Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
MANTAN Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi tersenyum setelah bertemu dengan Presiden Joko Widodo. Ditanya juru warta yang menunggu di Istana Merdeka, Lutfi hanya menjawab dengan janji yang meyakinkan. "Kami belum boleh bicara sekarang. Kamis nanti akan diumumkan resmi," kata Lutfi, Senin dua pekan lalu.
Siang itu Lutfi datang bersama Arifin dan Hilmi Panigoro, dua bersaudara yang punya jejak panjang di industri minyak dan gas. Tiba setengah jam sebelum tengah hari, ketiganya langsung masuk bertemu dengan Presiden Joko Widodo. Pertemuan berlangsung tertutup selama satu jam. Presiden hanya didampingi oleh Sekretaris Kabinet Pramono Anung.
Menurut sumber Istana yang mengetahui pertemuan itu, Lutfi, Arifin, dan Hilmi menemui Jokowi untuk meminta dukungan pemerintah atas rencana Medco mengakuisisi PT Newmont Nusa Tenggara. Arifin adalah pendiri Medco Group. Sedangkan Hilmi menjabat direktur utama. Adapun Lutfi duduk sebagai Komisaris Utama PT Medco Energi Tbk sejak November tahun lalu.
Ketiga pemimpin Medco ini bergantian memaparkan skema dan perkembangan proses akuisisi. Mereka berusaha meyakinkan Presiden bahwa perusahaan dalam negeri memiliki kemampuan mengambil alih tambang emas dan perak yang dipegang pihak asing. "Presiden senang mendengarkan paparan tersebut," kata sumber tadi.
Namun, hingga hari pengumuman yang dijanjikan tiba, Medco belum menjelaskan rencana akuisisi tersebut. Menurut seorang yang terlibat dalam transaksi, pengumuman akuisisi Newmont tertunda karena masalah pendanaan. Bukan soal ketersediaan dana, "Tapi lebih ke soal menyelesaikan urusan teknis dengan para peminjam modal," kata sumber tadi.
Nilai akuisisi Newmont terbilang jumbo. Seorang ahli keuangan yang mengetahui transaksi ini mengatakan dana yang dibutuhkan mencapai US$ 2,68 miliar atau sekitar Rp 35 triliun. "Tidak mungkin bisa dengan equity sendiri. Banyak bank dan perusahaan investasi yang terlibat," katanya.
Dana sebesar itu dibutuhkan untuk mengakuisisi 82,2 persen saham Newmont. Saham yang akan diakuisisi oleh Medco adalah saham yang dimiliki Nusa Tenggara Partnership BV-perusahaan patungan Newmont dan Sumitomo-sebesar 56 persen; 24 persen saham milik PT Multi Daerah Bersaing; dan 2,2 persen saham PT Indonesia Masbaga Investama. Grup Bakrie memiliki saham Newmont melalui PT Multi Daerah Bersaing. Saham yang dikuasai Bakrie itu akan dibeli di kisaran US$ 500 juta.
Untuk mendukung rencana akuisisi itu, Medco menggandeng beberapa bank asing dan lokal. "Lokalnya adalah Bank Mandiri dan BNI," kata sumber tadi. Adapun sumber pendanaan asing berasal dari Farallon Capital, BNP Paribas SA, Malayan Banking Bhd, dan Societe Generale SA.
Masalah timbul karena Farallon Capital mulai bertingkah. Semula perusahaan investasi asal Amerika ini masuk konsorsium pendanaan sebagai pembiayaan mezanin (mezzanine financing). Artinya, dalam hal pemenuhan kewajiban, debitor menempatkannya tidak sebagai prioritas atau dibayar belakangan. Namun pembiayaan mezanin mematok bunga sangat tinggi. Dalam akuisisi ini, debitor dikenai bunga lebih dari 20 persen. "Farallon tiba-tiba minta agar ada sharing jaminan dengan bank lain. Mandiri tidak mau," kata ahli keuangan tadi. Sedangkan Farallon tahu, kalau permintaannya tidak dipenuhi, transaksi tidak akan jalan.
Pembiayaan mezanin, kata dia, biasanya tidak mendapat jaminan. Pemberian jaminan hanya diberikan debitor kepada senior loan, dalam hal ini sindikasi perbankan yang dipimpin Mandiri. Di sinilah lobi terkunci. Padahal porsi pembiayaan yang bersumber dari Farallon sebesar US$ 270 juta. Bank yang tergabung dalam sindikasi tak mau mengalah karena pinjaman yang mereka kucurkan bunganya jauh lebih rendah ketimbang bunga yang dipatok Farallon.
Arifin Panigoro sempat menyampaikan persoalan pendanaan ini kepada Jokowi dalam pertemuan di Istana Negara. Demi memuluskan transaksi, Medco meminta pemerintah agar bank BUMN yang terlibat pendanaan bisa diajak bernegosiasi mengenai prasyarat yang diajukan Farallon. "Tapi, sampai Rabu malam, belum juga ada kemajuan sehingga rencana pengumuman diundur," kata ahli keuangan tersebut.
Bank Mandiri mengakui memberikan pinjaman kepada Medco sejak tahun lalu. "Tapi itu sifatnya multipurpose, bisa digunakan untuk aksi korporasi apa saja," ujar Sekretaris Perusahaan Bank Mandiri Rohan Hafas. Dia mengatakan Mandiri mendukung bila pinjaman digunakan untuk aksi korporasi yang menguntungkan. Apalagi, kata dia, sektor pertambangan mulai bangkit lagi.
Rohan tidak bisa menyebutkan berapa dana yang dikucurkan Mandiri. Sekretaris Korporasi BNI Suhardi Petrus juga membenarkan keikutsertaan BNI dalam pendanaan akuisisi Newmont. Suhardi juga belum bisa menyebutkan jumlah kontribusi BNI. "Kami masih menganalisis karena ini transaksi sangat besar," katanya.
Arifin Panigoro tidak membantah kabar bahwa Medco berencana mengambil alih tambang Newmont. Namun ia enggan merinci proses transaksinya. "Tunggu pengumumannya saja," kata Arifin, Selasa pekan lalu.
RENCANA Medco membeli tambang Batu Hijau milik Newmont di Sumbawa itu sudah dimulai sejak tahun lalu. Seseorang yang mengetahui rencana transaksi ini menyebutkan ide agar Medco merambah sektor tambang datang dari Agus Prodjosasmito, bankir senior yang juga mantan Direktur Utama PT Danareksa Sekuritas.
Agus datang ke Medco pada medio tahun lalu. Ia mengajak Arifin bekerja sama dengan perusahaan investasinya, AP Investments, untuk mengakuisisi Newmont. Tertarik pada potensi sektor pertambangan yang ditawarkan Agus, Medco bergabung.
Medco kepincut merambah bisnis tambang mineral karena ingin melakukan diversifikasi pasar. Apalagi perusahaan ini merugi US$ 160 juta karena rendahnya harga minyak tahun lalu. "Harga minyak diprediksi baru membaik tiga tahun lagi. Kalau tidak diversifikasi, ya, bubar," kata pejabat tadi.
Setelah sepakat, Agus dan Arifin mulai mencari dana pinjaman dari dalam dan luar negeri. Salah satu yang bersedia mendukung adalah Bank Mandiri. Bank pelat merah ini gencar berinvestasi di sektor tambang, di antaranya mengucurkan kredit untuk Archipelago Resources milik Peter Sondakh dan tambang emas Martabe di Sumatera Utara. Yang terakhir ini kepunyaan taipan Robert Budi Hartono dan Martua Sitorus.
Meski rencana akuisisi murni aksi korporasi, Agus dan Medco bergerilya mencari dukungan di dalam negeri. Satu demi satu pejabat tinggi disambangi. Salah satunya Menteri Koordinator Kemaritiman Rizal Ramli pada November tahun lalu. Komunikasi juga mereka jalin dengan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Sudirman Said. "Pak Sudirman intinya mempersilakan. Nanti, begitu transaksi selesai, baru dilaporkan untuk persetujuan pengalihan kuasa tambang," kata anggota staf khusus Menteri Energi, Said Didu. Demi memperoleh sokongan pemerintah, Agus dan Arifin berjanji membangun smelter.
Dukungan paling kuat justru datang dari Istana. Menurut pejabat yang mengurus transaksi ini, Presiden sangat tertarik pada rencana Medco mengakuisisi Newmont. "Presiden ingin ini menjadi acuan bagi pemerintah terhadap Freeport," kata si pejabat.
Presiden, menurut dia, ingin melihat keberhasilan skema yang digunakan Medco. Bila berhasil, skema ini bukan tidak mungkin digunakan untuk memperbaiki porsi pemerintah di tambang Freeport. "Tentunya dengan memperbesar peran BUMN tambang di aksi tersebut," kata pejabat tadi.
Sekretaris Kabinet Pramono Anung tidak mau berkomentar tentang transaksi ini. Adapun Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengatakan pemerintah tidak ikut campur dalam rencana akuisisi itu. "Pemerintah tidak ada dana untuk membeli divestasi Newmont. Jadi, kalau ada swasta nasional mau ambil, tidak apa-apa," kata Bambang.
Agus Prodjosasmito belum mau berkomentar mengenai keterlibatannya mengakuisisi saham Newmont. Dalam pesan pendek kepada Tempo, ia meminta maaf belum bisa memberi penjelasan.
Pakar hukum pertambangan Ahmad Redi mengatakan pengambilalihan saham Newmont oleh perusahaan nasional layak diapresiasi. Namun ia khawatir keterlibatan bank BUMN dengan porsi pinjaman besar berisiko bagi negara. "Sebenarnya lebih tepat jika dukungan bank BUMN diberikan kalau eksekutornya BUMN tambang," kata Redi.
Juru bicara Newmont Nusa Tenggara, Rubi Purnomo, mengatakan soal akuisisi tambang perusahaan telah menjadi bahan spekulasi pasar. Sampai saat ini, baik Sumitomo maupun Newmont masih melakukan pembicaraan dengan sejumlah pihak yang berminat. Menurut Rubi, belum ada pihak yang dapat memberikan komitmen penuh atas pembiayaan dan persyaratan yang diajukan.
Gustidha Budiartie, Ananda Teresia, Faiz Nasrillah
Pembayaran Royalti Newmont
2015
Rp 1,04 triliun
2014
Rp 222 miliar
Kepemilikan Saham PT Newmont Nusa Tenggara
Kepemilikan Saham Rencana Akuisisi
Sumber pendanaan
Sindikasi Perbankan:
Naskah: Gustidha Budiartie | Sumber: PT Newmont Nusa Tenggara
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo