Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Masih Gamang Batasi Muatan Truk

Pemerintah belum pasti melarang pengoperasian truk dengan dimensi dan muatan berlebih alias truk ODOL (over-dimension and overload). Padahal aturan tentang hal itu sudah diterbitkan sejak 14 tahun silam. Mengapa pemerintah masih belum tegas?

27 Desember 2022 | 00.00 WIB

Truk pengangkut melintas di ruas tol Jakarta Cikampek, Kota Bekasi, Jawa Barat, 23 Desember 2022. TEMPO/Tony Hartawan
Perbesar
Truk pengangkut melintas di ruas tol Jakarta Cikampek, Kota Bekasi, Jawa Barat, 23 Desember 2022. TEMPO/Tony Hartawan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

JAKARTA - Rencana pemerintah melarang pengoperasian truk dengan dimensi dan muatan berlebih, alias truk ODOL (over-dimension and overload), per 1 Januari 2023 masih belum pasti. Padahal pergantian tahun tinggal menghitung hari. Juru bicara Kementerian Perhubungan (Kemenhub), Adita Irawati, menuturkan implementasi kebijakan tersebut masih harus dibicarakan para pemangku kepentingan lintas sektoral. Salah satunya soal bagaimana kepolisian akan melakukan penindakan di lapangan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

"Kalau Kemenhub, sebenarnya ingin (kebijakan pelarangan truk ODOL) ini dimulai pada 2023, karena sudah cukup lama tertunda. Tapi kembali lagi, soal implementasi lintas sektoralnya, harus duduk bareng lagi," ujar Adita ketika ditemui di Stasiun Manggarai, Jakarta, kemarin. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Sedianya, kebijakan yang oleh pemerintah disebut zero over-dimension and overload (zero ODOL) itu diterapkan pada 2021. Namun, dengan berbagai alasan--salah satunya karena adanya pandemi Covid-19--pemerintah menunda kebijakan ini. Waktu itu, pemerintah menuruti permohonan para pelaku usaha agar mereka bisa menyesuaikan diri sebelum aturan tersebut benar-benar ditegakkan. Di sisi lain, pemerintah juga ingin meningkatkan produktivitas Pelabuhan Tanjung Priok sebagai pusat logistik nasional yang melayani 60 persen lalu lintas logistik Indonesia. 

Belum pastinya pemberlakuan kebijakan ini pada awal tahun depan juga sempat disinggung Direktur Lalu Lintas Jalan Kemenhub, Cucu Mulyana, dalam sebuah diskusi daring pada 15 Desember lalu. "Pelaksanaan zero ODOL dengan penegakan hukum, diharapkan dapat dilakukan di semester II 2023, bersama-sama dengan kepolisian," ujarnya.

Petugas melakukan pemotongan truk over-dimension and overload (ODOL di Pancoran, Jakarta, 20 Maret 2020. TEMPO/Tony Hartawan

Tahapan Penerapan Larangan Truk ODOL

Kemenhub sebetulnya mengklaim telah menyiapkan tahapan pemantapan menjelang pelaksanaan program nol truk ODOL, misalnya dengan sosialisasi dan edukasi final seiring dengan optimalisasi kinerja para pemangku kepentingan. Cucu mengatakan, lembaganya dalam beberapa tahun terakhir telah melakukan sosialisasi dan edukasi kepada pengemudi truk dan asosiasi usaha terkait. Antara lain para pengusaha karoseri, perusahaan logistik, hingga operator.

Kementerian bersama kepolisian juga terus mengawasi menindak kendaraan yang melanggar. Berdasarkan catatan Kementerian, pelanggaran dilakukan oleh 29 persen atau 550 ribu kendaraan dari total 1,9 juta kendaraan yang telah diperiksa sepanjang Januari hingga November 2022. Jumlah truk yang daya angkut dan muatannya melanggar ketentuan sebanyak 5-40 persen. Adapun sisanya berupa pelanggaran dokumen.

Menjelang penerapan penuh kebijakan tersebut, Kementerian Perhubungan menyatakan terus memperbaiki tata kelola uji berkala, proses sertifikasi registrasi uji tipe, hingga surat keputusan rancang bangun, sebelum masuk ke tahapan nol truk ODOL. Kementerian pun akan melakukan integrasi sistem pada Direktorat Jenderal Perhubungan Darat dengan sistem tilang elektronik Korps Lalu Lintas (Korlantas) Polri.

Larangan truk bermuatan dengan berat dan dimensi melebihi ketentuan dimaksudkan untuk mengurangi berbagai kerugian masyarakat, dari kecelakaan lalu lintas hingga kondisi jalan. Berdasarkan data Korlantas Polri, kendaraan ODOL menjadi penyebab 349 kecelakaan lalu lintas dalam kurun lima tahun terakhir. Rinciannya, 107 kasus pada 2017, 82 kasus pada 2018, 90 kasus pada 2019, 20 kasus pada 2020, dan 50 kasus pada 2021.

Sementara itu, data Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat menyebutkan kerusakan jalan akibat ODOL memicu peningkatan anggaran pemeliharaan jalan nasional, jalan tol, dan jalan provinsi dengan jumlah rata-rata Rp 43,45 triliun per tahun.

Meski begitu, Cucu menyatakan penerapan kebijakan ini tidak akan dilakukan secara serta-merta, melainkan bertahap dengan adanya sejumlah toleransi. Pada 2021, truk bermuatan bahan pokok diberi batas toleransi kelebihan muatan sebanyak 30 persen. Truk yang melebihi batas toleransi tersebut dikenai sanksi tilang, transfer muatan, maupun dilarang jalan. Pada 2022, batas toleransi tersebut turun menjadi 15 persen. Pada tahun depan, batas itu kembali diturunkan menjadi 5 persen.

Pada tahun depan, angkutan yang mendapat batas toleransi kelebihan muatan 5 persen adalah truk bermuatan barang esensial, seperti semen, pupuk, dan kelapa sawit. Termasuk juga truk bermuatan barang penting, seperti baja, kaca lembaran, air minum dalam kemasan, beton ringan, kertas, keramik, kayu potong, pasir tanah, bijih besi, dan makanan ternak.

Truk diisi dengan batu bara di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, 4 Agustus 2022. TEMPO/Tony Hartawan

Pelarangan Truk ODOL Untungkan Pengusaha

Konsultan senior Supply Chain Indonesia, Sugi Purnoto, menyebutkan penerapan pelarangan truk kelebihan dimensi dan muatan tidak bisa ditunda lagi, lantaran Undang-Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan sejatinya sudah terbit sejak 2009 atau 14 tahun lalu. "Jadi, selama itu pelaku usaha menikmati keuntungan dengan melanggar aturan," ujar Sugi.

Tapi, di sisi lain, pengusaha angkutan acap kali harus merogoh kantong lebih dalam gara-gara kerusakan truk yang membawa muatan berlebih. Komponen biaya yang harus dikeluarkan pemilik truk, kata Sugi, antara lain untuk penggantian ban dan kaki-kaki truk yang sering rusak sebelum waktunya.

Sugi bercerita, ada sebuah perusahaan logistik yang menombok karena salah satu truknya mengalami pecah ban pada keempat rodanya sekaligus akibat kelebihan muatan. “Jika satu ban harganya Rp 4 juta, berarti perusahaan harus keluar uang Rp 16 juta. Padahal ongkos angkutnya hanya Rp 15 juta.” Belum lagi jika terjadi kerusakan berupa patah as roda, yang biaya penggantiannya bisa mencapai Rp 20-30 juta. “Makanya, kalau perusahaan bisa mematuhi aturan, truk akan lebih awet.”

Berdasarkan catatan Sugi, selama ini pelanggaran kelebihan muatan kerap terjadi pada industri air minum dalam kemasan, angkutan bahan pokok, industri otomotif, angkutan material konstruksi, dan angkutan bahan kimia. Pelanggaran kelebihan dimensi truk sering dijumpai pada industri makanan ringan dan elektronik. Adapun sektor yang kerap melanggar keduanya adalah angkutan batu bara.

Apabila kebijakan zero ODOL diterapkan, Sugi mengatakan, tarif angkutan yang berbasis rit (perjalanan bolak-balik) tidak akan mengalami perubahan harga. Sedangkan angkutan yang ongkosnya dihitung berdasarkan berat muatan, perlu melakukan penyesuaian harga agar bisa menutup biaya operasi sekaligus mendapat keuntungan. Berdasarkan hitungannya, kenaikan tarif per kilogram atau per ton bisa mencapai 250-300 persen. Berdasarkan kasus yang ia temui, kelebihan muatan yang sering terjadi adalah sebanyak 2-2,5 kali dari ketentuan.

Ketua Umum Perkumpulan Keamanan dan Keselamatan Indonesia (Kamselindo), Kyatmaja Lookman, pesimistis kebijakan nol truk ODOL dapat diterapkan optimal pada awal 2023. Musababnya, sampai sekarang kebijakan ini masih pada fase sosialisasi. Direktur Utama PT Lookman Djaja Logistics ini menuturkan, perlu ada komitmen dari Presiden Joko Widodo untuk turun tangan menyelesaikan persoalan truk kelebihan berat dan dimensi tersebut.

Masalah ini, ujar dia, sudah mengakar dan terjadi lintas sektor. “Karena pembiaran yang sudah terlalu lama, semakin lama semakin parah sehingga untuk balik sudah sulit. Tingkat pelanggaran yang ada sekarang ini bisa di atas 80 persen, kita enggak tahu mana yang benar mana yang salah kalau sudah lebih banyak pelanggar," ujar Lookman.

Lookman menilai, penundaan penerapan kebijakan nol truk ODOL yang sudah berkali-kali membuat upaya pembenahan sulit berjalan masif, terutama di kalangan industri logistik dan pemilik barang. "Kebijakan ini sudah ditunda berkali-kali, dan kita selalu mulai dari garis start lagi.” Menurut dia, pelanggaran yang dibiarkan ini bakal terus mengorbankan masyarakat, baik dalam bentuk jalan rusak, kemacetan, maupun kecelakaan.

CAESAR AKBAR | KHORY ALFARIZI | ANTARA

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus