Grup Bhakti Investama diam-diam tengah mempersiapkan diri menjadi raja media dan multimedia di Indonesia. Konglomerasi bisnis milik keluarga Tanoesoedibjo yang selama ini lebih dikenal sebagai jagoan pasar modal itu kabarnya sedang mengincar sejumlah stasiun TV swasta, media cetak, radio, dan perusahaan periklanan. Untuk TV, tak tanggung-tanggung, mereka tengah mengincar empat stasiun TV sekaligus: Indosiar, Anteve, SCTV, dan RCTI.
Di SCTV, mereka berusaha masuk dengan membeli saham milik Datacom Asia dan surat utang konversi (CB) yang diterbitkan MTI, salah satu anak perusahaan Datacom. Untuk itu, perusahaan yang konon berkongsi dengan George Soros itu menyediakan dana sejumlah US$ 45 juta. Namun, niat tersebut terganjal persetujuan para pemegang saham SCTV yang masih bersengketa.
Sebelumnya, Bhakti juga pernah menawarkan untuk menebus saham dan obligasi tersebut dengan menyerahkan saham PT Artha Graha Investama Sentral (AGIS) Tbk, salah satu anak perusahaan milik keluarga Tanoesoedibjo. Menurut Peter Gontha, bos Datacom Asia, total saham AGIS yang dijanjikan itu nilainya mencapai US$ 60 juta. Namun, belakangan tawaran tersebut dibatalkan.
Kendati demikian, rencana penjualan saham SCTV ke Bhakti Investama akhirnya mendapat persetujuan dari para pemegang obligasi. Yang belum sepakat tinggal Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), yang mengawasi SCTV setelah stasiun ini punya utang bermasalah kepada pemerintah. Namun, untuk pembelian tersebut, Bhakti harus mengeluarkan duit kontan. Toh, hal ini tak jadi masalah. "Saya siap membayar," kata Harry Tanoesoedibjo, bos Bhakti Investama. Yang jelas, bila Bhakti berhasil menguasai SCTV, televisi ngetop itu ditengarai akan masuk bursa lewat pintu lain. Entah lewat AGIS atau Bhakti Investama, yang sudah lebih dulu terdaftar di pasar modal.
Rupanya, Grup Bhakti tak puas hanya menguasai SCTV. Sejak jauh hari, Grup Bhakti juga telah mengajukan lamaran meminang Anteve. Di sana, Bhakti mula-mula mesti bersaing dengan Grup Kompas-Gramedia. Kedua penawar itu sama-sama mengajukan proposal pemotongan utang sepertiga dari keseluruhan utang stasiun TV milik keluarga Bakrie, yang mencapai US$ 75 juta. Belakangan, Grup Kompas-Gramedia mengundurkan diri dari gelanggang sehingga kini praktis tinggal Bhakti sendiri yang mengincar Anteve.
Sementara itu, berkaitan dengan rencana penjualan saham Indosiar, Bhakti juga disebut-sebut telah siap mengikuti tender pemilikan stasiun TV milik Grup Salim itu. Seperti diketahui, BPPN melalui Holdiko Perkasa menguasai 67,73 persen saham Indosiar. Sebesar 15 persen di antaranya akan dilepas melalui penawaran perdana dalam waktu dekat.
Paling akhir, para pelaku pasar juga mencium gelagat Bhakti ingin memiliki RCTI. Gosip itu muncul setelah Bhakti kabarnya diam-diam membeli 60 juta?atau setara dengan 7 persen?saham Bimantara, pemilik RCTI, di pasar sekunder. Berikutnya, Bhakti kabarnya mengincar 44 persen tambahan saham kepunyaan pemilik lama Bimantara. Sehingga, pada akhirnya nanti Bhakti bisa menguasai RCTI melalui perusahaan induknya itu.
Nah, bila semua rencana itu betul-betul terwujud, tak pelak Harry Tanoesoedibjo akan menjadi penguasa tunggal stasiun TV Indonesia. Tapi, itu berarti ia akan melanggar Undang-Undang Antimonopoli. Beranikah ia melanggar peraturan di zaman reformasi ini?
Nugroho Dewanto, Metta Dharmasaputra
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini