Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Panen Pasien Waralaba Kesehatan

Bisnis waralaba di bidang kesehatan mulai marak. Dipicu program jaminan kesehatan pemerintah.

13 Oktober 2014 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Denovita Sally terbaring dengan dua jarum berslang yang mengalirkan darah di lengan kiri. Satu slang mengalirkan darah keluar, dan yang lain mengalirkan kembali setelah darah dicuci di sebuah mesin di samping ranjang. Perempuan 43 tahun ini rutin menjalani proses cuci darah setelah mengalami gagal ginjal tujuh tahun lalu. "Saya cuci darah dua kali seminggu," katanya kepada Tempo, Selasa dua pekan lalu.

Ibu satu anak ini selalu menjalani cuci darah di klinik PT Mitra Medika Ekstra. Klinik itu menempati ruang 6 x 10 meter di Rumah Sakit Meilia, Cimanggis, Depok, Jawa Barat. Layanan semacam ini tergolong langka. Tak semua rumah sakit memilikinya. Sebab, biaya investasinya tidak murah: Rp 500 juta untuk satu unit mesin cuci darah. Belum termasuk tabung penyaring (dialyzer) yang harus dipasang berbeda tiap pasien, cairan cuci darah, hingga jarum dan peralatan lain yang harus selalu diganti.

Amir Karamoy, pemilik klinik, melihat kelangkaan itu sebagai peluang bisnis. Asumsinya, tiap sejuta penduduk terdapat 100 orang menderita gagal ginjal. Tanpa transplantasi, mereka akan sangat bergantung pada mesin cuci darah seumur hidup. Dengan ongkos cuci darah Rp 725 ribu sekali, bisa diperkirakan omzet bisnis di sektor ini. "Rata-rata penyandang gagal ginjal harus menjalani proses ini dua kali sepekan."

Apalagi sekarang ada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Banyak penderita gagal ginjal yang dulu tak mampu membayar biaya cuci darah kini mendapat jaminan pemerintah. "Ini menciptakan pasar baru," kata Amir. Benar saja, sepanjang tahun ini pasien klinik cuci darah Amir melonjak sampai 70 persen. Ada 30 dari 58 pasien yang rutin cuci darah di klinik yang dijamin BPJS.

Klinik di Cimanggis bukan yang pertama. Sebelumnya, Amir mengoperasikan lima klinik layanan serupa, antara lain di Rumah Sakit Umum Daerah Dr Kariadi, Semarang, dan RSUD Dr Soetomo, Surabaya. Kini dia optimistis ceruk bisnis ini kian menganga.

Amir  pun menggandeng SB Life Science Jepang untuk mendirikan waralaba klinik cuci darah. Sebuah nota kesepahaman diteken perwakilan kedua perusahaan pada 19 September lalu. Rencananya tahun depan mereka akan membangun 12 klinik cuci darah di Jakarta, Bandung, dan Surabaya. Nilai investasi yang disepakati US$ 2 juta (sekitar Rp 24,4 miliar) per klinik. "Kami akan memilih sebuah merek baru. Jika berhasil, akan dibuka peluang waralaba," kata Ketua Dewan Pembina Perhimpunan Waralaba dan Lisensi Indonesia ini.

Salah satu waralaba bidang kesehatan yang moncer adalah Apotek K-24. Jaringan apotek yang didirikan di Yogyakarta pada 24 Oktober 2002 itu kini telah memiliki 324 gerai, 308 di antaranya merupakan waralaba. "Kami pelopor apotek waralaba di Indonesia," kata Direktur Utama PT K-24 Indonesia Gideon Hartono.

Dana yang mesti disiapkan untuk berinvestasi apotek K-24 seluas 60 meter persegi sekitar Rp 800 juta per gerai. Dana itu sudah termasuk franchise fee Rp 80 juta yang berlaku enam tahun, sewa bangunan setahun, renovasi, stok obat, papan nama, eksterior dan interior gerai, biaya pelatihan awal, perizinan, serta administrasi. Jika target tahunan dan margin tercapai serta operasional dapat dikendalikan, K-24 menjanjikan mitra akan balik modal dalam tiga tahun.

Yang terbaru, jaringan waralaba Klinikita. Bedanya dengan sistem waralaba lain, klinik ini bermitra dengan perusahaan-perusahaan di sekitarnya untuk merujuk pegawainya yang sakit berobat di klinik tersebut. Perusahaan yang telah bergabung antara lain PLN Distribusi Jawa Tengah dan Yogyakarta, PT Indofood  Jawa Tengah, serta PT Sumber Alfaria Trijaya (Alfamart). "Dengan begitu, kami akan terus mendapat pasien," kata Nuryanti, perwakilan Klinikita.

Pingit Aria

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus