Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Mutof

Haji Mukmin dari Tegal berhasil membuat sprayer alat semprot yang berkwalitas internasional. Presiden Suharto memberi order 1.000 unit. Pengusaha ini membantu bekas karyawan yang ingin berdikari.(eb)

17 Februari 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

HAJI Mukmin dari Tegal mungkin merupakan pengusaha yang menjadi contoh pengusaha kecil lainnya. Sesudah diterima Presiden Suharto baru-baru ini, orang Nomor 1 di Indonesia itu langsung memberi order hasil produksinya 1000 unit alat penyemprot hama seharga Rp 26.000 per buah. Di samping itu suatu surat keputusan Bupati Tegal membuat hasil produksinya terjamin pemasarannya sekurangnya 50% keperluan sprayer (alat semprot untuk seluruh sawah yang ikut Bimas di Kabupaten Tegal harus dipenuhi oleh penyemprot buatan Haji Mukmin. Kepercayaan pemerintah terhadap produksi Haji Mukmin tentunya tak datang begitu saja. Berdasarkan hasil uji Departemen Pertanian pada 1976, alat semprot Mukmin dinyatakan sebagai barang yang berkwalitas internasional, hingga bisa digunakan sebagai alat standar petani untuk menyemprot hama. Seperti banyak keberuntungan lainnya, keberuntungan Haji Mukmin muncul sebagai peristiwa yang tak diduga. Ketika pemerintah menggalakkan program Bimas, pemerintah mengontrak perusahaan asing CIBA untuk melakukan penyemprotan hama dari udara dengan kapal terbang. Seandainya operasi CIBA itu berhasil, maka nasib Haji Mukmin tentunya akan lain. Tapi penyemprotan obat dari udara oleh CIBA ternyata menimbulkan efek sampingan yang berbahaya: sekalipun hama terbunuh, tapi hewan ternak milik petani juga terkena, dan yang lebih parah, sumur penduduk juga ikut diracuni obat anti hama. Pemerintah menghentikan operasi CIBA dari udara dan beralih ke alat penyemprot biasa, sekalipun mungkin tidak seefektif kapal terbang penyemprot. Industri alat-alat dari besi dan logam memang bukan barang baru bagi Haji Mukmin. Seperti kebanyakan penduduk desa Kajen Kabupaten Tegal, Haji Mukmin juga seorang pandai besi yang membikin peralatan bangunan dari besi seperti grendel, engsel, kunci. Suatu bisnis yang ditangani dengan serius sejak 1959. Sekitar akhir 1960-an, usaha Haji Mukmin hampir saja bangkrut, karena ternyata konsumen lebih menyukai barang impor terutama asal Jepang dan RRC. Sebelum dia memutuskan untuk menutup bengkelnya, Mukrnin pergi ke Jakarta dan Bandung, membeli masing-masing 1 lusin peralatan buatan Jepang dan RRT. Kembali ke Tegal, dia coba untuk membuat alat-alat persis seperti buatan luar negeri. Dia rupanya berhasil. Buktinya Ketika Gubernur Jawa Tengah (waktu itu) Munadi berkunjung ke bengkelnya, dia tal bisa membedakan antara grendel dan engsel "made in Tegal" dari yang buatan Jepang atau RRC. Ini merupakan peluang bagi Haji Mukmin untuk mendapat pesanan dari pemerintah terhadap hasil produksinya. Lokomotif Sekarang ini bengkel Haji Mukmin mempekerjakan sekitar 75 teknisi yang sebagian besar pelajar STM yang putus sekolah. Jumlah produksinya 1.000 unit alat penyemprot tangan sebulan. Dengan kata lain, harga order yang diberikan Presiden merupakan penghasilan kotor sedikitnya Rp 26 juta sebulan. Ini belum termasuk hasil dari penjualan produksi lainnya seperti garpu tanah dan sekop. Berapa omset atau hasil penjualannya, wak Haji keberatan menyebutkannya. "Itu rahasia," katanya. Tapi dari daerah pemasaran yang dijangkau produksinya, bisa dipastikan dia bukan kelas teri. Selain seluruh Jawa, alat semprot buatannya itu juga terkenal di daerah transmigran seperti Sumatera Selatan dan juga di Sulawesi Selatan. Kini orang dari desa Kajen itu sedang ikut tender Pemerintah di Jakarta. Maka bisa dimengerti kalau perusahaannya butuh modal yang lebih besar. Pada mulanya, demikian cerita Mukmin, dia bekerja dengan modal sendiri. Tapi ia juga dapat Kredit Investasi Kecil (KIK) dan Kredit Modal Kerja Permanen (KMKP) sebanyak Rp 12 juta dari Bank Pembangunan Daerah cabang Tegal. Kin, untuk lebih mendorong perusahaannya, Haji Mukmin sedang mengail tambahan kredit lagi sehingga mencapai Rp 120 juta. Haji Mukmin rupanya juga seorang pengusaha yang lapang dada terhadap ambisi karyawannya. Kalau ada karyawannya yang ingin mendirikan usaha sendiri dengan membikin komponen yang diperlukan bengkel Haji ukmin, dia tak keberatan dan malah mendorongnya. Tak heran kalau banyak bekas karyawannya menjadi pensuplai, dan menerima sub-kontrak dari Haji Mukmin untuk melever beberapa komponen. Untuk melicinkan usaha bekas karyawannya itu. Mukmin juga memberi bantuan modal dalam bentuk uang dan bahan baku. Tapi modal tetap berupa mesin dan alat-alat harus disediakan sendiri oleh para sub-kontraktor itu. Praktis, kini bengkel Haji Mukmin hanya membikin komponen yang penting saja seperti tabung dan pompanya di samping merakitnya menjadi barang jadi. Kenapa Haji Mukmin lebih senang sistim kerja seperti ini? "Biar mereka ikut menikmati hasilnya," katanya kepada Churozi Mulyo, pembantu TEMPO di Pekalongan. Sikap Mukmin itu amat dihargai oleh pandai besi lainnya di desa Kajen. Mereka sadar produksi alat penyemprot hama merk MUTOF (dari Mukmin dan Tofik anaknya) sekarang ini berfungsi sebagai lokomotif yang menarik industri pandai besi mereka.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus