Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Empat kali relaksasi suku bunga diyakini tidak mengganggu likuiditas industri perbankan. Direktur Departemen Pengembangan Kebijakan Strategis Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Inka B Yusgiantoro menyatakan posisi loan to deposit ratio (LDR) nyaris mendekati 100 persen masih bisa dikendalikan dan tidak terlalu berdampak sistemik pada perbankan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dia menuturkan, dampak terhadap likuiditas baru akan terasa jika LDR berada di atas 100 persen.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Di setiap bank LDR juga berbeda-beda, tetapi yang kita inginkan penyaluran terhadap sektor riil berjalan lancar, tidak ada masalah,” kata Inka di Gedung Yustinus Atma Jaya, Senin 28 Oktober 2019.
Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), LDR bank umum pada Agustus tahun ini berada pada level 94,66 persen. Angka ini 87 basis poin lebih tinggi dari periode yang sama setahun lalu yakni 93,79 persen. Posisi ini juga turun dari awal tahun yang berada pada angka 94,78 persen.
Inka memerinci, umumnya transmisi kebijakan dari Bank Indonesia memang tidak langsung memberikan penurunan pada suku bunga perbankan. Dia memprakirakan, penurunan suku bunga di perbankan baru akan dimulai sekitar 4-6 bulan lagi.
Berdasarkan catatan Bisnis.com per Juli 2019, LDR mengalami pertumbuhan pada badan usaha perbankan BUKU 1 sebesar 80,2 persen lebih baik dari Juli 2019 sebesar 77,4 persen. Untuk LDR BUKU 2 tumbuh sebesar 90 persen lebih baik dari Juli 2019 sebesar 88,5 persen. Sementara itu untuk BUKU 4 tumbuh 92,2 persen meningkat dari Juli 2019 sebesar 91,8 persen. Adapun perbankan BUKU 3 justru menurun jadi 101,4 persen dari Juli 2019 sebesar 102,2 persen.
Beberapa langkah lain untuk menyehatkan industri perbankan adalah dengan mengonsolidasikan bank kecil dan BUKU I, serta menaikkan syarat komponen modal dari bank BUKU II. Oleh sebab itu, dia meyakini struktur perbankan Indonesia saat menghadapi resesi tahun depan masih cukup kuat.
“Jika dinaikkan ini [bank BUKU II] bisa lebih kompetitif,” ujar Inka.
Inka menyatakan, dalam menghadapi peluang resesi tahun depan, pemerintah menjaga pertumbuhan ekonomi kisaran 5 persen. Setidaknya, agar mengalami penurunan yang terlampau dalam seiring dengan penurunan volume ekspor-impor. Maka, salah satu yang perlu menjadi pertimbangkan industri perbankan dan pemangku kebijakan moneter adalah peluang The Fed kembali menurunkan suku bunga sampai akhir tahun ini, sebesar 25 basis poin dari 1,75 persen menjadi 1,5 persen.
Inka mengingatkan memasuki potensi resesi, tren imbal hasil dari Surat Berharga Negara (SBN) mulai menurun seiring penurunan suku bunga acuan BI. ke depan, sektor yang dianggap masih bisa memberi peluang pada pertumbuhan ekonomi adalah dari sektor pariwisata didukung infrastruktur yang memadai.
“Jika ada permasalahan dari yang mendapatkan dana tidak bisa membayar bunga, itu jadi berdampak pada perbankan. Jadi yang perlu dijaga, sektor riilnya. Kami keuangan jaga suplai agar likuiditas cukup jika riil butuh pinjaman dan ekspansi,” paparnya.
Beberapa cara lain yang bisa dilakukan untuk menjaga likuiditas adalah dengan relaksasi pasar modal melalui buyback saham. Dia menyatakan langkah tersebut masih efektif dan menolong perusahaan yang jika nilai saham dan aset menurun.