Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
CINTHYA Amourani, 22 tahun, pulang dengan kecewa. Setelah mengelilingi 38 stan perusahaan dalam bursa karier di kampusnya, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), dua pekan lalu, sarjana teknik mesin ini tak menemukan satu pun tawaran pekerjaan di bidang perminyakan dan gas yang jadi idamannya. Padahal biasanya minimal ada dua perusahaan migas yang hadir di setiap acara serupa pada tahun-tahun sebelumnya.
Sarjana yang baru diwisuda pada pertengahan Maret lalu ini akhirnya coba-coba melamar ke perusahaan manufaktur dan bank yang buka lapak di pameran. "Inginnya kerja di tempat bonafide. Perusahaan minyak dan gas kan sudah jelas gajinya gede," kata Cinthya, Kamis pekan lalu.
Tak hanya mencari informasi dari almamaternya, Cinthya juga mendaftar di situs bursa karier Institut Teknologi Bandung dan Universitas Gadjah Mada. Namun tak ada lowongan di perusahaan migas untuk sarjana baru seperti dirinya. Tawaran yang tersedia hanya untuk karyawan berpengalaman 7-10 tahun.
Miftahul Reza, mahasiswa tingkat akhir Jurusan Teknik Perminyakan UPN Veteran, Yogyakarta, menemukan hal yang sama. Ia mengamati informasi lowongan kerja di industri perminyakan belakangan ini semakin berkurang. Ketika harga minyak tinggi, Reza mengaku bisa menemukan lima atau lebih informasi seperti itu di milis alumnus. Tapi, setelah harga minyak terjun, paling banter cuma dua tawaran dalam sepekan.
Anjloknya harga minyak dunia dari kisaran US$ 105 per barel pada pertengahan 2014 hingga menyentuh US$ 45 per barel pada Februari tahun ini membuat perusahaan kontraktor migas dan jasa migas melakukan efisiensi. Deputi Pengendalian Perencanaan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Aussie B. Gautama mengatakan pengetatan biaya melanda pula pos-pos tenaga kerja. Padahal, saat harga minyak tinggi, biasanya terjadi rebutan tenaga kerja terampil di sektor ini.
"Rekrutmen dibekukan. Mereka yang sedang dalam masa percobaan tak jadi diangkat. Ini alamiah. Tapi itu reaksi yang sedikit berlebihan, karena belanja tenaga kerja dibanding biaya rig atau pipa itu kecil," kata Aussie.
Pusat Karier ITB mencatat, perusahaan jasa migas Schlumberger pada Februari lalu mengurangi jatah kandidat peserta rekrutmen. Sementara tahun-tahun sebelumnya mencapai 500-1.000 orang, tahun ini seleksi dibuka hanya untuk 300 kandidat. Perusahaan jasa migas lain asal Amerika Serikat, Halliburton, bahkan menunda perekrutan di kampus ini. "Perekrutannya mundur dari rencana awal tahun. Sampai sekarang belum jelas kapan mau dibuka lagi," kata anggota staf Pusat Karier ITB, Afrilla Anggriani.
Kontraktor kontrak kerja sama seperti Total EP Indonesie termasuk salah satu perusahaan yang menghentikan penambahan karyawan tahun ini. VP Communication Total Arividya Noviyanto mengatakan perusahaan telah mengidentifikasi pengurangan biaya sekitar 15 persen dari berbagai pos. "Melalui optimalisasi operasi, renegosiasi biaya services, juga pembekuan rekrutmen."
Wakil Dekan Fakultas Teknik Pertambangan dan Perminyakan ITB Tutuka Ariadji mengatakan jurusan teknik perminyakan selama ini menjadi pilihan favorit mahasiswa baru dengan rasio pesaing 1 : 26 pada 2013. "Sekarang mulai turun. Pada 2014 menjadi 1 banding 21," kata Tutuka. Ia juga risau, kalau tren penurunan harga minyak ini berlanjut, penyerapan terhadap lulusan mereka akan seret, dan pada akhirnya minat untuk masuk ke jurusan ini semakin rendah.
Bernadette Christina, Artika Rachmi Farmita (surabaya), Anwar Siswadi, Aminuddin (bandung), Addi Mawahibun Idhom (yogyakarta)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo