Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan kebijakan pelonggaran untuk warung makan selama PPKM Level 4 sulit diimplementasikan di lapangan. Selain itu, kebijakan tersebut dinilai tak berdampak signifikan terhadap omzet para pengusaha warung makan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Makan di tempat diperbolehkan, tapi problemnya adalah rendahnya daya beli masyarakat dan mobilitas masih dibatasi," ujar Bhima kepada Tempo, Rabu, 28 Juli 2021.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Contohnya saja pada warteg. Bhima mengatakan selama ini pelanggan yang makan di tempat kebanyakan pekerja, baik kantoran maupun pekerja sektor informal seperti pengemudi ojek online. "Kalau kondisi kantor tutup akan pengaruh juga ke pendapatan warung."
Menurut Bhima, langkah terbaik yang memiliki imbas signifikan adalah dengan mempercepat penanganan pandemi, baru melakukan pelonggaran. Langkah itu dinilai lebih membantu pemulihan pendapatan warung kecil, dibanding kebijakan buka tutup yang tanggung seperti saat PPKM.
"Sementara, pemerintah bisa berikan bantuan tunai ke pengusaha kecil 2-4 juta per bulan dan untuk pekerja bantuan subsidi upahnya minimum Rp 1 juta per orang," tuturnya.
Sebelumnya pemerintah telah mengeluarkan sejumlah peraturan PPKM level 4 dan 3 pada Minggu. Aturan tersebut tertuang dalam Instruksi Menteri Dalam Negeri (Inmendagri) Nomor 24 Tahun 2021 tentang PPKM Level 4 dan Level 3 di wilayah Jawa dan Bali.
Salah satu poin dalam aturan itu menyebutkan bahwa warung makan/warteg, pedagang kaki lima, lapak jajanan, dan sejenisnya diizinkan buka dengan waktu makan maksimal 20 menit di wilayah yang menerapkan PPKM level 4 dan 30 menit untuk PPKM level 3.
Sementara restoran/rumah makan dan kafe yang berada dalam gedung/toko/mal tertutup hanya menerima delivery/take away dan tidak menerima makan di tempat (dine-in).
CAESAR AKBAR | ANTARA