Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Sinyal Bahaya Bunga Perbankan

Otoritas Jasa Keuangan turun meredam perang suku bunga bank yang berpotensi mengancam pertumbuhan ekonomi. Perlu konsolidasi sebagai solusi jangka panjang.

13 Oktober 2014 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SUDAH lama Suparno tahu peternak kecil seperti dia dan teman-temannya tak bisa selalu mengandalkan modal dari pinjaman bank. Terlebih seperti saat ini, ketika suku bunga kredit melambung. "Semakin tinggi suku bunga, semakin mencekik kami," ujar Ketua Umum Asosiasi Peternak Sapi Jawa Tengah ini, Kamis pekan lalu.

Bersama 300 peternak lain di Jawa Tengah, Suparno memang mencoba mencari alternatif permodalan dengan mendirikan asosiasi dan berhimpun melalui koperasi. Dari situ, para anggota bisa meminjam modal dengan bunga berkisar 1,5 persen per bulan atau 18 persen setahun. Angka itu masih jauh lebih ringan dibanding kalau harus pinjam ke bank, yang sekarang mematok bunga bagi usaha kecil dan mikro bisa sampai 23 persen.

Persoalannya, dana yang bisa dihimpun koperasi untuk disalurkan kembali dalam bentuk kredit sangat terbatas. Ujungnya, Suparno dan peternak lain mau tak mau tetap harus datang ke bank untuk mencari tambahan dana. "Kalau modal cekak, kami tak bisa menambah populasi sapi," katanya. Tapi itu pun tak gampang. "Prosesnya cukup lama dan seleksinya ketat," ujarnya mengeluh. Apalagi selalu ada masa jeda empat-lima bulan bagi mereka tanpa penghasilan sejak kredit mengucur, yakni ketika mereka harus membesarkan sapi bakalan, sebelum bisa dijual lagi.

Suku bunga yang cenderung meninggi dan membebani pelaku usaha itu jelas berbahaya bila dibiarkan tak terkendali. Menurut pantauan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sampai Juli lalu, rata-rata bank mematok bunga kredit 11,25-13,30 untuk debitor korporasi. Sedangkan bagi peminjam di sektor mikro seperti Suparno, angkanya bisa terkerek antara 16 dan 23 persen.

Pengendalian itu yang diharapkan bisa dilakukan oleh OJK melalui kebijakan yang mulai diberlakukan pada awal Oktober ini. Melalui aturan baru ini, OJK menetapkan batas atas suku bunga simpanan di bank bermodal lebih dari Rp 30 triliun (BUKU IV) sebesar 9,5 persen atau 2 persen di atas suku bunga acuan Bank Indonesia. Bagi bank bermodal Rp 5-30 triliun (BUKU III), batas atasnya adalah 9,75 persen. Adapun bagi bank-bank dengan modal di bawah Rp 5 triliun (BUKU I dan II), OJK menjanjikan pengawasan agar bank-bank itu turut mendorong penurunan bunga dana.

Bagi pihak bank, situasinya juga tak mudah untuk bisa segera mengikuti aturan OJK. Patokan bunga kredit yang begitu tinggi terpaksa mereka pasang lantaran biaya atas dana yang dihimpun dari para penabung juga melambung. Masih menurut OJK, persaingan sengit antarbank dalam memperebutkan dana publik mendorong mereka ke medan perang suku bunga yang semakin lama semakin tak wajar. Mereka seperti berlomba menawarkan aneka fasilitas berlebihan bagi para pemilik modal kakap, terutama dengan menawarkan iming-iming imbal balik bunga tinggi.

Perang suku bunga tak terhindarkan karena struktur pemilikan dana pihak ketiga di perbankan yang tak imbang. Lebih dari 45 persen sumber dana perbankan rupanya dikuasai oleh kurang dari 1 persen nasabah dengan simpanan di atas Rp 5 miliar per rekening. "Kelompok nasabah ini menekan perbankan untuk memberikan imbal hasil tinggi dari simpanan. Jika tidak diberikan, mereka akan pindah ke bank lain. Jadi perbankan terpaksa memberikan bunga tinggi," kata Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Nelson Tampubolon. Sampai Juli lalu, hampir semua bank memberikan bunga di atas 11 persen untuk deposan kakap.

Beban biaya atas dana pihak ketiga itulah yang kemudian dialihkan oleh bank ke para debitor dengan menaikkan bunga kredit. OJK khawatir, jika tak dibatasi, kondisi ini akan berimbas pada tingginya biaya ekonomi, perlambatan ekspansi kredit, dan peningkatan risiko kredit. Dalam jangka lebih lama, aktivitas perekonomian bisa dipastikan menurun dan pertumbuhan ekonomi melambat.

Tak hanya pelaku usaha mikro seperti Suparno, sejumlah pengusaha besar pun kelimpungan. "Terlalu mahal. Bagi yang punya kemampuan menunda investasi, ya, terpaksa menunda," kata Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Chris Kanter. Alternatif dana dari pinjaman luar negeri pun bukan solusi mudah karena risiko kurs ikut pula naik seiring dengan melemahnya rupiah pada bulan-bulan belakangan. "Dibanding kami, sektor menengah-kecil memang paling berat. Sebab, bank juga cenderung membatasi kredit mikronya dan lebih suka mengucurkan ke pengusaha besar, yang lebih aman."

Meski mendukung kebijakan OJK, banyak pihak yang masih risau perang suku bunga hanya akan beralih dari bank-bank besar ke bank yang lebih kecil. Tapi Nelson berjanji terus mengawasi dan mengevaluasi penerapan aturan mereka dengan mempertimbangkan acuan BI Rate, perkembangan likuiditas dan aset bank, juga perkembangan global. "Apabila memang diperlukan, akan dilakukan penyesuaian."

Sejumlah bank terpantau mulai menyesuaikan tingkat bunganya. Salah satunya Bank Mandiri. "Tingkat bunga dana tertinggi di atas 9,5 persen sebelum pengaturan," kata Direktur Keuangan Bank Mandiri Pahala Mansury. Setelah penyesuaian, ia berharap tak terjadi lagi rebutan dana dengan bank yang lebih kecil, karena OJK mengawasi pertumbuhan kredit setiap bank. "Sampai sejauh ini belum ada perpindahan dana dalam jumlah besar."

Bukan cuma OJK, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) turut memantau urusan ini untuk memastikan persaingan di industri keuangan tetap sehat. Apalagi, kata Ketua KPPU Nawir Messi, sebentar lagi kita akan memasuki persaingan bebas sebagai Masyarakat Ekonomi ASEAN. "Mustahil bicara kompetisi global dengan suku bunga yang masih begitu besar," ujarnya.

Nawir berpendapat perlu ada kebijakan lain dari OJK dan otoritas lain untuk mendorong bank nasional lebih efisien agar tidak selalu mengalihkan beban biaya tingginya ke debitor. Secara khusus ia menyoroti tingginya net interest margin atau selisih bunga simpanan dan kredit di kisaran 4-5 persen yang diambil bank. "Itu terlalu tinggi," kata Nawir. Tak hanya itu, dia berjanji terus menyelidiki dugaan adanya kesepakatan atau kartel di balik tingginya suku bunga ini.

Shinta Maharani, Martha Thertina


Aturan Baru OJK per 1 Oktober 2014

1. Bunga simpanan maksimum sebesar bunga penjaminan LPS 7,75 persen untuk nominal simpanan sampai Rp 2 miliar.

2. Bank BUKU III (modal Rp 5-30 triliun) maksimal memberikan bunga 2 persen di atas BI Rate atau 9,50 persen.

3. Bank BUKU IV (modal di atas Rp 30 triliun) maksimal memberikan bunga 2,25 persen di atas BI Rate atau 9,75%.

Catatan:

  • Tingkat bunga tersebut termasuk seluruh insentif yang diberikan secara langsung kepada nasabah penabung.
  • Pengawas juga akan melakukan pengawasan terhadap bank-bank BUKU I dan II agar ikut mendukung penurunan suku bunga.

    Tertinggi di Antara Tetangga

    Tertinggi di Antara Tetangga

    Malaysia, Singapura dan Thailand

  • Rata-rata suku bunga simpanan: 2-4%.
  • Rata-rata suku bunga kredit: 3-7%.

    Rata-rata bunga bank umum di Indonesia:

    Simpanan
    Rata-rata bunga deposito (%)1 bulan3 bulan6 bulan12 bulan
    Juli 20135,876,116,175,92
    Juli 20148,449,429,078,51

    Kredit
    Suku bunga kreditJuli 2013Juli 2014
    Kredit modal kerja11,6812,72
    Kredit investasi11,1412,32
    Kredit konsumsi13,0613,32

    Likuiditas Makin Ketat

    Dana pihak ketiga (DPK) tumbuh lebih lambat dibanding kredit:
    DPK tumbuh 11,64 persen.

    Total DPK Rp 3.392 triliun (Juli 2013)–Rp 3. 787 triliun (Juli 2014)
    Kredit tumbuh 15,69 persen.

    Total kredit Rp 3.021 triliun (Juli 2013)–Rp 3.495 triliun (Juli 2014).

    Sumber: Otoritas Jasa Keuangan (diolah)

  • Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Image of Tempo
    Image of Tempo
    Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
    • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
    • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
    • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
    • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
    • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
    Lihat Benefit Lainnya

    Image of Tempo

    Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Image of Tempo
    >
    Logo Tempo
    Unduh aplikasi Tempo
    download tempo from appstoredownload tempo from playstore
    Ikuti Media Sosial Kami
    © 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
    Beranda Harian Mingguan Tempo Plus