Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah mengumumkan kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) dari 11 persen jadi 12 persen hanya untuk barang mewah. Ketua Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Mukhamad Misbakhun mengatakan imbas keputusan tersebut pemerintah kehilangan potensi penerimaan negara puluhan triliun.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kenaikan hanya berlaku bagi barang yang saat ini tergolong Pajak Penjualan Barang Mewah (PPNBM). Semula pemerintah hanya mengecualikan tiga barang dari kenaikan PPN 12 persen, yakni minyak goreng jenis Minyakita, tepung terigu dan gula industri. Menurut Misbakhun, penerapan PPN 12 persen secara selektif ini diperkirakan hanya akan menambah penerimaan Rp3,2 triliun pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sebelumnya kenaikan PPN disebut bakal menambah penerimaan negara Rp 75 triliun. “Diperkirakan pemerintah berkorban 75 triliun apabila penerapan PPN 12 persen di APBN 2025 dikenakan penuh pada semua barang,” ujar Misbakhun lewat keterangan resmi, dikutip Rabu, 1 Januari 2025.
Misbakhun mengapresiasi keputusan Presiden Prabowo Subianto yang hanya menerapkan PPN 12 persen bagi barang mewah. Menurut dia, pilihan presiden itu menunjukan komitmennya untuk pro rakyat. Hal senada diungkap Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad. "Untuk barang dan jasa selain barang mewah tidak ada kenaikan PPN dan tetap dikenakan tarif lama 11 persen," ujar Dasco.
Pengamat pajak dari Center for Indonesia Tax Analysis (CITA) Fajry Akbar mengatakan kenaikan tarif PPN menjadi 12 persen bagi barang dan jasa dapat menambah penerimaan negara Rp 70 triliun hingga Rp 80 triliun. Dia menilai, jika hanya dikenakan bagi objek yang dikenakan PPnBM potensi penerimaannya kami perkirakan hanya Rp1,7 triliun.