Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

<font face=verdana size=1>Dana Kampanye</font><br />Audit Bolong Kantong Politikus

Laporan dana kampanye partai selesai ditelisik pekan ini. Bersiaplah untuk kecewa.

18 Mei 2009 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KANTOR Akuntan Publik Chatim, Atjeng, Yusuf, dan Rekan di lantai dua Gedung Pulomas Satu, di Jalan Ahmad Yani, Jakarta, bak kapal pecah. Kardus cokelat berisi tumpukan dokumen teronggok di sana-sini. Gunungan kertas memenuhi semua meja. Belasan akuntan, laki-laki dan perempuan, hilir-mudik memeriksa laporan. Sebagian sibuk di depan komputer, yang lain memberikan instruksi lewat telepon. ”Kami bekerja habis-habisan,” kata Chatim Baidaie, pemimpin kantor akuntan publik itu, Jumat pekan lalu.

Pekan ini Chatim dan puluhan akuntan publik lain di seluruh Indonesia harus menyelesaikan audit atas laporan dana kampanye semua partai politik peserta pemilu dan calon anggota Dewan Perwakilan Daerah. Chatim sendiri bertanggung jawab atas audit laporan dana kampanye Partai Golkar dan tiga partai lain yang tidak lolos parliamentary threshold. Selain itu, kantor yang dipimpinnya juga bertugas memeriksa laporan keuangan 50 calon anggota Dewan Perwakilan Daerah di Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Yogyakarta. Tak mengherankan bila mereka bekerja ekstrakeras. ”Kalau terlambat, kami bisa didenda,” katanya.

Hasil audit Chatim dan akuntan lainnya bisa mengubah nasib partai politik peserta pemilihan umum. Jika ditemukan ada sumbangan dana kampanye dari sumber ilegal, pengurus partai akan masuk bui. Hukuman maksimalnya sampai tiga tahun penjara. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Legislatif tegas melarang peserta pemilu menerima dana dari pihak asing, penyumbang yang tidak jelas identitasnya, pemerintah pusat dan daerah, badan usaha milik negara, dan pemerintah desa.

Tak hanya itu. Jika auditor menemukan ada dana kampanye yang digunakan untuk membeli suara, ancaman hukumannya tak kalah seram. Si pelaku politik uang terancam dikurung dua tahun dan kehilangan haknya sebagai peserta pemilihan umum. Bahkan, sekadar terlambat mengirim laporan pun diancam sanksi. Komisi Pemilihan Umum bisa membatalkan kemenangan calon anggota parlemen dari partai yang tidak melapor sesuai jadwal.

Di atas kertas, semua aturan itu tampak bergigi. Banyak orang lalu berharap hasil audit akan mengungkap hitam-putih fulus partai politik dan peserta pemilu lainnya. Tapi bagaimana pelaksanaannya?

”Siap-siap saja kecewa,” kata anggota Badan Pengawas Pemilu, Bambang Eka Cahya Widodo. Menurut dia, pagi-pagi proses audit ini sudah dirundung kisruh. Bambang menunjuk tiga biang keladi: batasan audit yang terlampau sempit, terlambatnya penerbitan aturan teknis, dan tidak adanya kontrol publik.

Undang-Undang Pemilu Legislatif memang membatasi audit hanya pada rekening khusus dana kampanye. ”Padahal, siapa yang bisa menjamin semua dana kampanye masuk ke rekening itu?” kata Bambang. Selain itu, akuntan publik juga hanya memeriksa pemasukan dan pengeluaran partai yang dilaporkan kepada auditor. Artinya, jika ada sumbangan ilegal yang langsung masuk ke kas partai atau rekening perorangan calon legislator, pelanggaran itu bakal lolos.

Masalah berikutnya, soal aturan teknis yang terlambat turun. Komisi Pemilihan Umum baru merilis Peraturan KPU Nomor 1 Tahun 2009 tentang Pedoman Pelaporan Dana Kampanye pada awal Februari lalu. Padahal laporan peserta pemilu harus mencakup seluruh pemasukan dan pengeluaran sejak kampanye dimulai pada pertengahan Juli tahun lalu. ”Akibatnya, banyak laporan yang tidak lengkap dan tidak mengacu pada format laporan yang diminta Komisi,” kata Bambang.

Yang paling parah adalah minimnya kontrol publik. Soal ini, Bambang tak bisa menyembunyikan kegusarannya. Permintaan Badan Pengawas untuk mendapatkan salinan laporan dana kampanye partai politik, sampai pekan lalu, tak kunjung diluluskan Komisi Pemilu. ”Kami sudah mengirim surat berkali-kali, tapi dibalas pun tidak,” katanya pekan lalu.

Tak hanya Badan Pengawas Pemilu, banyak organisasi nonpemerintah pemantau pemilu bernasib sama. Indonesia Corruption Watch sampai pekan lalu juga tidak mendapat akses untuk memperoleh laporan dana kampanye partai. Padahal, sebagai lembaga antikorupsi, ICW berkepentingan memastikan tidak ada dana hasil korupsi yang dicuci lewat partai.

Komisi Pemilihan Umum beralasan mereka tidak punya laporan itu. ”Partai politik mengirim laporan itu langsung ke kantor akuntan publik,” kata anggota Komisi, Andi Nurpati Baharuddin. Kantor akuntan publik sendiri diikat kode etik auditor untuk tidak mempublikasikan data laporan keuangan klien. Walhasil, publik tidak bisa ikut memeriksa kesahihan data laporan dana kampanye partai.

Simpang-siur soal proses audit dana kampanye partai ini tecermin jelas dalam acara yang digelar Institut Akuntan Publik Indonesia, Jumat dua pekan lalu. Dalam acara bertajuk Dialog Audit Dana Kampanye Pemilu 2009 yang diadakan di Gedung Pascasarjana Universitas Pembangunan Nasional Veteran Surabaya itu, puluhan akuntan publik yang hadir tak putus-putus mengacungkan tangan, mengajukan pertanyaan.

”Banyak peserta dialog yang kebingungan,” kata Tarkosunaryo, Sekretaris Institut Akuntan Publik Indonesia, saat ditemui pekan lalu. Tarko hadir di Surabaya sebagai pembicara tunggal dalam dialog itu. Menurut dia, ada dua masalah yang ketika itu bolak balik ditanyakan.

Soal pertama, lagi-lagi seputar format laporan dana kampanye yang tidak seragam. ”Banyak partai mengaku tidak tahu ada pedoman pelaporan dari Komisi Pemilu,” kata Tarko. Sedangkan soal kedua, lebih gawat lagi: banyak kantor akuntan publik yang belum menerima kontrak kerja sama dari KPU setempat. ”Padahal mereka sudah mulai bekerja melakukan audit,” kata Tarko.

l l l

AKHIR April lalu, Komisi sempat mengumumkan total dana kampanye yang dilaporkan partai politik. Partai Gerakan Indonesia Raya ada di urutan teratas dengan total penerimaan dana Rp 308,8 miliar, disusul Partai Demokrat dengan jumlah pemasukan Rp 234, 8 miliar. Partai Golkar ada di peringkat ketiga dengan total sumbangan yang diterima Rp 145,5 miliar.

Malkan Amin, Wakil Sekjen Partai Golkar, mengaku dana kampanye partainya lebih banyak berasal dari kader Beringin sendiri. Dia membenarkan sumbangan dana yang berasal dari luar partai biasanya dibarengi titipan tertentu. ”Donatur besar biasanya minta imbalan berupa kebijakan,” katanya.

Karena itu, kata Malkan, Ketua Umum Golkar Jusuf Kalla selalu wanti-wanti agar tim sukses partai tidak menjanjikan sesuatu yang tak mungkin diberikan Golkar. ”Kami sangat berhati-hati menerima bantuan, karena bisa merusak posisi kami sendiri di kemudian hari,” katanya.

Ketua Partai Demokrat Max Sopacua membenarkan. Menurut Max, dana kampanye partai sekarang lebih banyak berasal dari anggota partai dan calon legislator partai. ”Para calon yang lebih banyak mengeluarkan dana dari tabungan masing-masing,” katanya.

Kebenaran pengakuan dua petinggi partai ini harus diuji. Alat uji yang ideal adalah audit investigatif atas laporan dana kampanye partai mereka. Namun, lagi-lagi soal itu terbentur ketiadaan aturan yang tegas. ”Sejak awal, audit ini memang tidak didesain menjadi indikator akuntabilitas dan transparansi partai politik,” kata Bambang Eka.

Wahyu Dhyatmika, Ismi Wahid

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus