INFLASI merek seperti terjadi pada perakitan kendaraan roda 4
rupanya tidak terjadi pada adiknya yang beroda-2. Tapi dalam
soal jumlah, si roda-2 sungguh masya Allah. Bagaikan berpacu
dengan laju penduduk, sepeda motor dan scooter kini tampak
menyesakkan jalan raya dari kota sampai ke desa. Tahun lalu,
tercatat sebanyak 1,18 juta motodi seluruh Indonesia, yang 3
tahundiperkirakan akan meningkat sampai 2 juta. Pasaran
sebagian besar didominasi oleh merek-merek Jepang seperti Honda,
Yamaha dan Suzuki. Sedang pasaran skuter - Mercy-nya motor, kata
orang - tetap dirajai oleh Vespa dari Italia, meskipun tahun
lalu juga muncul skuter Bajaj dari India - yang lebih berhasil
di pasaran alat angkutan jenis ke-4.
Melihat suksesnya Vespa, tak heran ketika Dubes Denmark, AC
Karsten tampak berseri-seri wajahnya ketika menghadiri peresmian
pabrik komponen Vespa di Pulogadung. "Adanya pabrik komponen ini
tak dapat dielakkan", katanya mewakili perasaan perusahaan
Denmark, The East Asiatic Company, partner dari Danmotors Vespa
Indonesia (DMV) yang khusus memprodusir komponen-komponen itu.
Kerjasama segitiga antara pengusaha Indonesia, Italia dan
Denmark itu dinilainya sebagai usaha sukses yang perlu
ditingkatkan. Angka-angka sukses itu memang kelihatan dari
statistik produksi Vespa yang memulai perakitannya di Pulogadung
tahun 1971.
Kompleks pabrik yang semula cuma 7.600 mÿFD telah meluas menjadi
17 ribu mÿFD, dan 5 tahun lagi akan mekar lagi sampai 2,8 Ha.
Kapasitas produksi sudah meningkat dari 12 ribu skuter menjadi
40 ribu skuter setahun. Itu belum puncaknya, sebab kapasitas
penuh pabrik itu adalah 60 ribu skuter setahun. Dan setaraf
dengan perakitan sepeda motor eks Jepang, komponen dalam negeri
yang digunakan perakitan Vespa itu, menurut direkturnya,
Santoso Tabalujan "telah mencapai 35%".
Dengan perincian: 20% buatan pabrik Danmotors sendiri berupa
knalpot, tanki bensin, peleh roda, spatbor depan dan pelat
pelana, sedang 15, lagi dibeli dari pabrik-pabrik lain di dalam
negeri. Jadi berarti, masih 65% komponen lainnya yang harus
diimpor. Cukup banyak dibandingkan dengan pabrik Bajaj di India
yang mulai dengan lisensi tapi kini sudah membuat komponen dan
disain baru, lepas dari pabrik Vespa di Italia.
Mungkin itu sebabnya, para pengusaha yang terhimpun dalam
Persatuan Agen Tunggal & Assembler Sepeda Motor Indonesia
(PAASMI) belum puas dengan hasil yang dicapai. Baik dalam
pembuatan komponen dalam negeri, maupun produksi perakitannya
sendiri. Bak kata James Suliman, ketua PAASMI yang juga direktur
PT Federal Motors anggota kelompok Astra, "sasaran yang hendak
dicapai pada akhir Pelita II adalah 50% komponen lokal, padahal
yang dicapai rata-rata baru 25%". Dia mengakui, bahwa dengan
volume produksi seperti sekarang, sulit mencapai sasaran Pelita
II itu. Sebab dibandingkan dengan tetangga kita, Malaysia,
"Indonesia masih jauh ketinggalan". Malaysia yang hanya
berpenduduk 11 juta jiwa produksi motornya 12 ribu motor
sebulan. Sementara Indonesia yang berpenduduk 130 juta lebih
produksi perakitan roda duanya tahun lalu baru 25 ribu sebulan.
Itu menunjukkan, kata Suliman, "daya beli kita jelas lebih
rendah dari Malaysia".
Selain soal calon konsumen yang masih miskin, Suliman juga
menuding besarnya komponen pajak di sini ketimbang Malaysia. Di
Malaysia, katanya, bea masuk CKD, bea balik nama dan pajak
penjualan seluruhnya hanya 10%. Sedang di sini, seluruh pungutan
pemerintah untuk si roda dua tidak kurang dari 55%. Terdiri dari
bea masuk (30%), PPn Impor (10%), PPn lokal (5%), dan BBN 10%.
Selain itu masih ditambah lagi dengan MPO 2% dan pajak berganda
- yang meski berkali-kali sudah diminta agar dihapuskan - hingga
kini masih dipungut. Pokoknya, kata sang ketua PAASMI, "jalan
bagi si roda dua belum licin dan masih berbatu-batu".
"Padahal si roda dua bukan lagi barang mewah yang semata-mata
dipakai ngebut, melainkan untuk mobilitas", komentar Suliman.
Selain dipakai oleh ojek-ojek di Tanjung Priok, motor banyak
dipakai oleh pengantar koran, pengantar susu dan tukang pos.
Bahkan para penderes karet di Sumatera katanya sudah banyak yang
naik motor ke kebun karet untuk menyadap getah. Itu memang
betul. Juga di Jawa para petani padi dan tembakau sudah tidak
asing lagi dengan motor-motor Jepang, terutama Honda. Di
Temanggung, Jawa Tengan, populer itu sebutan "Honda bako", yakni
Honda hasil panen tembakau.
Namun di Karawang dan juga di daerah-daerah pertanian lain,
sepeda motor Jepang itu bukan cuma alat angkutan keluarga tapi
juga lambang status sosial. Yang di musim paceklik bisa dijual
kembali pada makelar-makelar motor dari kota, yang membelinya
dengan harga murah sekali.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini