Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Hilangnya jurus nonmigas

Ekspor nonmigas 1988 naik 34,46% menjadi 11,536 milyar dolar AS. tapi pemerintah mempercepat penghapusan kredit ekspor para eksportir & petani mengeluh. diharapkan bunga komersial dalam negeri turun.

11 Maret 1989 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PEKAN lalu ada kabar baik dari Bina Graha: eskpor nonmigas tahun 1988 naik 34,46%, menjadi 11,536 milyar dolar AS. Tapi jangan dulu bergembira, wahai kaum eksportir. Sebab, sepekan sebelumnya, Gubernur BI Adrianus Mooy mengumumkan bahwa penghapusan fasilitas kredit ekspor yang bunganya hanya 9% (untuk komoditi primer), dan 11,5% (non primer), dipercepat dua tahun -- per 1 April 1990. Ironis, memang. Sebab, itu terjadi di saat pemerintah menggenjot ekspor nonmigas. Padahal, semua pengusaha sudah mafhum bahwa KE merupakan salah satu pendorong yang kuat dalam meningkatkan ekpor nonmigas. Komoditi karet, misalnya. Sudah lama terdengar, industri hilir yang menggunakan karet -- seperti pabrik ban dan sepatu -- menjerit-jerit karena kekurangan bahan baku. Pasalnya, karet mentah -- yang dikumpulkan oleh pedagang perantara -- diperebutkan oleh banyak eksportir. Mereka berlomba untuk mengekspor sebanyak mungkin, hanya agar bisa memenuhi target ekspor yang telah disepakati bersama bank. Artinya, kalau target yang ditandatangani bersama para bankir itu terpenuhi, pinjamannya tak lagi dikenakan tingkat bunga umum -- berkisar antara 25 dan 30% -- cukup dengan membayar bunga 9%. Memang tak aneh kalau berita dipercepatnya penghapusan KE itu memukul eksportir secara telak. "Saya sedih, sebab daya saing karet kita jadi berkurang," kata Sutrisno Budiman, Ketua Gabungan Produsen Karet Indonesia. Hanya saja, lanjut Budiman, pemerintah tak perlu khawatir bahwa devisa dari karet akan menurun. Sebab, eksportir sudah melakukan antisipasi sejak awal. "Kabar penghapusan KE ini kan sudah berembus sejak 1987," ujarnya. Dan lagi, "Eksportir hanya akan merasa berat pada awal dilaksanakannya pengahapusan itu. Itu pun kalau mereka masih mempunyai stok lama," kata Budiman. Lalu sesudah itu beban akan ditanggung oleh pengusaha pengumpul. Kenapa? "Sebab, pasti eksportir akan menekan harga beli dari mereka," lanjutnya. Suara yang serupa muncul dari Akum Ginting, Wakil Ketua Gabungan Eksportir Kopi Indonesia. "Bagaimanapun, dihapuskannya KE akan sangat memberatkan kami," ujarnya. Tapi, "Yang akan terpukul, dalam jangka panjang, adalah petani kopi." Ginting benar. Dalam pelaksanaan kebijaksanaan tingkat tinggi, maka selalu orang-orang kecil-lah yang paling apes. Bahwa pencabutan KE akan menganjlokkan perolehan devisa nonmigas, nah, itu masih perlu dibuktikan. Sebab, selain karet dan kopi, komoditi lain juga memasukkan devisa, seperti kayu lapis, tekstil, udang, baja, minyak kelapa sawit, dan lain-lain. Dan komoditi-komoditi itulah kelak yang akan mendukung target nonmigas, yang dicanangkan pemerintah dalam RAPBN sebesar Rp 13,02 trilyun (atau sekitar 64,2% dari total pendapatan pemerintah). Dan ini tampaknya sudah diperhitungkan. Dr. Mooy menyatakan di DPR, "Sebenarnya bisa saja pemerintah mempertahankan subsidi KE. Namun dikhawatirkan, Amerika akan menaikkan bea masuk atas barang-barang Indonesia yang masuk ke sana," ujarnya. Ini tentu harus diperhitungkan. Apalagi karet, kayu lapis, dan tekstil -- ketiga komoditi itu lebih dari 50% dieskpor ke AS. Kalau ditotal, tahun lalu saja, ekspor ke AS mencapai sekitar 1,34 milyar dolar. Atau naik sekitar 11,5%. Itu berarti 11,6% komoditi nonmigas Indonesia diserap pasar AS. "Sekarang, dan masa yang akan datang, AS tetap pasar andalan," kata Paian Nainggolan, Dirjen Perdagangan Luar Negeri. Nah, apakah percepatan penghapusan KE itu karena desakan AS? Ini yang tak jelas. Yang pasti, Indonesia terikat General Agreement on Tariff and Trade alias GATT. Dan dana subsidi untuk KE datang dari Washington. Lampu merah buat eksportir? Belum tentu. "Asalkan tingkat bunga komersial di dalam negeri turun," kata Paian.Budi Kusumah

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum