Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Masih boleh kring

Pemerintah menunda kewajiban mencantumkan NPWP (nomor pokok wajib pajak) pada rekening listrik & telepon sampai juli. aparat pajak sibuk. pelanggan yang tak punya npwp tak dikenai sanksi.

11 Maret 1989 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KAMI khawatir tak mampu memberikan pelayanan yang baik bagi masyarakat yang hendak minta NPWP," demikian Mar'ie Mohammad, bicara agak mengejutkan pekan lalu, di Pakanbaru. Dirjen Pajak itu lalu mengumumkan bahwa pemerintah menunda kewajiban mencantumkan NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak) pada rekening telepon dan listrik, selama tiga bulan. Ketetapan yang mestinya berlaku per April 1989 itu mundur ke 1 Juli 1989. Di samping banyak keluhan yang beredar mengenai pencantuman NPWP itu, aparat pajak juga terbatas kemampuannya untuk melayani para pemohon NPWP. Apalagi selain mengurusi NPWP, aparat pajak juga harus menangani banyak urusan baru, di antaranya pemberlakuan PPN (Pajak Pertambahan Nilai) pada berbagai bidang jasa. Tidak kurang pentingnya adalah PPn-BM (Pajak Penjualan atas Barang Mewah), yang dikenakan pada industri seperti automotif, kosmetik, dan minuman. Belum lagi repot menangani pembayaran pajak, yang memang biasanya meledak menjelang akhir Maret. Ini pun penting, karena menyangkut soal pencapaian target penerimaan pajak tahun anggaran 1988-89 -- yang seperti diketahui baru 72 dari target. Semua tugas baru di sektor PPN dan PPn-BM sudah cukup memusingkan petugas pajak, hingga barangkali saja pencantuman NPWP di rekening telepon dan listrik itu tak terkerjakan. Sekalipun begitu, Mar'ie masih berkata, penundaan tiga bulan itu, "menyediakan waktu yang cukup bagi pelanggan listrik dan telepon untuk mengurusi NPWP." Padahal, masih ada kelemahan lainnya. Untuk melancarkan kerja sama antara Ditjen Pajak, Ditjen Postel, dan PLN, seharusnya dibuatkan blangko rekening, dengan kolom NPWP tertera di atasnya. Tapi itu belum ada. Hanya, "Kuitansi baru yang ada kolom NPWP-nya, yang kini sudah tercetak sesuai dengan jumlah pelanggan," kata Dirjen Postel S. Abdulrachman. Bisa dimaklumi kini, mengapa pencantuman NPWP ditunda. Dengan demikian, pekerjaan yang tak menambah untung Perumtel maupun PLN itu bisa mengendurkan saraf aparatnya. Toh bagi Perumtel, kerja keras menjelang pemberlakuan NPWP ini ada hikmahnya. "Pelanggan kini bisa dikualifikasikan lebih teliti, misalnya pelanggan yang pakai nama swasta atau pribadi," ujar Dirut Perumtel Cacuk Sudarijanto. Menurut Abdulrachman, pelanggan telepon yang nanti wajib mencantumkan NPWP adalah pemakai pulsa yang per bulannya lebih dari Rp 50 ribu. Sedangkan pencantuman NPWP pada pelanggan listrik adalah bagi mereka yang masuk kategori R3 (antara 2.200 dan 6.600 watt) atau R4 (di atas 6.600 watt). "Yang belum punya NPWP tetap diminta mengembalikan formulir isian NPWP itu," ujar Prajitno, Direktur Keuangan PLN. Mereka memang sasaran empuk, yang bisa dipastikan punya penghasilan di atas PTKP (Penghasilan Tak Kena Pajak). Tapi jangan heran kalau dalam prakteknya muncul macam-macam gesekan. Di Solo, misalnya? ada seorang pelanggan telepon yang sempat dikerjain. "Kalau tak bayar pajak, lebih baik teleponnya dioperkan saja," begitu katanya, menceritakan "ancaman" dari seorang yang mengaku sebagai petugas Perumtel kepadanya. Aparat pajak pun ada yang memanfaatkan keharusan ber-NPWP ini. Ketika seorang pengusaha kecil-kecilan -- tak mau disebut namanya -- selesai mengurus NPWP, si petugas pajak bilang, "Tega, nih, kagak ninggalin." Padahal, jelas sekali dari mula, bahwa pencantuman NPWP pada rekening telepon dan listrik itu tidak ada hubungannya sedikit pun dengan urusan semir atau pelicin. Menurut Abdulrachman, Perumtel maupun PLN hanya membantu mengumpulkan data pemilikan NPWP bagi pelanggan yang penghasilannya sudah di atas PTKP. Dan ini semata-mata untuk kepentingan penerimaan negara, yang dikelola Ditjen Pajak. "Selanjutnya, data itu mau diapakan, itu adalah tugas Dirjen Pajak." Kalau pelanggan listrik dan telepon tak punya NPWP, bagaimana? Baik Abdulrachman yang Dirjen Postel maupun Mar'ie Mohammad yang Dirjen Pajak sama-sama mengatakan tak ada sanksinya. Seperti kata Mar'ie, "Tak ada pengisolasian sambungan listrik atau telepon." Jadi, kendati Juli nanti kewajiban ber-NPWP dimulai, aliran listrik ataupun telepon tak akan putus hanya gara-gara tak punya NPWP. Abdulrachman juga menjelaskan, tak ada alasan bagi Perumtel untuk memutus sabungan telepon bila pelanggan bersangkutan patuh bayar rekening telepon, kendati tak patuh bayar pajak. Ini logis, karena soal pajak dan rekening telepon memang dua hal berbeda. Tampaknya untuk sementara ini -- sebelum ada gagasan-gagasan baru di bidang perpajakan -- para pelanggan telepon dan listrik boleh lega.Suhardjo Hs., Budiono Darsono, Linda Djalil

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum