Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

Paradoks Pemangkasan Anggaran, Fitra Rekomendasikan Prabowo Kurangi Jumlah Kementerian

Fitra menilai kebijakan pemangkasan anggaran paradoks. Prabowo diminta evaluasi kembali inpres dan kurangi kabinet

13 Februari 2025 | 01.45 WIB

Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin (kiri) usai melantik Deddy Corbuzier sebagai Staf Khusus Menteri Pertahanan di kantor Kementrian Pertahanan, Jakarta Pusat, 11 Februari 2025. Antara/HO-Tangkapan layar akun instagram @dc.kemhan
Perbesar
Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin (kiri) usai melantik Deddy Corbuzier sebagai Staf Khusus Menteri Pertahanan di kantor Kementrian Pertahanan, Jakarta Pusat, 11 Februari 2025. Antara/HO-Tangkapan layar akun instagram @dc.kemhan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

TEMPO.CO, Jakarta -Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) menilai kebijakan penghematan Presiden Prabowo Subianto bertolak belakang dengan komposisi kabinetnya yang gemuk. Fitra menyoroti pengangkatan Deddy Corbuzier sebagai staf khusus (stafsus) Kementerian Pertahanan di tengah agenda pemangkasan anggaran.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Peneliti Fitra Gurnadi Ridwan mengatakan pemangkasan anggaran rasional dilakukan di tengah kondisi keuangan anggaran negara yang terbatas. “Namun, kebijakan efisensi anggaran ini menjadi paradoks karena pemerintahan Prabowo-Gibran justru membentuk kabinet gemoy (gemuk) dengan jumlah menteri yang lebih besar dari pemerintahan sebelumnya,” ucap Gurnadi lewat keterangan tertulis, Rabu, 12 Februari 2025.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Fitra menilai gemoynya kabinet ini akan berdampak pada meningkatnya belanja birokrasi. “Selain itu, pemerintah juga tidak segan mengangkat Stafsus yang justru membuat kebijakan efisiensi anggaran menempuh jalan terjal.”

Nama Deddy Cahyadi Sundjojo atau Deddy Corbuzier menjadi sorotan karena diangkat menjadi Stafsus Bidang Komunikasi Sosial dan Publik Kementerian Pertahanan (Kemenhan) pada Selasa, 11 Februari 2025.

Momen pelantikan ini menurut Gurnadi tak sejalan dengan kondisi sosial dan dapat merusak suasana K/L yang anggarannya dipangkas. Di satu sisi efisiensi menimbulkan polemik. Misal Radio Republik Indonesia (RRI) yang terpaksa harus merumahkan kontributor dan mitra kontraknya akibat efisiensi. 

Di tingkat daerah, Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K) di Kabupaten Aceh Tengah terancam tidak menerima gaji hingga beberapa bulan ke depan. Melihat dinamika yang terjadi, Ia mempertanyakan tujuan efisiensi anggaran ini.

Fitra merekomendasikan Prabowo mengevaluasi kembali Instruksi Presiden (Inpres) nomor 1 tahun 2025. Pemerintah perlu mempertimbangkan belanja bantuan pemerintah dan infrastruktur untuk dikeluarkan dari kebijakan efesiensi anggaran tahun 2025.

Selain itu efisiensi harus dibarengi dengan reformasi birokrasi. Gurnadi memaparkan kinerja 100 hari kabinet merah putih dapat menjadi tolok ukur untuk mengurangi jumlah kementerian. “Seperti halnya yang dilakukan oleh Vietnam, dalam rangka efisiensi memangkas jumlah kementerian dari 30 kementerian menjadi 22 kementerian,” ujarnya.

 

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus