Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Lingkungan Hidup /Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq mengatakan, pemerintah telah menyiapkan lima proyek strategis di sektor energi untuk mendukung perdagangan karbon internasional. Dari proyek-proyek ini, total volume setara karbon dioksida (CO) yang dapat disertifikasi mencapai 1.780.000 ton.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Untuk melaksanakan mandat sesuai regulasi terkait perdagangan karbon internasional yang diluncurkan hari ini, beberapa proyek telah disiapkan berdasarkan data registrasi karbon," ujar Hanif dalam peluncuran Perdagangan Karbon Internasional di Gedung Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Senin, 20 Januari 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Hanif merinci, proyek-proyek itu yakni pengoperasian Pembangkit Listrik Tenaga Gas Bumi (PLTGU Priok Blok 4) untuk 595.000 ton setara CO, konversi Pembangkit Single Cycle menjadi Combined Cycle (PLTGU Grati Blok 2) untuk 400.000 ton setara CO, dan pengoperasian Pembangkit Listrik Tenaga Air Minihidro (PLTM) Gunung Wugul untuk 5.000 ton setara CO.
Selain itu, Hanif mengatakan ada proyek pengoperasian Pembangkit Listrik Tenaga Gas Bumi (PLTGU PJB Muara Karang Blok 3) untuk 750.000 ton setara CO dan konversi Pembangkit Single Cycle menjadi Combined Cycle (Blok 2 PLN NP UP Muara Tawar) untuk 30.000 ton setara CO.
Di pasar internasional, kredit karbon Indonesia ditawarkan seharga Rp 96.000 per ton di unit Indonesia Technology Based Solution (IDTBS) dan Rp 144.000 per ton di unit IDTBS Renewable Energi (IDTBS-RE).
Hanif menjelaskan, implementasi perdagangan karbon internasional ini mencerminkan komitmen Indonesia setelah COP29. Momen ini juga memperkuat upaya mempercepat Kontribusi yang Ditentukan secara Nasional (NDC) kedua, yang akan diajukan pemerintah pada Februari 2025.
"Pemerintah Indonesia menjamin bahwa setiap sertifikat yang diterbitkan untuk perdagangan karbon internasional telah divalidasi dan diotorisasi untuk mencegah pencatatan ganda, pembayaran ganda, dan klaim ganda," ujar Hanif.
Pemerintah, ujar Hanif, berupaya mencapai target NDC melalui mekanisme penetapan harga karbon, yang mencakup perdagangan karbon, perdagangan emisi, pembayaran berbasis kinerja, pembayaran berbasis hasil, pengurangan bahaya karbon, dan mekanisme lainnya, yang sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Sesuai Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2021, Hanif mengatakan, mekanisme perdagangan karbon sebagai bagian dari pelaksanaan penetapan harga karbon dilakukan melalui Sistem Registri Nasional Pengendalian Perubahan Iklim (SRN-PPI). SRN-PPI berfungsi mendokumentasikan setiap tahap proses perdagangan unit karbon.
Hanif menambahkan, pemerintah telah berupaya memperkuat elemen kunci ekosistem karbon, termasuk Sistem Registri Nasional (SRN), Pengukuran, Pelaporan, dan Verifikasi (MRV), Sertifikat Pengurangan Emisi Gas Rumah Kaca (SPEI-GRK), serta Otorisasi dan Penyesuaian Korespondensi (CA), untuk mendukung perdagangan karbon internasional.
"Dengan elemen-elemen kunci ini, dapat dipastikan bahwa sertifikat pengurangan emisi (SPEI) yang diterbitkan oleh Indonesia memiliki integritas tinggi," tuturnya.