Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia atau LPEI mengklaim telah berbenah memperbaiki masalah yang ada di dalam lembaganya. Hal ini disampaikan Direktur Eksekutif LPEI Rijani Tirtoso saat rapat bersama Komisi XI DPR RI di Senayan pada Senin, 1 Juli 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Sudah dilakukan perubahan atau pergantian terhadap seluruh dewan direktur, direktur eksekutif, direktur pelaksana dan manajemen senior menjadi professional bankers. Saat ini, bisa dikatakan tidak terdapat lagi pengurus yang terkait dengan permasalahan kualitas aset di masa lalu," kata dia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tak hanya level direksi, seperti kepala divisi hingga jajaran ke bawahnya juga telah mendapatkan sanksi pemutusan hubungan kerja (PHK). Sejak 2020 sampai Juni 2024, sudah 224 orang pegawai yang di-PHK, pensiun dini serta diminta resign. "Diganti dengan professional banker dari eksternal," kata dia.
Selain itu, LPEI juga melakukan upaya hukum baik secara perdata maupun pidana terhadap debitur maupun internal LPEI. Rijani merinci, ada 2 orang debitur, 2 orang direktur LPEI, 3 kepala divisi dan 1 kepala departemen yang telah dihukum penjara. "Kami sangat mendukung upaya penegakan hukum penjara, termasuk meminta pertanggungjawaban dari pihak-pihak yang pada saat yang lalu membuat kredit bermasalah di LPEI," tuturnya.
Rijani menyampaikan, LPEI juga sudah punya strategi terkait debitur bermasalah ke dalam empat kluster. Kluster pertama yakni strategi pencarian investor sebanyak 35 debitur dengan outstanding Rp 13,6 triliun. Kemudian klaster kedua fokus kepada koleksi dan penjualan aset 165 debitur dengan outstanding Rp 19,6 triliun.
Ketiga, strategi untuk recovery maksimal atas 84 debitur dengan outstanding Rp 16,5 triliun. Terakhir, fokus pada legal action terhadap 15 debitur dengan outstanding Rp 6 triliun.
"Ke depan, kami akan terus fokus untuk perubahan bisnis model, memberikan developmental impact yang besar untuk UKM dan sektor industri yang memberikan nilai tambah, serta berorientasi pada sustainability," kata Rijani.
Sebelumnya pada Maret lalu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati melaporkan kepada Kejaksaan Agung perihal indikasi korupsi dalam penyelenggaraan pembiayaan ekspor oleh LPEI. Dalam laporannya, Sri Mulyani menyebut soal kredit bermasalah yang terindikasi fraud, diduga dilakukan oleh empat debitur. "Kami sampaikan empat debitur yang terindikasi fraud dengan outstanding pinjaman Rp 2,5 triliun," kata Jaksa Agung ST Burhanuddin.
Keempat debitur tersebut antara lain PT RII dengan nilai sekitar Rp 1,8 triliun, PT SMR Rp 216 miliar, PT SRI Rp 1,44 miliar, serta PT BRS Rp 300,5 miliar. “Jumlah keseluruhannya total Rp 2,505 triliun. Ini untuk tahap pertama,” kata dia.
ANNISA FEBIOLA | BAGUS PRIBADI