Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Megaproyek Bandara Singa

Lion Group berencana membangun bandar udara di Lebak, Banten. Dilengkapi fasilitas kereta api.

8 September 2014 | 00.00 WIB

Megaproyek Bandara Singa
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

DUA petinggi perusahaan transportasi terbang menggunakan helikopter, menyusuri jalur kereta dari Jakarta menuju Banten, 9 Juli lalu. Rusdi Kirana, Presiden Direktur Lion Group, mengajak Ignasius Jonan, Direktur Utama PT Kereta Api Indonesia, melakukan survei lokasi. Rusdi ingin pembangunan bandar udara di Lebak, Banten, nanti dilengkapi akses kereta api.

Cita-cita maskapai berlambang singa ini membuat bandara sendiri diungkap seorang pejabat kepada Tempo, pertengahan Agustus lalu. Pemerintah Provinsi Banten mengkonfirmasi soal itu. Sekretaris Daerah Banten Muhadi menyebutkan adanya surat permintaan rekomendasi gubernur dari Bupati Lebak. Surat bernomor 050/940-BPMPPT/2014 tertanggal 27 Juni 2014 itu berisi permohonan penetapan pembangunan bandara ke dalam Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Nasional.

Rencana Tata Ruang Wilayah Tahun 2010-2030, yang diatur melalui Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2012, hanya memuat empat rencana pengembangan Kabupaten Lebak. Pertama, mengembangkan Kecamatan Lebak untuk permukiman berskala besar. Kedua, membangun jalur ganda kereta api Serpong-Maja-Rangkasbitung, yang ditargetkan beroperasi pada 2015. Ketiga, membangun Bendungan Karian berkapasitas 314,7 juta meter kubik. Dan keempat, percepatan pembangunan infrastruktur jalan.

Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah Provinsi Banten menindaklanjuti dengan membahas rencana pembangunan bandara. "Rapat dilakukan pada 18 Juli lalu," kata Muhadi kepada Tempo, Agustus lalu. Tiga kesimpulan rapat, Muhadi menjelaskan, pertama, Pemerintah Provinsi Banten bisa memahami keinginan Pemerintah Kabupaten Lebak membangun bandara untuk mempercepat pengembangan wilayah. Namun Lebak diminta tidak abai terhadap regulasi yang ada.

Kedua, rencana pembangunan bandara harus dilengkapi kajian teknis kelayakan. Dan ketiga, harus memperhatikan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 69 Tahun 2013 tentang Tatanan Kebandarudaraan Nasional. Ketentuan ini mengatur jarak antarbandara di Jawa dan Sumatera maksimal 200 kilometer.

Pembangunan lapangan udara di Lebak dinilai penting untuk mengantisipasi perkembangan Kabupaten Lebak bagian selatan. Wilayah ini dirancang menjadi daerah otonomi baru. Pertimbangan lain, mempercepat pengembangan kawasan tertinggal di Lebak dan sekitarnya.

Meski telah panjang-lebar membahas rencana pembangunan bandara Lebak, Muhadi dan para kolega tak tahu siapa di balik megaproyek ini. Rapat Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah juga tidak mengungkap nama besar di baliknya. "Belum ada informasi siapa yang akan menjadi investor pembangunan bandara Lebak."

l l l

KABAR mengenai rencana ekspansi Lion Group di Lebak telah tercium di Kementerian Perhubungan. Sekitar awal Agustus, dua petinggi Lion—Rusdi Kirana dan Direktur Umum Edward Sirait—datang ke kantor kementerian ini. Mereka diterima seorang pejabat Kementerian Perhubungan.

Seorang yang mengetahui pertemuan itu bercerita, Lion menyampaikan keinginannya membangun bandara Lebak. Untuk itu, perusahaan meminta dukungan akses menuju bandara berupa jalur kereta menuju Lebak. Pemerintah tak langsung mengangguk, tapi menunggu bukti keseriusan investasi Lion.

Juru bicara Kementerian Perhubungan, Julius Adravida Barata, mengatakan keinginan Lion membangun bandara baru sebagai rencana yang masuk akal. "Maskapai ini memang akan mendatangkan banyak pesawat," katanya. "Mereka tidak bisa lagi mengandalkan fasilitas yang sudah ada di bandara saat ini. "

Sekretaris Perusahaan Lion Air Group Adhitya Simanjuntak tak menampik kabar tersebut. "Prastudi kelayakan memang sudah dilakukan di Lebak," ujarnya kepada Tempo, dua pekan lalu. Sedangkan Rusdi memilih irit bicara. "Sepertinya belum waktunya. Maaf," katanya. Begitu pula Jonan, bungkam.

Seseorang yang mengetahui persis rencana pembangunan bandara Lebak membeberkan kepada Tempo tentang ide awalnya, yakni mengembangkan daerah-daerah tertinggal secara lebih cepat. Lebak dan Pandeglang, misalnya, yang dekat dengan Jakarta, dinilai masih tertinggal. Untuk mengembangkan daerah tersebut, dibutuhkan industrialisasi, termasuk di sektor perdagangan dan jasa. "Jika ada investasi besar-besaran ke wilayah itu, akan terjadi pergerakan ekonomi dan perubahan sosial," katanya.

Ia menambahkan, ide tentang adanya peluang membangun bandara muncul ketika berpikir tentang Bandara Soekarno-Hatta yang telah sesak. Maka lapangan udara alternatif dinilai perlu. Sebagai maskapai yang memiliki armada terbanyak di dalam negeri, Lion sangat berkepentingan atas hal itu. Lebak dipilih, antara lain, karena lahan di sana kompetitif. Diharapkan masyarakat lokal akan kecipratan dampak positif jika bandara baru ini beroperasi nanti.

Dana yang diperlukan untuk membangun bandara Lebak diperkirakan lebih dari nilai Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Banten, yang rata-rata Rp 7-8 triliun per tahun. Rencananya bandara ini akan dirancang terintegrasi dengan hotel berbintang yang bisa digunakan untuk menggelar perhelatan akbar.

Bandara baru tersebut diharapkan bisa mengurangi kepadatan lalu lintas Bandara Soekarno-Hatta. Di bandara internasional itu, hampir setiap tiga menit pesawat melintasi taxiway West Cross, tak jauh dari menara air traffic controlling. Puluhan pesawat berbadan lebar pun terparkir di ground bandara. Manajer Umum PT Angkasa Pura II Cabang Bandara Soekarno-Hatta, Yudis Tiawan, mengatakan ada 141 parking stand pesawat di bandara tersebut. Setiap hari, Lion menitipkan 30 pesawatnya untuk menginap di Soekarno-Hatta.

Sejak 26 Juni 2014, manajemen Bandara Soekarno-Hatta sebenarnya telah meningkatkan kapasitas dari 64 menjadi 72 pergerakan pesawat dalam satu jam. Namun hal itu dirasa masih kurang bagi Lion. Apalagi perusahaan akan mendatangkan ratusan unit pesawat baru.

"Ada hitam di atas putih untuk proyeksi penambahan armada dalam jangka waktu sepuluh tahun," ujar Direktur Airport Operation and Services Lion Air Group Daniel Putut. Maskapai ini memesan 234 unit Airbus A320 dan Boeing 737 MAX 190. Semua pesawat tersebut ditargetkan tiba pada 2025. Lion saat ini masih menanti kedatangan 178 unit Boeing tipe 737-900 ER dan 737-800.

Maskapai yang ketika awal beroperasi pada 2000 hanya menggunakan satu pesawat itu kini mengoperasikan lebih dari 100 unit pesawat. Lion Air sendiri menerbangkan 105 pesawat. "Sebanyak 97 unit di antaranya merupakan Boeing 737-900 ER," Daniel menambahkan. Sedangkan dua maskapai yang terafiliasi dengan Lion, yaitu Batik Air dan Wings Air, masing-masing mengoperasikan 7 dan 27 pesawat.

Saat ini Lion Group merupakan maskapai di Indonesia yang mengoperasikan pesawat terbanyak. Dengan ekspansi membangun megaproyek bandara Lebak, Lion akan menjadi perusahaan swasta kedua—setelah PT Freeport Indonesia—yang memiliki bandara sendiri.

Maria Yuniar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus