Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Menjinakkan Inflasi Amerika

Dewan moneter Amerika dipimpin Alan Greenspan, menaikkan suku bunga deposito bagi bank-bank sentral. alasannya untuk mengurangi inflasi di AS. presiden George Bush tak setuju, bisa menimbulkan resesi.

11 Maret 1989 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PRESIDEN AS George Bush baru lima minggu berdiam di Gedung Putih, tapi sudah harus menghadapi ujian berat. Pengujinya adalah Federal Reserve System (Fed) -- Dewan Moneter Amerika, yang beranggotakan gubernur-gubernur bank sentral dari 12 negara bagian -- yang sejak 11 Agustus 1987, dipimpin oleh Alan Greenspan. Jumat dua pekan silam, Fed menaikkan suku bunga diskonto, yakni pinjaman yang biasa diberikan bank-bank sentral kepada bank-bank yang kesulitan likuiditas. Discount rate itu merupakan instrumen moneter bank-bank sentral, yang besar pengaruhnya terhadap suku bunga perbankan di AS. Dengan menaikkan tarif diskonto dari 6,5% menjadi 7% tadi, pinjaman jangka pendek antarbank di sana (fund rate) -- di Indonesia populer sebagai call money -- naik mencapai 9%. Sentakan kendali Fed terasa sampai pada para nasabah. Bulan lalu, beberapa bank di AS sudah dua kali menaikkan prime rate hingga 11,5%. Yang disebut terakhir ini adalah suku bunga pinjaman bank untuk nasabahnya, termasuk kredit konsumtif (misalnya kredit mobil). Tingkat suku bunga pinjaman dolar ini sudah melesat 3%, dibandingkan posisi awal tahun silam. Kenaikan suku bunga, yang secara bertahap dilakukan oleh Alan Greenspan, memang dimaksudkan khusus untuk menjinakkan inflasi di AS. Sejak pertengahan tahun lalu, inflasi merayap dari 4,5% menjadi hampir 5%, dan ini akan terus meningkat bila nafsu orang Amerika berbelanja tidak juga dikendalikan. Justru itulah yang dilakukan Greenspan -- lewat kenaikan suku bunga -- tapi yang tidak disambut antusias oleh Presiden George Bush. Mengapa? Karena suku bunga yang tinggi bisa memukul balik, artinya menimbulkan resesi. Ini bermula pada konsumsi yang berkurang, lalu omset perusahaan bakal merosot, dan akhirnya bisa merugi. Tak heran jika indeks harga saham di bursa Wall Street, yang diumumkan Dow Jones dua pekan lalu, anjlok sekitar 35,5 angka. Sebagian pengamat ekonomi AS lalu berpendapat, kebijaksanaan Greenspan tak sejalan dengan haluan Presiden Bush. Apalagi kebijaksaan itu keluar 25 Februari lalu, sehari setelah Menteri Keuangan AS Nicholas F. Brady melancarkan kritik tajam terhadap kenaikan suku bunga. Padahal, situasi pasar sendiri memang menuntut kenaikan itu -- bukan 7%, tapi malah 7,5%. Posisi Fed -- Greenspan dalam hal ini jadi lebih sulit, karena Presiden Bush telah berjanji akan memacu pertumbuhan ekonomi. Anggaran militer dipertahankan, pajak belum akan dinaikkan, kendati pengeluaran pemerintah juga tidak bertambah. Artinya, pemerintahan Bush akan terus mengembus ekonomi AS, praktis juga ekonomi dunia -- dalam batas-batas yang tidak memacu inflasi. Singkatnya, Bush tidak sudi bila kebijaksanaan Fed bisa mengerem perputaran roda ekonomi. Tapi Ketua Fed Alan Greenspan, yang pernah menjadi Ketua Dewan Penasihat Ekonomi Presiden Ford (1974-1977) dan konsultan tak resmi Presiden Reagan, rupanya berbeda pendapat. Menurut Greenspan, jika pemerintahan Bush tak mau menaikkan penerimaan lewat pajak, maka suku bunga perbankan harus dikerek. Kalau tidak, inflasi akan kembali membakar ekonomi dunia. Jika hal itu terjadi, maka diperlukan tindakan moneter yang lebih ketat lagi. Banyak pengamat moneter internasional beranggapan bahwa langkah Ketua Fed Alan Greenspan menaikkan suku bunga adalah wajar. Tahun lalu, inflasi Amerika dilaporkan mencapai 4,5 % -- naik 1,2% dibandingkan tahun sebelumnya. Sementara itu, indeks biaya hidup di AS pada Januari lalu tercatat 0,6%. Dengan indikator itu, jika dibiarkan, inflasi AS sampai akhir tahun ini akan mencapai 7,2%. Terlepas dari sikap Bush, Greenspan diduga tidak akan begitu gegabah seperti pendahulunya, Paul A. Volcker, yang terlalu agresif menggempur inflasi. Pengetatan dolar yang dilakukan Volcker di awal 1980-an telah menyebabkan resesi dunia, kendati inflasi dolar toh bisa dikendalikannya sampai pada tingkat 3-3,3% per tahun sampai 1987. Pada dasarnya, apa yang dilakukan Greenspan adalah juga untuk menunjang pemerintah. "Kalau pemerintahan Bush melakukan anggaran defisit, bank sentralnya tentu harus mencari dolar dari luar. Caranya, yakni dengan menciptakan suku bunga deposito dolar yang menarik dan memperkuat dolar," kata Dahlan Sutalaksana, Kepala Urusan Pasar Uang dan Giralisasi merangkap juru bicara Bank Indonesia. Tapi seberapa tinggi suku bunga dolar akan dikerek, tak diketahui. Kabarnya, perhitungan Greenspan sangat rumit. Yang pasti, ia hendak menarik dolar dari berbagai penjuru dunia, guna mengurangi defisit perdagangan AS. Jika suku bunga deposito dolar cukup tinggi, para pemodal tentu akan tertarik menanamkan modal di sana. Biarpun suku bunga deposito dolar mendekati 10%, suku bunga di Indonesia belum perlu ikut naik. Ini pendapat Dahlan. Katanya, "Suku bunga deposito rupiah masih cukup tinggi dibandingkan deposito dolar." Ditambahkannya, kebijaksanaan moneter AS belum mengisyaratkan perubahan struktural. "Jika pemerintahan Bush mau menekan defisitnya, pasti dolar akan menguat lagi dan suku bunga dolar turun lagi," katanya. Toh para pemilik uang kini sebaiknya hati-hati jika ingin menyimpan dolar, alias meminjamkan uang kepada AS. Negara itu adalah pengutang terbesar di dunia. Sejarah menguatnya dolar pada periode 1983-1985, kemudian anjlok sampai 40%, bisa saja berulang. "Apa pun kebijaksanaan moneter AS pasti menguntungkan bank-bank devisa dan pedagang uang," kata seorang pedagang uang internasional, sambil tertawa.MW, Bambang Aji

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum