliki tempat tinggal.
“Untuk itu, kami minta setidaknya pemerintah merevisi pasal 7 dari yang wajib menjadi sukarela. Penerapan Undang-Undang Tapera tidak menjamin bahwa upah buruh yang telah dipotong sejak usia 20 tahun dan sampai usia pensiun, untuk bisa mendapatkan rumah tempat tinggal. Belum lagi sistem hubungan kerja yang masih fleksibel (kerja kontrak), ini masih jauh dari harapan untuk bisa mensejahterakan buruh," kata Elly.
"KSBSI menganggap Undang-Undang Tapera tidak mendesak, sehingga tidak perlu dipaksakan untuk berlaku saat ini," tambah Elly.
Ia juga mengusulkan agar pemerintah tidak menjadikan keikutsertaan menabung di Tapera sebagai bentuk kewajiban tetapi atas dasar sukarela.
ANTARA | RIRI RAHAYU