Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Gelak tawa membahana tatkala 40 anggota Komisi Keuangan dan Perbankan DPR menguji Darmin Nasution menjadi calon Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia, Senin pekan lalu. Tak ada ketegangan sama sekali di dalam ruangan tersebut. Suasana justru begitu cair. Ini membuat Darmin santai dan leluasa memaparkan visi dan misinya sebagai calon deputi gubernur senior bank sentral.
Saat memasuki sesi tanya-jawab untuk para anggota Dewan, tiba-tiba Darmin menyela dan meminta izin. ”Permisi, saya boleh merokok, ya? Saya (tak kuat), dari tadi menahan,” ujarnya. Anggota Dewan yang sadar bahwa mantan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) itu perokok berat pun mengizinkannya. ”Silakan, Pak. Tapi, kalau merokok, tidak akan kami pilih,” seloroh satu anggota Dewan. Gelak tawa anggota Dewan kembali meruap. Darmin juga terkekeh-kekeh sambil mengeluarkan rokok putih dari kantong kiri jas hitamnya. Sambil mengisap rokok dalam-dalam, Darmin mendengarkan pertanyaan yang diajukan 15 anggota Dewan.
Seleksi dan uji kepantasan (fit and proper test) calon Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia itu diikuti Darmin dan Gunarni Soeworo. Darmin, yang juga Direktur Jenderal Pajak Departemen Keuangan, mendapat kesempatan pertama dengan membawakan makalah berjudul ”Membangun Bank Indonesia yang Efektif dan Kredibel untuk Kemajuan Ekonomi Bangsa”. Dia menekankan pentingnya transformasi Bank Indonesia, pengendalian inflasi, akses pembiayaan kredit ke masyarakat kecil, dan koordinasi pemerintah dengan bank sentral. Darmin juga menyoroti lemahnya pengawasan perbankan oleh Bank Indonesia selama ini.
Gunarni, Ketua Perhimpunan Bank Umum Nasional (Perbanas), mendapat kesempatan kedua pada sore harinya. Mantan Direktur Bank Niaga ini memaparkan visi dan misinya yang berjudul ”Memperkuat Sistem Perbankan Nasional untuk Mendukung Pertumbuhan Ekonomi Berkelanjutan”. Gunarni menekankan fungsi pengaturan perbankan, membangun fungsi pengawasan untuk mendukung pengembangan bank yang lebih kuat dan kompetitif, dan membangun kapasitas kelembagaan bank sentral.
Visi dan misi yang disampaikan kedua kandidat memuaskan para anggota Komisi Keuangan. Tapi, seperti banyak prediksi sebelumnya, Darmin lebih dijagokan ketimbang Gunarni. Faktanya, 40 anggota Dewan dalam komisi itu memang memilih Darmin sebagai Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia, menggantikan Miranda Goeltom, yang akan habis masa jabatannya pada 24 Juli mendatang. ”Komisi XI secara aklamasi memilih Darmin Nasution sebagai Deputi Gubernur Senior BI baru,” kata pimpinan rapat seleksi, Endin J.A. Soefihara, seusai rapat, pekan lalu.
Sumber Tempo mengungkapkan, rapat pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia di ruang Komisi XI, yang akhirnya menunjuk Darmin, berlangsung singkat, hanya setengah jam. Rapat dimulai pukul 20.00 dengan agenda putaran pertama, pandangan semua fraksi (10 fraksi) atas visi dan misi yang disampaikan Darmin dan Gunarni. Dalam putaran pertama, katanya, tujuh fraksi menyebut nama Darmin, tiga fraksi lain, yakni Golkar, Partai Keadilan Sejahtera, dan Bintang Reformasi, hanya menyebut kriteria.
Lobi singkat para ketua fraksi pun digelar untuk menentukan metode pemilihannya, yakni pengambilan suara atau aklamasi. Dalam putaran kedua, tuturnya, ternyata semua fraksi langsung merekomendasikan Darmin. Karena semua fraksi sudah menyebut nama Darmin, berarti voting tak ada gunanya lagi. Akhirnya, ujar dia, Darmin pun terpilih secara aklamasi. Rapat pemilihan pun berakhir pukul 20.30.
Tanda-tanda Darmin menjadi calon kuat menggantikan Miranda sebenarnya sudah tercium lama. Seorang anggota Dewan dari komisi yang sama membisikkan, Gubernur Bank Indonesia Boediono menginginkan Darmin menggantikan Miranda. Boediono membutuhkan Darmin untuk membantu memperbaiki tata kelola (good governance) Bank Indonesia yang banyak dilanda skandal.
Boediono sudah lama cocok dengan Darmin. Guru besar Universitas Gadjah Mada itulah yang menarik Darmin dari Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Universitas Indonesia ke Departemen Keuangan. ”Darmin sebagai calon kuat pun sudah disampaikan Boediono kepada sejumlah anggota Dewan, salah satunya Emir Moeis,” katanya.
Emir, yang ditemui Tempo di sela-sela Sidang Paripurna DPR pekan lalu, mengakui pernah dihubungi Boediono pada awal April lalu. ”Pak Boediono menyebut nama Darmin. Saat itu saya bereaksi menolak karena Darmin masih dibutuhkan di Direktorat Jenderal Pajak,” ujarnya. Tapi, dalam seleksi pekan lalu, Emir akhirnya juga setuju Darmin menjadi Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia. ”Integritas, pengalaman, dan kemampuan fiskal dan moneter Darmin sangat baik. Dia cakap juga di BI,” ujar Emir. Gunarni, kata Emir, sebenarnya juga bagus. Pengetahuan dan pengalamannya di perbankan sangat memadai. Tapi, untuk menjadi deputi gubernur butuh lebih dari itu, di antaranya kedekatan dan mampu melobi parlemen.
Darmin menjadi pilihan utama pemerintah rupanya juga sudah disampaikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Ketua Komisi Keuangan dan Perbankan Hafiz Zawawi mengisahkan, di sela-sela pertemuan negara anggota G-20 di London, Inggris, pada 1-4 April lalu, Presiden bertemu dengan dirinya dan menyebut nama Darmin untuk menggantikan Miranda. Setelah panjang-lebar mengobrol dengan Yudhoyono, kata Hafiz. ”Saya merasa pemerintah memang menginginkan Darmin.”
Menurut anggota Komisi Keuangan dan Perbankan lainnya, mulusnya Darmin menjadi Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia bukan semata-mata pria kelahiran Tapanuli itu diplot pemerintah. Darmin juga ditugasi misi penting lain, yakni merealisasikan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), yang menjadi amanat Undang-Undang Bank Indonesia Nomor 3 Tahun 2004. Penempatan Darmin di Bank Indonesia juga untuk mempermulus pengenaan pajak atas surplus Bank Indonesia sesuai dengan Undang-Undang Pajak Penghasilan yang baru. Tahun lalu Bank Indonesia membukukan surplus Rp 17,2 triliun (lihat ”Lemah Membawa Nikmat”).
Anggota Dewan ini mengungkapkan bahwa Darmin, yang pada 2003 menjadi Dirjen Lembaga Keuangan, merupakan arsitek amendemen Undang-Undang Bank Indonesia Nomor 23 Tahun 1999. Dalam amendemen itu, pemerintah dan juga Darmin berkukuh harus ada pemisahan antara pengawasan perbankan dan pengelolaan moneter. Pemisahan perlu dilakukan seiring dengan penutupan bank-bank nasional akibat krisis keuangan pada 1999.
Keinginan Darmin bertolak belakang dengan Dewan Gubernur Bank Indonesia. Tapi akhirnya DPR tetap mengamendemen regulasi bank sentral, sehingga lahirlah Undang-Undang Bank Indonesia Nomor 3 Tahun 2004 itu. Sesuai dengan amanat undang-undang ini, Otoritas Jasa Keuangan harus terbentuk selambat-lambatnya pada akhir 2010. ”Darmin diminta konsisten merealisasikan OJK yang masih tertunda,” katanya.
Urgensi pembentukan lembaga independen pengawas perbankan ini semakin mendesak dengan peristiwa ambruknya Bank Century pada akhir 2008 dan dicabutnya izin Bank IFI pada April lalu.
Sejauh ini Darmin belum bisa dimintai konfirmasi. Upaya Tempo menghubunginya lewat telepon seluler belum berhasil. Pertanyaan Tempo lewat pesan singkat (SMS) juga belum direspons Darmin. Tapi, saat menjawab pertanyaan anggota Dewan soal Otoritas Jasa Keuangan ini, Darmin mengatakan, pembentukan lembaga itu sangat diperlukan untuk mengawasi perbankan, meski lembaga serupa di sejumlah negara gagal mengamankan perbankan dari empasan krisis global. ”Pembentukan Otoritas Jasa Keuangan di Indonesia perlu mengambil model lembaga serupa di negara lain, lalu diambil sisi positif dan keunggulannya,” katanya.
Langkah Yudhoyono menempatkan Darmin menjadi Deputi Gubernur Bank Indonesia tampaknya juga terkait dengan keputusannya, sebagai calon presiden incumbent yang diusung Partai Demokrat, menggandeng Boediono sebagai calon wakil presiden. Sumber Tempo di lingkaran Istana mengungkapkan, ketika Yudhoyono memanggil Boediono ke kediamannya di Cikeas, Bogor, seusai pemilihan legislatif 9 April lalu, Gubernur Bank Indonesia itu dipinang menjadi calon wakil presiden dalam pemilihan umum Juli mendatang.
Boediono ragu-ragu karena mengkhawatirkan Bank Indonesia bila ditinggalkannya. Tapi Yudhoyono meyakinkan Boediono bahwa Jalan M.H. Thamrin—kantor pusat Bank Indonesia—akan mendapatkan calon pemimpin yang tepat, yakni Darmin Nasution. ”Kuat dugaan, dia (Darmin) akan menggantikan Boediono jika mereka (Yudhoyono-Boediono) terpilih,” kata dia.
Skenarionya, bisik sumber Tempo, akan dilakukan dengan cara tidak langsung. Boediono sudah menyatakan mundur dari jabatannya setelah deklarasi calon presiden Partai Demokrat di Bandung pada Jumat pekan lalu. Darmin sebagai Deputi Gubernur Senior nantinya menjadi pejabat sementara menggantikan Boediono. Ini sesuai dengan Undang-Undang Bank Indonesia, yakni jika gubernur berhalangan digantikan sementara oleh deputi paling senior.
Juru bicara kepresidenan Andi Mallarangeng tak merespons pertanyaan Tempo lewat pesan pendek atas langkah bosnya itu. Adapun Boediono, yang dikonfirmasi saat deklarasi di Bandung pekan lalu, enggan mengomentari isu yang bermunculan.
Sedangkan menurut Hafiz Zawawi, Darmin tak bisa otomatis menjadi Gubernur Bank Indonesia. ”Harus ada fit and proper test ulang,” ujarnya. Artinya, Presiden harus mengajukan lagi calon gubernur yang baru setelah Boediono mundur pekan ini.
Bukan tidak mungkin, Darminlah yang akan diajukan Presiden. Jika skenario itu benar-benar terjadi, bisa jadi pula, Darmin tidak akan pernah menduduki jabatannya sebagai Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia, karena serah-terima dengan Miranda baru akan terjadi pada 24 Juli mendatang.
Padjar Iswara, Akbar Tri Kurniawan, Agus Supriyanto, Sunudyantoro
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo