Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

Pasien Kanker Ini Berencana Gugat BPJS Kesehatan dan Jokowi

Pasien penyakit kanker payudara bakal menempuh jalur hukum guna memperjuangkan obat trastuzumab yang sudah tidak lagi dijamin BPJS Kesehatan.

19 Juli 2018 | 06.30 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Ilustrasi penderita kanker. shutterstock.com

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO, Jakarta - Pasien penyakit kanker payudara Juniarti Tanjung, beserta suami dan anaknya, Edy Haryadi dan Raka Arung Aksara, bakal menempuh jalur hukum guna memperjuangkan obat trastuzumab. Sejak 1 April 2018, obat tersebut sudah tidak lagi dijamin oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan atau BPJS Kesehatan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Mereka akan menggugat Direksi BPJS Kesehatan dan Presiden Joko Widodo atas penghapusan penjaminan obat seharga sekitar Rp 25 juta itu. Sebab, obat itu dinilai penting untuk memperpanjang usia penderita kanker payudara HER2 positif itu.

"Kalau tidak halangan, kami majukan pekan depan," ujar Edy Haryadi dalam keterangan tertulis yang diterima Tempo, Rabu, 18 Juli 2018.

Gugatan itu dilayangkan lantaran Edy menilai Direktur BPJS Kesehatan menghapus penjaminan obat trastuzumab secara sepihak. Sementara, Presiden Jokowi dinilai bertanggungjawab atas pembiaran terhadap aksi sepihak itu.

"Menurut Undang-Undang No 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, Direksi BPJS Kesehatan bertanggungjawab langsung pada Presiden RI," kata Edy.

Sebelumnya, Edy mengisahkan ia dan Juniarti mengenal obat itu setelah sang istri divonis menderita kanker payudara HER2 positif, metastasis, dan berada di stadium 3 B. Juniarti disarankan menjalani kemoterapi. Dokter pun meresepkan tiga obat kemoterapi dan satu obat yang tergolong terapi target untuk pengobatan kanker payudara HER2 positif, yaitu trastuzumab.

Namun, apoteker Rumah Sakit Persahabatan menolak resep Juniarti untuk obat tersebut lantaran sejak 1 April 2018 obat trastuzumab dihentikan penjaminannya oleh BPJS Kesehatan. "Belakangan kami baru tahu penjaminan itu dihentikan BPJS atas dasar pertimbangan Dewan Pertimbangan Klinis BPJS yang menganggap obat itu tidak bermanfaat secara medis," ujar Edy.

Padahal, menurut Edy, trastuzumab adalah obat yang aman, bermutu dan berkhasiat yang perlu dijamin aksesbilitasnya dalam rangka pelayanan Jaminan Kesehatan Nasional, merujuk kepada Keputusan Menteri Kesehatan RI tentang Formularium Nasional 2018 yang ditetapkan pada 28 Desember 2017. "Di halaman 66 pada poin 43 keputusan itu menyebutkan secara tegas bahwa trastuzumab diberikan pada pasien kanker payudara metastatik dengan HER 2 positif dan wajib dijamin ketersediaan obatnya oleh BPJS Kesehatan."

Edy menduga BPJS menghentikan penjaminan obat itu lantaran harganya kelewat mahal. "Tapi, apakah karena mahalnya harga obat tersebut menyebabkan penderita kanker payudara HER2 positif mengalami diskriminasi untuk mendapat pengobatan terbaik?" ia mempertanyakan.

Edy dan istrinya sempat berkomunikasi dengan pihak BPJS Kesehatan terkait kasusnya itu. Namun, hingga Juniarti menjalani kemoterapi pertama, obat tersebut masih belum diperolehnya.

Saat itu, Edy ditelepon kembali oleh pihak BPJS yang mengatakan bahwa kasus Juniarti tengah diproses. Namun, Edy merasa dalam proses tersebut, BPJS justru terkesan mengaudit dokter di RS Persahabatan yang memberi resep obat tersebut. tak dapat kejelasan, Edy pun mendesak ihwal permintaan jaminan obat itu.

"Ketika saya desak lagi, dia mengatakan direksi BPJS tidak akan menjamin. Karena direksi BPJS percaya masih ada 22 obat kanker di luar trastuzumab," ujar Edy. "Tapi BPJS tidak pernah menyebutkan obat apa di luar trastuzumab yang telah terbukti secara ilmiah, medis dan empiris memperpanjang usia penderita kanker payudara HER2 positif."

Dihubungi terpisah, Humas BPJS Kesehatan Nopi Hidayat mengatakan tak dijaminnya obat trastuzumab sudah sesuai dengan Keputusan Dewan Pertimbangan Klinis. "Keputusan itu menyatakan obat tersebut tidak memiliki dasar indikasi medis untuk digunakan bagi pasien kanker payudara metastatik walaupun dengan restriksi," kata dia

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus