Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Membangun pasar serumpun

Pertemuan para menteri ekonomi asean membangun pasar serumpun. exclusion list akan diciuntukan. akan bisa mengimbangi proteksi as dan memberi peluang adanya pengganti gsp yang menguntungkan.

18 Juli 1987 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SERUMPUN belum tentu mudah sepakat. Ini terjadi juga di antara anggota Asean alias perhimpunan negara-negara di Asia Tenggara. Terutama kerja sama di bidang ekonomi, dalam sejarah Asean yang sudah berumur 20 tahun ini biasanya termasuk agenda yang tergolong pelik untuk memperoleh kata sepakat. Sehingga, seorang pengamat pernah berkomentar, "Asean itu maju di bidang politik, tapi terbelakang di bidang ekonomi." Yang jadi persoalan, barangkali, karena bertetangga itu. Sebab, ini berarti iklim dan kekayaan alamnya hampir serupa. Walhasil, produk yang akan diekspor punya banyak kesamaan, hingga menJadi bersaing d pasar. Wajar, kalau setiap negara kemudian berusaha melindungi produknya masing-masing. Antara lain dengan mengutip bea masuk yang tinggi bagi Impor. Namun, yang terjadi pada pertemuan antara para menteri ekonomi Asean di Singapura, 9--11 Juli lalu, entah karena sama-sama terkena demam deregulasi yang sedang mewabah di seluruh negeri, ternyata kata sepakat bisa diperoleh dalam waktu singkat. Berdasarkan catatan para pejabat Asean, kerja sama perdagangan antarnegara serumpun ini biasanya dilakukan dengan menambah mata produk yang mendapat fasilitas Preferential Trading Arrangement (PTA). Artinya, semakin banyak produk impor asal sesama Asean yang mendapatkan keringanan bea masuk. Terakhir, tercatat hampir 20 ribu jenis produk yang mendapatkan PTA. Tetapi jumlah ini bisa menyesatkan. "Ini sebetulnya hanya kosmetik saja," kata Dr. Hadi Soesastro, ekonom dari Pusat Pengkajian Masalah Strategis dan Internasional (CSIS). Maklum, dalam prakteknya selama ini, PTA tersebut hanya melibat kurang dari 5% dari lalu lintas barang perdagangan intra-Asean yang ada, karena tiap negara tetap menutup pintu pasar bagi produk strategis masing-masing. Yakni melalui apa yang dikenal dengan istilah "daftar kekecualian" (exclusion lists). Adalah kesepakatan untuk menciutkan exclusion lists ini yang dinilai Hadi Soesastro "sebagai satu terobosan yang sangat berarti" dalam pertemuan pekan lalu itu. "Sebab, ini berarti 90% dari lalu lintas barang perdagangan intra-Asean akan menikmati PTA," katanya menjelaskan. Padahal, sebelum ini, exclusion lists Muangthai mencapai 63%, Indonesia 54%, Malaysia 39%, dan Filipina 25%. Sedangkan tuan rumah Singapura sudah lama tak mempunyai daftar perkecualian ini. Selain penciutan exclusion lists ini, rabat bea masuk produk yang mendapat PTA juga dinaikkan dari 25% menjadi minimum 50%. Dengan demikian, diharapkan produk-produk negara Asean akan semakin bersaing di pasar serumpunnya. Berarti Asean selangkah lebih maju dalam mencapai terbentuknya "pasar bersama" (common market) seperti yang terdapat pada Masyarakat Ekonomi Eropa. Pada pasar bersama ini, tarif bea masuk hanya dikenakan pada produk yang berasal dari negara bukan anggota common market tersebut. Menteri Perdagangan dan Industri Singapura, B.G. Lee, yang mengetuai jumpa pers di akhir pertemuan ini mengatakan, "Kami sengaja tidak berupaya langsung ke arah pasar bersama karena hal itu terlalu ambiius untuk dicapai sekarang." Kendati demikian, Lee menegaskan bahwa Asean tetap kukuh dengan niatnya membentuk diri menjadi masyarakat ekonomi yang padu. "Tapi untuk mencapai itu, tentu harus melalui tahapan-tahapan," katanya. Singapura memang menjadi pionir utama dalam upaya mencapai terbentuknya pasar bersama Asean. Maklum, negara dengan penduduk di bawah tiga juta ini paiing diuntungkan oleh kehadiran pasar bersama. Sedangkan bagi Indonesia - yang penduduknya lebih dari separuh penduduk Asean - pembebasan pasar domestiknya harus dilakukan dengan lebih hati-hati, karena ada kemungkinan produk domestiknya akan kalah bersaing dibandingkan produk impor. "Dalam jangka pendek mungkin tidak menguntungkan, tapi untuk jangka panjang akan baik," kata Hadi Soesastro. Salah satu keuntungan kehadiran pasar bersama Asean adalah semakin tingginya pOslsi tawar-menawar dalam duma perdagangan internasional. Terutama dalam menghadapi kemungkinan semakin tingginya semangat "proteksionisme" yang berkembang di AS, sebagai akibat menangnya Partai Demokrat dalam Kongres dan Senat. Salah satu indikasi hal ini adalah pernyataan pejabat perdagangan AS yang mengadakan pertemuan tak resmi dengan para menteri ekonomi Asean di Singapura itu. Deputi urusan perdagangan AS, Mike Smith, dalam pertemuan itu mengemukakan perlunya penjajakan konsep pengganti Generalised System of Preferences (GSP) yang selama ini berlaku dalam perdagangan internasional AS. Berdasarkan GSP ini, barang produksi negara Asia dan negara berkembang lainnya mendapat keringanan - bahkan bebas - bea masuk ke AS. Agaknya, semakin banyak pembuat UU di AS yang kini menganggap GSP itu sudah tak memadai lagi. Maklum, GSP dibuat ketika semua negara Asia masih lemah perekonomiannya, hingga dianggap perlu mendapat keringanan tarif tersebut. Sedangkan sekarang banyak negara Asia yang mengalami perkembangan ekonomi yang pesat, hingga surplus perdagangannya dengan AS membengkak. Hal ini terutama terlihat pada kelompok negara industri baru seperti Korea, Hong Kong, dan Taiwan, bahkan juga Jepang, hingga dinilai tak memerlukan lagi keringanan-keringanan itu. Yang menjadi masalah utama bagi Asean sekarang adalah menjaga agar reaksi proteksl yang dilakukan AS - dan sebenarnya ditujukan pada negara industri baru itu - tak asal "hantam kromo" hingga membuat Asean turut babak belur. Dalam konteks ini bersatunya Asean akan memperbesar peluang tercapainya pengganti GSP yang menguntungkan Asean. Bambang Harymurti

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus