Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Kepastian pembayaran utang klaim Jiwasraya menunggu hasil rapat di parlemen akhir bulan ini.
Rencana pembayaran bergantung pada opsi penyelamatan yang disepakati pemerintah dan DPR.
Opsi penyelamatan lewat pembentukan holding asuransi dan penyertaan modal negara mengemuka.
BULAN ini semestinya menjadi waktu yang paling menentukan bagi nasabah PT Asuransi Jiwasraya (Persero). Kementerian Badan Usaha Milik Negara menjanjikan Jiwasraya membayar tunggakan klaim pemegang polis yang nilainya hampir mencapai Rp 17 triliun setidaknya mulai akhir Maret 2020.
Namun komitmen yang disampaikan Menteri BUMN Erick Thohir seusai rapat Panitia Kerja (Panja) Komisi Investasi dan Industri Dewan Perwakilan Rakyat untuk penanganan kasus Jiwasraya pada akhir Januari lalu itu ternyata bukan tanpa syarat. Senin, 2 Maret lalu, anggota staf khusus Menteri BUMN, Arya Sinulingga, menyatakan kepastian pembayaran tunggakan memerlukan menunggu persetujuan DPR terhadap skema penyehatan Jiwasraya. Dia memastikan dana untuk membayar kewajiban tersebut telah tersedia. “Tapi nanti menunggu sidang ketiga Panja Jiwasraya,” kata Arya.
Panja Jiwasraya bentukan Komisi Investasi memang menjadwalkan rapat gabungan bersama Komisi Hukum dan Komisi Keuangan seusai masa reses DPR pada 22 Maret mendatang. Pada Selasa, 25 Februari lalu, Ketua Panja Jiwasraya Aria Bima mengungkapkan, rapat itu akan dipimpin salah satu pemimpin DPR.
Komisi Hukum ikut serta lantaran persoalan Jiwasraya telah masuk ranah penyidikan Kejaksaan Agung. Sedangkan Komisi Keuangan diperlukan karena skema penyelamatan perusahaan asuransi jiwa tertua di Indonesia tersebut juga meliputi opsi pembentukan holding BUMN asuransi dan penyertaan modal negara (PMN).
Munculnya skema penyelamatan lewat PMN itu pula yang agaknya tak akan rampung dibahas dalam waktu singkat. Sebab, kondisi keuangan negara tengah kembang-kempis akibat lesunya kinerja penerimaan. Pada sisi lain, rencana pemerintah mengucurkan duit kepada Jiwasraya bakal sensitif memicu reaksi negatif dari publik lantaran buruknya neraca keuangan perseroan yang diduga akibat korupsi. “APBN defisit, harus ngutang lagi. Eh, sekarang malah mau ngasih PMN ke Jiwasraya. BUMN lain banyak yang butuh PMN,” ujar anggota Panja Jiwasraya, Amin A.K., Kamis, 5 Maret lalu.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memastikan tidak ada alokasi PMN untuk Jiwasraya dalam Undang-Undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2020. Ia menegaskan, bila Kementerian Keuangan sebagai ultimate shareholder akan mengintervensi, rencana tersebut bakal tertuang dalam APBN. “Kalau itu masuknya di 2021, nanti pasti akan kami sampaikan kepada Komisi XI, Komisi VI, dan untuk penegakan hukumnya di Komisi III DPR,” ucapnya, Rabu, 26 Februari lalu.
Menurut Sri, saat ini masalah Jiwasraya secara korporasi ditangani Kementerian BUMN. Sedangkan Kementerian Keuangan tengah melakukan stock taking atau penghitungan atas kewajiban, aset, dan ekuitas perusahaan. “Kami nanti melihat proposal yang sifatnya lebih final,” tuturnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
•••
SKEMA penyelamatan Jiwasraya mengemuka dalam rapat Panita Kerja Jiwasraya Dewan Perwakilan Rakyat. Setelah Menteri Erick Thohir pada akhir Januari lalu, giliran Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo yang menyampaikan sejumlah rencana atas masalah Jiwasraya dalam rapat, Selasa, 25 Februari lalu. Seperti yang sudah-sudah, persamuhan di Senayan ini berlangsung tertutup. “Pemerintah hanya memaparkan,” kata Amin A.K., yang juga Ketua Kelompok Fraksi Partai Keadilan Sejahtera di Komisi Investasi DPR.
Pemerintah, Amin menuturkan, mengusung tiga alternatif skema pembayaran polis dan penyelamatan Jiwasraya. Suntikan dana oleh pemegang saham alias bailin menjadi pilihan pertama. Dua opsi lain berupa bailout atau dana talangan pemerintah dan pembubaran perusahaan (likuidasi).
Dokumen paparan Kementerian BUMN menunjukkan setiap opsi tersebut memiliki sejumlah pertimbangan, termasuk soal risiko yang bakal muncul. Pembayaran polis pada skema bailin, misalnya, dapat dilakukan secara penuh atau sebagian. Namun pembayaran sebagian dianggap berisiko menimbulkan gugatan hukum.
Kendati begitu, skema bailin dianggap paling optimal lantaran memenuhi aspek hukum, sosial, dan politik. Sebab, hingga kini belum ada peraturan, baik dari Otoritas Jasa Keuangan maupun Komite Stabilitas Sistem Keuangan, untuk mem-bailout perusahaan asuransi. Sedangkan opsi likuidasi dinilai bakal memicu dampak sosial dan politik yang signifikan.
Dalam skema penyelamatan ini, Kementerian BUMN juga menyiapkan penggabungan BUMN di sektor asuransi. Perusahaan sekuritas PT Bahana Pembinaan Usaha Indonesia (Persero) disiapkan sebagai induk usaha (holding). Lewat induk usaha ini, kelak beberapa aksi penyelamatan Jiwasraya dilakukan. Jiwasraya, misalnya, akan menjual aset propertinya kepada Bahana. Hasil transaksi ini bakal dipakai untuk membayar seluruh kewajiban pada 2020.
Holding ini juga dirancang mendirikan anak perusahaan yang akan menampung aset-aset bagus milik Jiwasraya berupa portofolio tradisional, termasuk liabilitas retail dan korporasi serta aset lain yang tak berlikuiditas tinggi senilai Rp 31 triliun. Dengan ekuitas ditaksir tak lebih dari Rp 12 triliun, anak usaha baru di holding ini membutuhkan tambahan dana agar memenuhi rasio solvabilitas perusahaan asuransi (risk-based capital/RBC). Dari sinilah perhitungan penyertaan modal negara sekitar Rp 15 triliun bermula. Dana ini akan disuntikkan secara tunai dan nontunai melalui holding Bahana.
Adapun Jiwasraya tetap memegang portofolio Saving Plan—produk tabungan investasi yang belakangan bermasalah—dan aset-aset dengan likuiditas tinggi yang nantinya dilikuidasi untuk membayar utang klaim. Uang tunai untuk Jiwasraya diharapkan juga datang dari investor strategis yang akan mengambil alih kepemilikan perseroan di PT Jiwasraya Putra. Pada akhir 2019, Kementerian BUMN sempat menargetkan divestasi anak perusahaan Jiwasraya yang baru dibentuk tahun lalu tersebut bisa mendatangkan dana segar senilai Rp 3 triliun.
Arya Sinulingga menegaskan, pembentukan subholding sebenarnya telah direncanakan lama. Selama ini, kata dia, perusahaan asuransi milik negara banyak berinvestasi. “Dan salah satu yang membuat jatuhnya Jiwasraya adalah investasi,” ucapnya. “Makanya kami bikin subholding untuk mengontrol investasi.”
Anggota Komisi Keuangan DPR, Andreas Eddy Susetyo, menyerahkan kepada pemerintah soal opsi terbaik menyelamatkan Jiwasraya untuk dikaji. Namun, senada dengan Menteri Sri Mulyani, rencana kucuran PMN harus melalui mekanisme penganggaran yang mungkin diusulkan lewat Rancangan APBN 2021. Jauh sebelum itu, menurut dia, “Yang utama, pemerintah harus sepakat dulu: Kementerian Keuangan dan Kementerian BUMN.”
RETNO SULISTYOWATI, HENDARTYO HANGGI, CAESAR AKBAR, ANTARA
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo