ASIAN Development Bank (ADB), yang berpusat di Manila, membuat kejutan. Senin pekan ini, mereka membuka kantor cabang khusus (resident office) di Indonesia, yang terletak di lantai VI gedung Danareksa, Jakarta. Ini adalah kantor yang sama seperti yang dibuka di Dakka Bangladesh, pada 1982. Pertanda keadaan ekonomi Indonesia seperti di Bangladesh lima tahun silam? Presiden ADB Masao Fujioka, yang datang ke Jakarta untuk meresmikan kantor cabang ADB itu, membantah dugaan ini. Maksud pembukaan kantor cabang di Jakarta, katanya, untuk memudahkan dialog antara para donor dan pelaksana proyek yang dibantu. Juga supaya ADB "lebih cepat" tanggap atas perubahan-perubahan situasi ekonomi di Indonesia. "ADB mempunyai ikatan kuat dengan perkembangan ekonomi Indonesia," kata Fujioka. Sejak tahun pertama Pelita I, 1969, ADB memberikan bantuan keuangan untuk pembangunan. Sampai akhir 1986 bantuan yang telah diberikan ADB sudah berjumlah sekitar US$ 3,8 milyar. Bantuan yang diberikan untuk pembangunan 108 proyek, terutama di bidang pertanian, perlistrikan, transportasi, komunikasi, pendidikan, dinilai ADB, penyelesaiannya sedikit lambat. Menurut laporan tahunan ADB 1986, kelambatan juga terjadi dalam pencairan kredit yang dlberikan. Sampal tahun silam, baru 47 proyek yang rampung, 71 masih dalam pembukuan, termasuk 6 yang masih menunggu pencairan kredit. Dari sekitar US$ 3,8 milyar kredit yang disediakan, belum sampai 40% yang dicairkan. Mengapa? Ternyata, terhambat oleh birokrasi dan kesulitan pemerintah Indonesia menyediakan dana bagi penyertaan modal. Kelambatan itu baru disadari tahun silam. Untuk mengatasi hal itu, pemerintah Indonesia telah melakukan perbaikan. Juli tahun silam, Presiden Soeharto telah membentuk tim khusus yang bertugas melancarkan proyek-proyek yang dibiayai dengan bantuan luar negeri, termasuk bantuan ADB. Tahun itu juga, ADB menyanggupi permintaan pemerintah untuk menempatkan staf di Jakarta guna membantu kelancaran pelaksanaan proyek serta pencairan kredit. Mandat yang diberikan ADB bagi kantor cabang khusus di Jakarta adalah untuk melancarkan proyek-proyek dengan basis dari hari ke hari. Dengan demikian, pimpinan ADB di Manila yakin bahwa penggunaan dana yang diberikan sesuai dengan usulan, dan dapat ditingkatkan. Faktor kelancaran tentu juga ditentukan oleh staf ADB yang ditempatkan di Jakarta. Untuk sementara, ada tiga pejabat profesional dipindahkan langsung dari kantor pusat di Manila ke kantor cabang Jakarta. Staf pendukung akan direkrut dari tenaga lokal, dan dua staf profesional akan segera dibina. Sebagai kepala cabang pertama ditunjuk Richard Bradley. "Ia berpengalaman serta cekatan. Maka, saya yakin kegiatan ADB di sini akan sukses," kata Fujioka. ADB rupanya tidak akan menciutkan bantuannya kepada Indonesia, hanya karena pemerintah tidak bisa menyediakan penyertaan modal. ADB bangga atas prestasi Indonesia, karena bisa mencapai swasembada pangan. "Sebagian tentu berkat bantuan ADB. Sekitar 40% pinjaman ADB telah diberikan untuk proyek-proyek pertanian, khususnya irigasi," kata Fujioka. Para donor kini percaya bahwa bantuan mereka di Indonesia tidak akan mubazir. "Tahun 1986, kami telah melakukan kebijaksanaan baru dengan memberikan US$ 90 juta untuk tabungan pemerintah. Tahun ini, kami juga telah menyediakan pinjaman baru sebesar US$ 30 juta untuk kebutuhan rupiah yang diperlukan pemerintah bagi penyertaan modal proyek," ujar Presiden ADB itu. Pentingnya arti ADB bagi Indonesia tak diragukan. Adalah Menko Ekuin Ali Wardhana yang menggunting pita peresmian kantor cabang ADB di Jakarta. Turut hadir Menteri Keuangan Radius Prawiro dan Gubernur Bank Sentral Arifin Siregar. M.W.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini