Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Melawan Australia

Pemerintah Australia memberikan tarif murah untuk penerbangan Sydney-London dan penumpang tidak diperkenankan singgah di ibu kota Asean lain. Singapura usul perang tarif. (eb)

17 Februari 1979 | 00.00 WIB

Melawan Australia
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
MULAI 1 Pebruari ini, Australia memperkenalkan tarip murah untuk penerbangan Sydney-London pulang pergi. Tarip ini hanya boleh dinikmati penumpang Qantas, pembawa bendera Australia, dan British Airways, maskapai penerbangan Inggeris. Tarip penerbangan murah itu sebenarnya sudah merupakan hal biasa. Dan perkembangannya nampaknya tak bisa dicegah lagi. Banyak perusahaan, antara lain UTA dan TWA sudah lama mempraktekkannya. Tapi urusan tarip murahnya Qantas, yang berambisi meraup para penumpang dari Australia langsung ke Inggeris dengan hanya singgah sebentar di Bombay, ternyata jadi ramai juga. Apa sebabnya? Soalnya para penumpang dengan tiket murah Qantas itu tak diperkenankan untuk singgah di Singapura atau di ibukota Asean lainnya. Kalaupun ada penumpang yang ingin singgah, akan dikenakan "bea singgah " yang taripnya 5 kali tarip murah itu. Bisa dimengerti kalau Singapura yang paling keras berteriak di antara Asean. Tiap tahun rata-rata 100 ribu turis singgah di Singapura dalam perjalanannya dari Australia ke Eropa. Dari jumlah itu, 70% tinggal di Singapura antara 4 sampai 5 hari, dan 30% sisanya menginap antara 1 sampai 2 hari. Mereka dikabarkan menghabiskan US$ 35 juta setahunnya untuk berbelanja di Singapura. Ini belum terhitung ongkos hotel. Ibukota Asean lainnya tak menikmati rejeki seperti itu. Tapi yang lebih bikin jengkel Asean adalah pengumuman pemerintah Australia seperti ini: Penerbangan Asean tak boleh ikut program tarip murah Australia-Eropa. Lalu katanya pula, rute antara satu negara dan Australia hanya boleh dilayani perusahaan penerbangan negara bersangkutan. Artinya, Singapore Airlines (SIA tak boleh lagi melayani rute Hongkong-Sydney, misalnya, karena rute tersebut hanya untuk Cathay Pacific dan Qantas. Atau MAS punya Malaysia hanya boleh melayani jalur Kuala Lumpur-Sydney. Tapi tak boleh lagi mengangkut penumpang dari Jakarta ke Sydney dan sebaliknya, karena rute tersebut disediakan untuk Garuda dan Qantas. Usul Australia yang begitu katanya merupakan hasil studi selama 11 bulan oleh Komisi Penerbangan Sipil Australia. Studi tersebut menunjukkan jalur penerbangan antara Australia dan negara sekitarnya terdapat kapasitas lebih yang tak terisi. Maka pengaturan yang diusulkan Australia itu dianggap akan bisa mengurangi kapasitas nganggur ini, hingga perusahaan penerbangan Asean bisa bekerja lebih efisien, dan karenanya bisa menurunkan tarip. Ini dianggap akan bisa menutup kerugian yang diderita penerbangan Asean akibat tak diperbolehkan singgahnya penumpang tarip murah pesawat Qantas itu. Alhasil, ulah Qantas itu tak urung membuat para menteri ekonomi Asean berkumpul di Kuala Lumpur pertengahan Desember lalu. Hasilnya: Ascan prinsipnya tak keberatan usul tarip murah, tapi sangat prihatin terhadap larangan sinah di ibukota Asean. Sekalipun reaksi Asean sebagai ke lompok cukup moderat, bisa dimengert bila Menlu Singapura Rajaratnam menamakan tindakan Australia sebagai "tipu daya yang pintar" untuk memperoleh monopoli penerbangan Sebagai ba lasan, barang-barang Australia di Singapura diancam untuk diboikot. Apa yang akan terjadi seandainya Australia berkeras kepala melanjutkan kehendaknya? Beberapa alternatif terbuka bagi Asean dan yang memang sudah dibicarakan, seperti melarang pesawat terbang Australia mendarat di daerahnya. Tapi nampaknya alternatif ini agak ekstrim, hingga pikiran Asean kini beralih ke hal yang praktis seperti yang diusulkan Y.M. Pillai, Presdir SIA "Kita akan melawan tindakan Australia dengan memotong harga yang lebih murah lagi." Tindakan ini mungkin tak sulit bagi SIA yang berkembang cepat itu, tapi mungkin tak disukai penerbangan Asean lainnya. Maka usul "perang tarip" itu, kalau dijalankan, bisa merusak kesatuan Asean.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus