TEMBAK menembak dengan penyelundup di Tanjung Priok?
Berita ini -- yang tersiar dua minggu yang lalu -- kemudian
dibantah. Rupanya betapapun getolnya petugas dan betapapun
beraninya para penyelundup, peristiwanya konon tak seseram itu.
Menurut keterangan resmi yang terjadi adalah: Selasa Pebrari
tengah malam itu empat penyelundup melawan lima petugas Patroli
Keamanan Bandar (PKB). Belum selesai, dari pantai datang tiga
perahu kurang-lebih berisi 20 orang tenaga bantuan buat
penyelundup. Dari arah bantuan ini terdengar bunyi ledakan,
"mirip tembakan pistol". Patroli keamanan lantas menembaki
perahu si penyelundup sampai bocor. Tapi para penyelundup
berhasil lari. Tak diketahui apakah perahu itu tenggelam
bersama isinya......
Meskipun tanpa tembak-menembak seru, yang terjadi tetap
menunjukkan penyelundupan (dan bagaimana mencegahnya) bukan
kerja main-main. Apalagi menghadapi masa prihatin, ketika
Indonesia harus mencicil hutang Pertamina yang jumlahnya
mempesonakan itu dan pendapatan negara harus dirapikan. Maka tak
kurang dari Kepala negara sendiri yang berkata keras. Presiden
minggu lalu khusus menginstruksikan dilaksanakannya pengawasan
dan penindakan terhadap kegiatan penyelundupan ini. Siapapun
orangnya. Bahkan, kalau perlu "gunakan Nusakambangan", kata
Presiden menyebut pulau tempat hukuman kriminal -- yang kini
juga menampung tahanan G-30-S -- di seberang Cilacap, Jawa
Tengah itu. Penyelundupan nampaknya harus juga dilihat sebagai
"tindak pidana subversi ekonomi".
Maka orang pun ramailah bicara tentang soal ini. Ketika minggu
lalu Menteri Perindustrian M. Jusuf meresmikan pembukaan pabrik
ban PT Bridgestone Indonesia di desa Perwira, Bekasi, ia juga
mengutuk penyelundupan. Ia berkata, bahwa "produksi
bertumpuk-tumpuk di gudang, sulit untuk memasarkan, karena
dikacau oleh barang-barang impor yang masuk secara tidak wajar
dan tidak sah".
"No Comment"
Kalangan pengusaha dengan sendiriya senang dengan
kalimat-kalimat itu. Mohammad Yasin, Wakil Presiden bagian
Penjualan pabrik Goodyear menyatakan: "Itulah yang kami
tunggu-tunggu". Produksi ban dari sini sering tersaingi oleh
ban impor -- yang gelap atau yang terang. Pekik perjuangan baru
melawan penyelundup tentu disambut. Tapi Yasin tak lupa
menambahkan: "Asalkan betul-betul dilaksanakan". Sikap gembira
tapi pakai reserve ini memang umum di antara industriawan
nampaknya. Termasuk di industri elektronika, yang terkenal
paling parah terkena barang selundupan. Mohammad Gobel, Presiden
Direktur National Gobel, pemegang Satyalancana di bidang
industri elektronika itu, menjawab cuma no comment. Keterangan
lebih lanjut tentang penyelundupan tak perlu. "Baiklab kita
tunggu dan lihat sampai di mana hasilnya", katanya.
Sikap yang mirip terdapat juga pada para importir, Pimpinan
GINSI (Gabungan Importir Seluruh Indonesia) di kantornya di
Harmoni Jakarta. Mengucapkan kata-kata yang sudah bisa diduga:
"menyambut baik segala tindakan pemerintah untuk mengikis segala
bentuk penyelundupan", "penyelundupan bukan saja
mengurangi masuknya uang ke kas negara, tapi juga menimbulkan
persaingan tidak sehat di pasaran". "sanksinya harus tegas",
"selain menindak tegas para pelakunya, juga harus menindak
petugas yang ikut terlibat, dan seterusnya. Jika kalimat-kalimat
itu kurang tak terdengar ada yang baru, mungkin karena soal
penyelundupan itu sendiri ya tidak baru. Pimpinan GINSI
condong melihat soalnya juga dari kenyataan mahalnya barang
produksi didalam negeri. "Selagi harga di dalam negeri lebih
mahal, selundupan selalu berusaha masuk", katanya. Contohnya
menurut mereka, obat. Setelah import distop, harga obat yang
banyak dipakai (bukan obat patent) naik rata-rata 30-40 persen.
Contoh lain terigu. Di Singapura gandum juga diimport.
Sementara itu gandum kebutuhan pabrik terigu adalah hasil
grant dan buruh murah. Tapi harga lebih mahal.
"Jangan Latah"
Bagi para konsumen tentunya asal barang murah, sudahlah, asal
mutu baik . Tak peduli dari mana. Dan bagi para petugas, tak
selamanya mudah menebak taktik penyelundup -- yang biasanya
pandai memalsukan jenis, kwalitas, jumlah dan harga barang yang
dimasukkan lewat Bea Cukai. Belum lagi adanya uang sogok yang
kini sudah terlalu membosankan untuk disebut-sebut. Nampaknya
kerasnya kalimat anti-penyelundupan di tingkat atas antara lain
justru karena kurang efektifnya kerja di tingkat bawah selama
ini. Dan tanpa kerapian di segala lapisan aparat, mau diapakan
itu penyelundup? "Jangan latah", kata Adpel Tanjung Priok
Habibie mengecam orang yang ikut-ikut bicara soal penyelundupan
setelah Kepala Negara kasih peringatan . Baginya tentu saja
menghadapi penyelundup bukan soal baru.
Dan mau tak mau memang orang teringat kembali pada perkara Robby
Tjahjadi. Penyelundup mobil-mobil mewah ini pernah dihebohkan.
Jaksa Agung Muda pernah mengadakan konperensi pers khusus
tentang terbongkarnya jaringan penyelundup yang dipimpin anak
muda dari Sala ini. Jaksa Agung (waktu itu) Sugih Arto pernah
membayangkan hukuman sampai 20 tahun buat Robby yang tertangkap
itu. Setelah sampai ke tingkat banding, Robby yang merugikan
negara sebanyak hampir Rp 608 juta itu ternyata hanya dihukum 2
tahun 6 bulan, dengan denda Rp 25 juta. Bagi banyak orang
hukuman itu kurang adil karena dibandingkan dengan nasib
seorang penjahat kecil yang menggaet Rp 9000 dan dihukum 6
tahun. Tapi dengan teringat Robby sekalipun, yang kini sudah
bebas, tak berarti pemerintah kali ini tidak lebih serius.
Silakan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini