DUA dua bulan terakhir ini pasar mobil bergairah tapi industri karoseri kembang kempis. Dari 200-an perusahaan karoseri, diperkirakan hanya 50 perusahaan yang masih beroperasi. Sisanya diam-diam gulung tikar. Bila 50 perusahaan masih bisa bertahan, itu pun bukanlah yang mandiri. Beberapa merupakan perusahaan yang dimiliki oleh agen tunggal pemegang merek (ATPM) seperti Astra, Mitsubishi, dan Indo Mobil. Sebagian lagi tetap hidup hanya lantaran ''belas kasihan'' dari ATPM. Mereka tetap diberi order, kendati jumlahnya tidak segemuk dua tiga tahun lalu. Derita karoseri bukanlah cerita baru. Sejak dua setengah tahun lalu, atau tepatnya sejak industri mobil digebuk kebijaksanaan uang ketat, sektor usaha yang satu ini sudah menelan pil pahit dunia bisnis. Tapi waktu itu penyebab tumbangnya karoseri adalah kelesuan pasar mobil. Kini saat pasar membaik, industri karoseri malah megap-megap. Di Jawa Timur, dari 57 perusahaan yang ''terdaftar'', tinggal empat saja yang aktif beroperasi. Adiputro, perusahaan karoseri yang terbilang besar, kini berencana mem-PHK sebagian besar buruhnya. Setelah babat sana sini, pemilik Adiputro berhasil mem-PHK 550 karyawan (70% dari karyawan yang ada sebelumnya). Kini 250 pekerja yang tinggal pun lebih dirasakan sebagai beban. Keharusan PHK sulit dihindari karena order yang diterima semakin ciut. Adiputro, menurut sebuah sumber, kini hanya memperoleh pesanan rata-rata 100 unit sebulan, padahal normalnya 200 - 300 unit per bulan. Perusahaan karoseri kecil, sebulan paling banter mengerjakan 20 unit mobil. Rugi, sudah pasti. Sebab, ''Usaha karoseri baru menguntungkan jika produksinya minimal 50 unit sebulan,'' kata Henky Tenacious, Ketua DPD Asosiasi Industri Karoseri Wilayah Ja-Tim. Proses gulung tikar karoseri terus menggelinding karena, menurut Henky, sebagian besar pekerjaan karoseri sekarang ditangani sendiri oleh ATPM. ''Mereka (maksudnya ATPM) ingin mengejar local content yang tinggi agar memperoleh keringanan pajak,'' katanya. Sebutlah perusahaan karoseri Hobart yang selalu mengerjakan 200 unit per bulan untuk karoseri Isuzu kini tak menerima pesanan sama sekali. Padahal Isuzu Panther di pasaran masih banyak dibeli orang. Demikian pula Kijang, karoserinya tak lagi diorderkan pada pihak luar. Kenapa? Menurut Eddy Santoso, Direktur Daihatsu Astra Motor, karoseri sengaja dikerjakan sendiri karena berkait erat dengan produksi komponen. Ini lebih efisien. Apalagi pasar ekspor menuntut karoseri full press body yang bebas dempul. Sialnya, teknologi full press ini tidak dimiliki oleh kebanyakan perusahaan karoseri di Indonesia. Tentang teknologi itu, Henky membantah. Katanya, tidak benar karoseri ATPM lebih efisien. Isuzu Panther yang dikaroseri oleh perusahaan di luar ATPM, harga jualnya bisa lebih murah Rp 3 juta. ''Di luar ATPM, beberapa anggota kami juga telah memiliki teknologi full press body,'' tandasnya. Adakah jalan keluar alternatif bagi industri karoseri yang mampu menyerap sampai 30 ribu tenaga kerja ini? Beberapa waktu lalu asosiasi pernah memohon kepada Departemen Perindustrian agar ATPM memberikan semacam jatah order kepada perusahaan- perusahan karoseri. Upaya ini tidak hanya akan menyelamatkan nasib puluhan ribu buruh, tapi juga melibatkan investasi yang sudah kadung tertanam, yang diperkirakan mencapai Rp 1 triliun lebih. Budi Kusumah dan Moebanoe Moera
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini