NAMA J.B. Sumarlin bakal dicatat dalam sejarah perbankan dan senantiasa diingat spekulan dolar. Resepnya mengganjal spekulasi dolar, yang dicobakan bulan lalu, memang menggetarkan: kuras dana-dana menganggur instansi pemerintah di bank-bank kemudian titipkan di Bank Sentral. Para bankir angkat bicara. YUSUF WANTAH, Direktur Bank Arta Pusara dan Sekjen Perbanas: Kebijaksanaan pemerintah ml tampaknya mempunyai dua sasaran. Pertama membendung pembelian dolar. Itu berhasil. Menurut laporan, sejak hari Rabu pekan lalu tidak ada lagi pembelian dolar di bursa valuta asing BI. Sasaran kedua, memanggil kembali dana yang telah ditanamkan dalam dolar. Sasaran ini belum bisa dikatakan berhasil, karena masih perlu dimonitor. Ada dolar yangdisimpan di bawah bantal, ada dolar yang didepositokan di bank luar negeri, ada dolar yang dibelikan property (rumah dan tanah) di luar negeri, dan ada dolar yang ditanamkan dalam portepel asing, atau dipercayakan kepada para funds manager . Dolar yang disimpan dl bawah bantal, atau dalam portepel, tentu bisa cepat dirupiahkan kembali. Tetapi yang dalam deposi-to, tentu harus menunggu sampai jatuh tempo, paling tidak -6 bulan. Yang ditanamkan dalam portepel asing, ada yang bisa cepat diuangkan. Tetapi kalauang itu ditanamkan dalam property atau dipercayakan kepada para manajer dana di bank-bank luar negeri atau Nomura, tentu akan memakan waktu cukup lama. Tetapi kami, bank-bank swasta mendukung kebijaksanaan pemerintah, dengan menaikkan bunga deposito agar para pemlhk dolar mau menanamkan uangnya kembali dalam rupiah. Bank Arta Pusara bukan bank devisa, tetapi pekan lalu disebut-sebut sebagai satu di antara sekitar 20 bank yang mengalami kesulitan likuiditas sehingga harus ke BI, meminta kredit khusus (diskonto). Apakah telah ikut berspekulasi dalam dolar? Itu keliru. Bila banyak uang sedang berada di luar negeri, tentu kami harus cepat mempersiapkan likuiditas. Nasabah yang kekurangan rupiah tentu akan segera mencairkan deposito rupiahnya, atau meminta kredit. Pendapat hahwa bank-bank telah ikut memborong dolar, itu tak benar. Kami hanya melayani masyarakat. Ada nasabah yang gemar mengikuti analisa-analisa yang sangat subycktif, bahkan mungkin berbau subversif dari Singapura, Hong Kong, AS. Analisa-analisa itu ibarat api, dan spekulasi itu asapnya. Analisa-analisa itu meramalkan bahwa perekonomian Indonesia bakal memburuk, sehingga pasti akan diikuti dengan devaluasi. Pemerintah tentu tahu adanya api itu, dan perlu memadamkannya dengan memberi pcnjelasan yang sebenarnya. I.angkah yang telah dilakukan pemenntah, agaknya, baru sampai pada menghilangkan asap, belum sampai pada memadamkan api. N. TlOKROWIRONO, bekas pejabat BI, kini Komisaris dan Sekretaris Perusahaan Panin Bank dan Komisaris PT Asuransi Multi Arta Guna. Bank Indonesia telah mengambil langkah tepat: mengurangi spekulasi pembelian dolar dan menank dana rupiah. Panin Bank ingin mendukungnya. Kini kami memberi bunga deposito tinggi agar pemilik modal tertarik menanamkan uangnya kembali dalam rupiah. Tidak benar kalau Panin dibilang telah berspekulasi dolar. Dengan berspekulasi, memang bisa untung besar kalau ada devaluasi. Tapi, kalau itu dilakukan, tentu akan mempengaruhi likuiditas. Ini mengkhawatirkan, karena akan dinilai tidak sehat oleh Bank Indonesia. Tampaknya, masyarakat masih ada yang lebih suka menyimpan dananya dalam dolar daripada deposito rupiah. Panin Bank, sebaai bank devisa, diperkenankan menjual jasa jual-beli dolar. Kami tentu ingin bertindak profesional, berusaha menaikkan laba dalam batas yang ditentukan Bank Indonesia. Buktinya bisa dilihat. Keuntungan Panin Bank pada 1986, bila dihitung tanpa kegiatan transaksi devisa hanya mencapai Rp 7 milyar lehih. Tetapi dengan melakukan transaksi devisa kami bisa memperoleh keuntungan sekitar Rp 11 milyar. M. DJAILANI, Direktur Eksekutif Bank Umum Nasional Gebrakan Sumarlin kemungkinan akan segera membawa ekses yang merugikan dunia industri. Instruksinya telah menutup sumber-sumber likuiditas yang terakhir dan paling berlimpah. Ekonomi Indonesia sebenarnya telah mendapatkan tekanan berat dari susutnya likuiditas nasional akibat devaluasi September 1986. Akibat devaluasi, bank-bank membutuhkan lebih banyak rupiah. Kesulitan likuiditas itu diperberat lagi oleh spekulasi pada bulan Desember 1986. Akibat pemborongan dolar waktu itu, sekitar Rp 2 trilyun tersedot kas BI. Sejak Januari 1987, sumber-sumber likuditas yang paling berlimpah tinggal bank-bank pemerintah. Mereka membungakan dana BUMN-BUMN, Taspen, Taska, dan Tabanas di pasar uang. Itu pun tidak terlalu berlimpah karena anggaran pemerintah sudah habis, sedangkan budget 1987-1988 belum turun. Tiba-tiba muncul gebrakan Sumarlin itu. Pelarian modal ke luar negeri baru sekarang dipermasalahkan. Dulu, sewaktu terjadi boom? minyak, pemerintah tidak melihat akibat. Padahal, yang biasa melakukannya adalah instansi-instansi pemerintah. Bank-bank pemerintah juga melakukannya. Itu bisa dilihat dari adanya posisi dana offshore di bank bank pemerintah. Dana valuta asing yang dipelihara bank-bank pemerintah adalah modal dan cadangan mereka. Buktinya, setelah terjadi devaluasi, bank-bank pemerintah mencatat keuntungan luar biasa. Di bank-bank swasta, dana valuta asing umumnya milik nasabah. Karena itu, kalau ada devaluasi, keuntungan bank swasta kecil. Kalau untungnya besar, boleh dicurigai bahwa bank swasta itu telah ikut berspekulasi. OMAR ABDALLA, Direktur Utama Bank Bumi Daya. Betul kami menanamkan sebagian uang dalam dolar. Bukan karena hendak berspekulasi. Kami memang membutuhkan dolar untuk keperluan operasi sehari-hari. Misalnya untuk urusan pembukaan L/C. Jadi, semacam untuk cover. Dulu, untuk urusan L/C ini menghabiskan 30% dari cover. Sctclah ada kebijaksanaan Sumarlin, selubung itu makin tipis. Kami membeli valuta asing juga karena tuntutan manajemen. Pengalaman, permintaan kredit tidak mencapai 100%. Katakanlah kami mempunyai dana Rp 1.000. Kredit yang diambil hanya Rp 700. Nah, sekarang ada uang nganggur Rp 300, apakah dianggurkan begitu saja? Dalam manajemen perbankan, uang itu harus diputarkan. Kredit tak ada yang minta. Pasar uang juga jenuh. Pilihan pada valuta asing, kendati bunga hanya 9% Kalau sekarang pasar uang memang ramai, bunga call money (pinjaman antarbank) pekan lalu mencapai 39%. Apa salahnya kalau kami mencari untung di situ (tertawa). PRIASMORO PRAWIROHARDJO, Presiden Direktur Bank Pembangunan Asia (BPA). Kalau langsung memerintahkan pihak bank dan nasabahnya agar tidak berspekulasi, pemerintah menganggap dirinya menyalahi deregulasi perbankan. Karena itu, yang diperintahkan adalah penarikan deposito BUMN-BUMN sebagai sumber dana bank-bank pemerintah, lalu memindahkannya ke dalam Sertifikat Bank Indonesia. Dalam hal ini, saya melihat, ampaknya pemerintah sengaja mengorbankan mereka. Dengan akibat, pelaksanaan proyek-proyek mereka juga bisa ikut serct, atau setidak-tidaknya mengurangi keuntungan. Pihak bank sendiri, agar tak puyeng, terpaksa merupiahkan dolarnya dengan perhitungan merugi, kendati harus berhadapan dengan naiknya tingkat bunga antarbank. Semula hanya berkisar antara 25% dan 27% per tahun, tapi belakangan sudah mencapai 30%-40%. Ini akan menaikkan harga barang konsumsi, dan para pengusaha akan lebih berhati-hati menggunakan dananya bagi kami, ini hanya masalah mengurang keuntungan berlimpah di masa lalu. Sementara itu, para nasabah yang khawatir tak kebagian rupiah, juga makin gencar menarik dana deposito mereka. Dalam beberapa hari terakhir, sudah 20% deposito yang ditarik, sehingga pihak perbankan terpaksa berkompromi dengan meningkatkan jasa pelayanan deposito dan gironya. BPA sendiri sudah menaikkan suku bunga deposito berjangka satu bulannya, dari 17% menjadi 20%. Soal berapa besar dana rupiah yang akan ditarik dari dolar, sulit dipastikan. Masalahnya, para pemilik dolar hanya akan merupiahkannya secara bertahap, sesuai dengan keperluan. Padahal, kalau mereka mau melakukannya dalam jumlah besar, kerugian yang mereka tanggung akan tertutupi oleh tingginya tingkat bunga dan menguatnya rupiah. Masalahnya, banyak pemilik uang yang belum percaya pada pemerintah. Bahkan, masih ada yang suka menubruk dolar. Sumber ketidakpercayaan itu adalah adanya isu yang menyatakan akan terjadi defisit sampai US$ 4 milyar dalam transaksi berjalan. Karena isu itu datang dari para bankir asing yang banyak mendapat kepercayaan, Desember lalu, para pemilik uang memborong dolar secara besar-besaran. Kita sebenarnya telah digerpol untuk kepentingan dan keuntungan mereka. Sebenarnya, kalau diperhatikan dengan cermat, isu atau analisa itu jelas tak benar. Betapa tidak, harga minyak terus membaik, dan pinjaman luar negeri lancar. IGGI memberi pinjaman US$ 3,5 milyar, BI memiliki pinjaman siaga US$ 2,5 milyar, dan IMF memberi US$ 600 juta. Dari angka-angka itu jelas tak mungkin ada devaluasi. Karena itu, saya percaya, kebijaksanaan ini akan berhasil mengamankan kepercayaan pada rupiah. Negatifnya, kebijaksanaan kali ini ibarat obat keras, yang harus diberikan sesuai dengan dosis, agar pasiennya tak mati. Saya juga melihat, bank-bank pemerintah ikut merunyamkan situasi. Mereka ikut-ikutan membeli dolar secara besar-besaran, kendati mereka 100% milik pemerintah. Kalau mereka membantu BI dengan melepas dolar, situasi akan aman. Mereka menguasai 70% dari seluruh aset perbankan. Sekarang ini BI berperang sendiri. SUBEKTI ISMAUN, Direktur Utama Bank Pembangunan Indonesia (Bapindo). Bapindo tak perlu kelabakan menghadapi kelangkaan rupiah, karena memiliki taktik pemeliharaan likuiditas yang jitu, hingga mampu memenuhi semua komitmen rupiah: Permintaan jangka panjang diatasi dengan dana jangka panjang yang diperoleh dari Bank Dunia, Bank Pembangunan Asia dan dana sendiri Sedangkan yang jangka pendek, tertutupi oleh likuditas yang ada. Taktik ini juga terbukti sangat memudahkan kami mengatur arus uang. Bahkan, Bapindo sempat menjual sekitar Rp 20 mllyar lewat pinjaman antarbank dengan bunga 30%-34%. Kami juga tak berminat ikut menarik dana deposito dengan bunga tinggi, sehingga tetap bertahan di sekitar 16% per tahun. Saya percaya, situasi gawat ini segera pulih. Jauh lebih cepat dari bayangan semula. Indikasinya, sudah US$ 800 juta kembali jadi rupiah di BI. Penjualan dolar akan mampu mengatasi kelangkaan rupiah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini