Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi Nasional (LPJKN) tengah mengebut digitalisasi sertifikat tenaga kerja konstruksi, pada tahun ini. Minimnya pemakaian blangko diyakini bisa meminimalisir praktek pemalsuan sertifikat keahlian (SKA) dan sertifikat keterampilan (SKT) pekerja proyek.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Wakil Ketua II Bidang Hukum, Kontrak, Penyelesaian Sengketa Konstruksi, dan Standarisasi LPJKN, John Paulus Pantouw, mengatakan pekerja konstruksi fiktif bisa menghambat laju proyek. "Itu otomatis, meski di proyek milik kontraktor besar sekalipun. Mereka bisa rugi dari sisi durasi dan kualitas pekerjaan akhirnya," ucapnya kepada Tempo, Senini 29 Januari 2019.
Tanpa merincikan, Paulus menyebut temuan SKA dan SKT palsu cukup merata di berbagai daerah. Modusnya pun beragam, mulai dari penerbitan dokumen lewat website fiktif, hingga pencurian data diri pemilik sertifikat asli untuk pembuatan blangko baru, atau biasa disebut phising.
"Lewat phising, pekerja berpengalaman 10 tahun bisa mendaftar ke proyek yang membutuhkan kompetensi 30 tahun," katanya. "Dengan web fiktif, ada yang membuat SKA sendiri, padahal hanya boleh diterbitkan LPJK."
Di sepanjang 2018, LPJKN sudah mencabut sedikitnya 266 SKA yang dinilai tidak sah, dari berbagai badan usaha konstruksi. Pencabutan dilakukan meski SKA tersebut sempat diikutsertakan perusahaan kontraktor untuk memenang tender proyek.
Ada pula pencabutan 354 SKA hasil penggandaan data pemilik asli, serta lebih dari 200 dokumen tenaga kerja konstruksi yang dibuat di luar kewenangan LPJKN.
Pemberlakuan sertifikat digital, ucap Paulus, tinggal menunggu surat keputusan dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. Identitas dan bukti keterampilan pekerja akan dicatat secara elektronik, melalui kerja sama dengan Direktorat Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil Kementerian Dalam Negeri, perguruan tinggi, hingga otoritas pajak. Kolaborasi dengan Dukcapil telah dimulai pada 25 Januari lalu.
"Software sudah kami siapkan, tinggal jalan. Butuh penyesuaian selama enam bulan, yang sudah punya blangko sertifikat juga akan beralih pelan-pelan," tuturnya.
Direktur Kerjasama dan Pemberdayaan Jasa Konstruksi Direktorat Jenderal Bina Konstruksi Kementerian PU, Dewi Chomistriana, memastikan sertifikasi tenaga konstruksi digencarkan. Penilaian bisa digelar di lokasi proyek, maupun dalam kegiatan khusus yang digelar kementerian.
"Kami punya program peningkatan kompetensi dengan dunia pendidikan, juga kolaborasi dengan badan usaha untuk sistem pembelajaran jarak jauh," ucapnya kepada Tempo.
Hingga akhir 2018, Dewi mengungkapkan, kementerian sudah mensertifikasi total 616.081 ribu pekerja konstruksi, dengan rincian 32 persen tenaga ahli dan sisanya tenaga terampil. Adapun LPJKN mencatat jumlah itu sudah meningkat hingga 792 ribu pada Senin lalu.
Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Basuki Hadimuljono, mengatakan pekerja domestik harus mengantongi sertifikat untuk bersaing dengan tenaga asing. Lewat
Undang Undang Nomor 2 tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi, kementerian mengebut sertifikasi tenaga konstruksi yang jumlahnya mencapai 8,1 juta orang.
"Kita tidak mungkin menahan tenaga asing masuk. Untuk memenangkan kompetisi, kita harus lebih cepat, lebih murah, dan lebih baik,” ujar Basuki.
Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (KADIN) bidang Infrastruktur, Erwin Aksa, mengkhawatirkan pekerja bersertifikat fiktif masuk ke proyek konstruksi strategia. "Fatal jika sertifikat asli dipinjam untuk kepentingan tender atau meloloskan perizinan, padahal pemiliknya tidak ikut proyek itu."
YOHANES PASKALIS PAE DALE | FAJAR PEBRIANTO